Sixteen : I Love You

80 7 0
                                    

"Callan?"

Aku menoleh. "Iyakan?" ujarku sambil tersenyum simpul, "Bukankah itu yang kau mau? Kita memiliki hubungan yang berbeda dari sekedar kasih sayang kepada orang lain dan lebih dari teman spesial?" sambungku lagi.

Caroline tersenyum sebelum akhirnya ia menghambur pelukan ke arahku.

"I love you Callan.."

"I love you too.."

Mendengar ucapan pelan dari suaranya yang renyah, membuat jantungku harus merasakan detakan yang lebih cepat dari sebelumnya. Semoga Caroline tak merasakan hal ini.

Ya Caroline. Kau benar. Aku sduah terlalu munafik pada diriku untuk menahan semua rasa cintaku terhadapmu dan aku tak bisa memendamnya hingga terlalu lama. Semua penyakit kegelisahan dan kerinduanku dengan rasa sayang membuatku harus memikul keadaan sendirian. Aku tahu ini cinta pertamaku tapi aku ingin di cinta pertamaku ini kau memberikan selayaknya cinta yang seutuhnya padaku. Karena aku terlalu percaya padamu untuk membuka hatiku padamu. Karena aku yakin tak semua wanita sesuai dengan teori ku sebelumnya yang mengandung unsur kebencian terhadap setiap gadis.

Semua berawal dari saat kita bertemu di lorong itu, dimana kau mengumpat ke arahku dan mengajakku untuk lebih dekat dari itu. Itulah yang kusuka darimu Caroline, kau tampil apa adanya dan tidak pernah menampilkan sisi keegoisanmu. Walaupin aku tahu duniamu benar benar rumit dari yang kubayangkan sebelumnya.

• Caroline Alhesia Haley •

Aku tahu ini benar benar konyol. Aku tahu itu. Aku bahkan tak seharusnya mengucapkan hal yang tak sepatutnya aku katakan. Aku tahu Callan kau berbeda. Kau tidak seperti laki laki yang kukenal sebelumnya. Aku tahu itu.

Aku bahkan sudah mengetahuinya sejak awal aku menatap sorot matamu yang benar benar berbeda. Membuatku lebih nyaman dalam pelukanmu dan kehangatan yang kau berikan. Inilah engkau, dengan sejuta pesona yang mampu membuatku harus memikirkan sejenak cara untuk mencintaimu.

Aku tahu ini hubungan yang benar benar kau inginkan sejak dulu. Dari awal aku mengenalmu memang aku tahu itu tujuan awalmu. Tapi entah kebapa ketika aku mencoba untuk masuk dalam duniamu sangat sulit sekali kurelakan, sangat sulit sekalai Callan. Berbeda dengan laki laki umumnya yang kukenal. Hembusan nafasmu yang hangat mengingatkanku pada realita. Bahwa duniaku tak selalu dengan dunia yang suram. Aku tahu itu.

Aku menoleh ke belakang sejenak. Memandang ke arah Callan yang tengah topless dan tengah berganti baju di mobilnya. Membuat mataku tak bisa berpaling dari tubuhnya yang seksi.

"Callan, kemarilah disinu bintangnya sangat indah," ujarku padanya.

Dia menoleh ke arahku sambil mengenakan sweater miliknya. "Apa kau tidak ganti baju, bajumu basah kuyup sekarang dan suhu disni semakin dingin, apa kau tidak merasa kedinginan?"

Aku terkekeh sebentar, karena mengingat aku tidak membawa apapun saat aku dan Callan pergi tadi. "Aku bahkan tak membawa baju ganti," kataku sambil kembali menatap langit yang indah ditemani oleh suara ombak dan angin dingin yang tenang.

"Em, tunggu sebentar," ujarnya sambil mencari sesuatu dalam mobilnya.

Tak lama langkah kakinya berjalan mendekat ke arahku sampai aku sadar bahwa ada Callan disebelahku tengah mengenakan mantel hijau miliknya di tubuhku yang dingin. "Kenakan ini, ayo kita harus segera kembali sebelum hari akan semakin gelap."

Aku menatapnya ragu kemudian menatap langit kembali. "Tapi aku masih ingin disini, menyaksikan bintang yang tengah bermain di atas sana," jawabku.

