Tempat yang bersejarah. Tempat dimana pernah terjadi dua kejadian pilu dan tak bisa dilupakan. Kurasa kejadian yang pertama akan buat aku merasa melayang di atas awan. Tapi untuk kejadian yang kedua kurasa tidak.
"Kenapa kau mengajakku kesini?" Tanyaku padanya yang sedang membelakangiku.
Caroline menggedikkan bahunya. "Agar kau bicara." Ucapnya dengan enteng.
Aku menghampirinya, bahkan aku sangat ingin tertawa. "Aku tidak bisu." Ralatku.
"Kau tidak mau bicara denganku sedari tadi!" Ketus Caroline tidak antusias.
Aku menaikan alis sebelah kananku, dan mungkin dia sedang berdecak kesal. "Apa itu masalah?"
Caroline tertawa, meyikap kedua tangannya dilipat rapi didepan dada. "Kuharap begitu, apa kau tahu kenapa aku mengajakmu kesini?" Tanyanya sebelum akhirnya aku menggeleng tidaj mengerti, "Jadi tolong ceritakan sekarang kenapa kau pernah bertengkar dengan Matthew?"
Aku bergeming mendengar hal itu. Dia pikir dia siapa? Oke oke, dia ingin tahu tentang duniaku. Lebih dalam tepatnya.
Melihat wajahku yang masih ragu, Caroline angkat bicara lagi. "Oke oke aku tidak akan membahas dan menyangkut pautkan dengan kejadian di kelas tadi pagi, jadi tolong ceritalah!" Sambungnya setelah melihat tidak ada respon dariku.
"Bukan urusanmu." Jawabku singkat.
Dia menyentakku, yang seketika membuat aku terhenti. Kenapa dia bisa begitu kasar terhadapku? Apa karena dia terlaku ingin tahu?
"Tentu saja itu urusanku."
"Kenapa? Apa karena dia mantanmu?"
Dia sempat diam sejenak. Memikirkan apa yang harus dikatakan. Baiklah dia ragu sekarang.
"Ya memang, kalau begitu kenapa?" Ucapnya mantap.
Aku tertawa kecil. "Oh begitu, tapi masalahnya adalah aku sedang tidak ingin berdebat denganmu sekarang."
"Kenapa harus berdebat?" Tanyanya.
Karena risih. Aku memikuh untuk kembali perfu dari hadapannya dan meninggalkannya. Tapi sialan, suara melengking itu justru membuatku muak.
"Callan!! Kau mau kemana? Callan berhenti! berhenti, Callan!!"
Dia tetap mengikutiku. Membuntutiku, dan menyerangku dengan kata kata sampahnya. Bahkan meneriakiku dengan suara tingginya.
Aku menahan emosi sambil mengertakan gigi dengan sebal. "Apa!!" bentakku.
Dia tersentak. Wajahnya menjadi lesu lagi. Yang membuat hatiku iba. "Ceritakan karena aku memaksa.." ucapnya dengan lirih.
"Tidak ma-u, mengerti!!"
Aku meninggalkannya disana, dan membiarkannya sendiri disana. Aku lelah dengannya. Aku lelah karena dia selalu memaksaku seperti itu.
***
Nick. Laki laki itu dari tadi mengumpat disebelahku. Entah apa yang membuatku untuk berhenti memikirkan maksud Nick mengumpat sedari tadi. Entahlah, dia sangat membuat aku muak.
Segerombolan gadis datang ke arahku juga Nick. Membuat aku dan Nick heran.
"Hai, Callan!"
Aku hanya tersenyum menanggapi mereka. Entah apa yang membuatku menjadi nyaman untuk bisa berdekatan dengan gadis gadis seperti mereka.
"Apa kau keberatan menandatangani bajuku?"
Gila. Apa apaan ini. Aku bukan artis disini. Aku juga bukan orang yang sedang mengalami masa ketinggianku. Aku hanya laki laki biasa yang merenungi nasib karena kesendirianku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
Teen FictionDia orang pertama yang memperkenalkan dirinya. Dia orang pertama yang sudah membuat aku tersenyum lepas. Dia orang pertama yang sudah membuat aku menjadi kesal. Dia orang pertama yang suka mengacaukan hariku. Dia orang pertama yang sudah mencuri hat...