Malam ini sangat dingin dan aku sudah mengenakan mantel tebal sekali. Musim dingin tahun ini benar benar dingin. Bahkan sekujur tubuhku sampai membeku seperti saat musim salju. Padahal musim dingin baru berjalan 3 hari yang lalu.
Setibanya aku dirumah, sudah kuduga rumah sepi karena ayah yang masih bekerja dan ibu yang masih ada urusan. Serta si pengacau hariku sekaligus kakak paling menyebalkan, Celia. Dia sedang bermain ponselnya di depan perapian dan pasti dia akan mengganguku malam ini.
"Waw, darimana saja kau?" ujarnya setelah melihat kedatanganku di rumah.
Aku meletakkan mantelku di tiang penempatan. "Ke pesta ulang tahun," jawabku malas.
Celia menyilakan kakinya dan meletakkan ponselnya di meja, dan mulai menggangguku dengan mulutnya. "Apa sudah dapat pacar?"
"Sialan!"
Dia terkekeh, dan menghampiriku sambil melipat kedua tangannya di dada. "Hey, dengar Callan. Aku tak bermaksud untuk mengacaukan harimu, tapi kau juga masih belum punya pacar dan nasibmu sungguh menyedihkan."
Aku berjalan menuju dekat perapian untuk menghangatkan tubuhku, diikuti oleh Celia yang masih ingin menggangguku. "Kau selalu mengacaukan hariku setiap saat, dan aku juga tidak sedih atas hal itu." cetusku kesal.
Dia terkekeh dan menghampiri aku disebelahnya. "Aku tak yakin, tapi aku mau pamer jika aku sudah punya pacar lagi, Marco, dia sangat tampan dan sangat mempesona persis seperti mantan mantanku di New York, kukira penduduk di Canada tidak setampan di New York."
What the hell is it. Dia punya pacar lagi.
Lagi.
Padahal kami baru pindah ke sini sekitar 1 bulan yang lalu. Pacar sangat mudah untuk didapatkannya, sedangkan aku hanya mendapatkan seorang gadis yang justru menyebalkan.
Dengan mata membulat, aku mencoba untuk berekspresi datar lagi, menghela nafas dan semoga dia tidak menyerangku dengan ucapnnya yang gila.
"Terserahmu saja, lebih baik begini daripada memiliki hati yang tidak berperikemanusiaan." Sindirku sambil menggosok kedua telapak tanganku di dekat perapian.
Celia menoleh cepat, dia spontan tidak terima dan kurasa dia mengerti atas ucapanku tadi, "Siapa yang tidak berperikemanusian?"
"Jangan bodoh."
Dia menaikan nada bicaranya satu oktav dan merasa bahwa dia yang paling hebat. "Hei aku tidak seperti itu, aku memperlakukan laki laki dengan perasaan." cetusnya lagi.
Aku tidak mau kalah dengannya, jadi aku berikan saja tambahan dan penjelas untuk gadis yang mudah tersindir seperti dia. "Lalu kau rusak dan kau patahkan hatinya, itu sama saja."
"Tapi tidak mengandung unsur kekerasaan fisik." jawabnya dengan malas.
"Tapi ke batin dan jiwa."
Goal, satu kosong. Celia berdecak dan dia sangat sebal atas ulahku yang menyindir tadi.
Dia menunjuku dengan jari telunjuknya yang panjang dengan kuku yang cantik, tepat di depan dadaku. "Kau gila!"
"Kau lebih gila."
"Shit!" Celia berdecak kesal, wajahnya marah dan dia bertingkah bodoh. Dia kembali ke kamarnya di lantai dua dan kurasa dia sedang ganas sekarang.
***
Pagi ini benar benar sangat dingin. Aku memutuskan untuk menggunakan mantel yang lebih tebal agar aku bisa menghangatkan tubuhku. Kukira suhu diluar mencapai kurang lebih 12°C, ternyata aku salah, diluar mencapai 4°C, dan itu benar benar dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
Teen FictionDia orang pertama yang memperkenalkan dirinya. Dia orang pertama yang sudah membuat aku tersenyum lepas. Dia orang pertama yang sudah membuat aku menjadi kesal. Dia orang pertama yang suka mengacaukan hariku. Dia orang pertama yang sudah mencuri hat...