Dia terjongkok di sebelahku sambil kembali menatap langit. "Caroline dengar, aku tahu ini indah, tapi besok kita harus pergi ke sekolah dan aku yakin Walton akan mengkhawatirkanmu."

Astaga demi langit dan bumi yang indah. Callan benar benar perhatian. Benar benar berbeda dari laki laki yang kutemui biasanya.

"Sebaiknya aku harus memberikanmu baju baru," katanya lagi berpaling dariku dan menuju mobil.

Aku segera cepat menolaknya. Sebelum Callan bertindak lanjut. "Ah tidak perlu!"

Dia memandangaku kasihan dan menghampiirku lagi. "Tapi kau akan semakin kedinginan dengan dressmu yang basah itu. Tetap gunakan mantelku, dan jangan pernah untuk melepasnya."

Aku hanya tersenyum menanggapi sikapnya yang begitu mengkhawatirkanku. Aku tak salah memilihmu Callan. Aku memang benar benar jatuh cinta padamu.

Lagi lagi mataku tak bisa berpaling dari bintang yang bertabur indah di langit gelap saat ini. Sedikit sedih aku harus meninggalkan pantai indah ini.

"Callan? Bisakah kau mengajakju ke sini lagi lain waktu?"

Dia tersenyum manis, membuatku hampir terbunuh pelan pelan. "I swear!"

***

Semua menatap ke arahku dengan wajah sumringah. Sesekali mereka menepuk bahuku dan menyapaku dengan bahagia.

"Congrats Caroline!"

"Hey selamat ya!"

"Selamat!

Ya, berkat pesta beberapa hari lalu aku sekarang begini. Mendadak jadi tenar dan mendadak jadi banyak penggemar. Banyak juga yang mencibirku dan ada juga yang mendukungku. Semuanya terasa imbang hari ini. Tidak ada yang buruk juga tidak ada yang baik.

"Ini dia jagoanku!" teriak Alea saat ia bertemu denganku di dekat lokerku.

Aku tersenyum sambil mengedikkan bahuku dan menutup lokerku. "Kau berlebihan sungguh!"

Dia bersender di loker dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Bagaimana bisa semua murid memilih aku dan Callan sebagai pasangan termanis tahunan," sambungku sambil terkekeh.

Alea menjawab mantap, sambil tersenyum. "Itu karena kau cocok dengan Callan."

Aku terdiam sebelum akhirnya aku mengucapkan kalimatku lagi. "Yang benar saja!"

Raut wajahnya berubah menjadi pensaran. "Ada apa?"

Aku tersenyum miring. Menghela nafas dalam bersiap untuk mengucapkan seuatu yang berat.

"Kami sudah resmi."

Mendengar itu, mata Alea beturubah menjadi sorot mata yang kagum. Matanya berbinar senang. Dengan cepat dia memelukku hebat.

"Seriously, babe! Oh my God! Finally!"

Aku tersenyum merasakan badanku terkoyak oleh guncangan heboh dari Alea.

"Sssttt, aku mohon padamu jangan sebarkan berita ini pada siapapun, karena aku tak ingin Callan marah. Aku masih ingin terus menjaga hubunganku denganya."

Alea kembali berbinar senang. "Oh my sweety Caroline, aku merindukan mu disaat seperti ini."

Aku berjalan meninggalkannya dan diikuti oleh Alea. "Aku juga tak tahu kenapa aku bisa mencintainya, padahal dulu aku ingin membalaskan dendamku padanya karena aku sakit hati padanya."

Dia berdecak. "Hanya karena dia mengumpat ke arahmu? Haruskah itu dilebih lebihkan Caroline?"

Aku tersenyum tipis sebelum ahirnya aku menjawab Alea. "Sudahlah, sebaiknya kita lupakan masalah ini."

"Yap!"

***

A/n : Hufftt, sumpah aku mengakui ceritaku ini bener bener ngebosenin. Aku gak ngerti harus ngelanjutin apa nih ceritaku. Dan tadaaa ideku stuck disini, aku gangerti harus apa yang kulakukan pada cerita ini.

Pokoknya tugas kalian hanya membaca, memberi tanda bintang, dan jangan lupa follow hehe XD

i love you

Regards,

Arimbi.

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang