Fiveteen : Day Out

105 7 0
                                    

Pagi ini begitu cerah sekali. Secerah hatiku yang bersinar saat ini. Aku bangun dengan bahagia dari tidur malamku yang begitu nyenyak. Tadi malam bahkan malam yang sangat indah. Aku ditemani oleh taburan bintang dan bulan di langit. Tepat dibawahnya aku begitu bahagia. Aku tak henti hentinya memandang ke arah bintang yang indah. Keindahan itu seindah dengan orang yang selalu aku bayangkan. Hari ini hari Sabtu, itu berarti tidak ada jadwal sekolah. Jadi hari ini aku memutuskan untuk pergi ke suatu tempat.

Aku segera mengikat rambutku asal, dan berjalan keluar dari kamarku. Begitu aku menuruni tangga, rupanya aku melihat Walton tengah tertidur pulas di atas sofa ruang tengah. Dengan langkah penasaran, aku menghampirinya.

Dengan bermodal selimut tebal dan sofa yang empuk andalan kami, dia bisa tertidur disini. Kenapa dia tertidur disini, kenapa ia tidak tidur di kamarnya saja. Padahal semalam udaranya lumayan dingin.

Sekilas, aku memandangi pekat garis wajahnya, dan tersenyum melihat wajah tertidurnya. Menjadikanku teringat beberapa tahun lalu, saat kami harus tertidur pulas di sofa ini karena kami tak berani tidur sendirian.

Tapi itu tak berlangsung lama. Melihat wajah Walton yang sedikit pucat, aku sontak meletakkan telapak tanganku di pipinya. Dan mendapati suhu yang tidak seperti biasanya. Kali ini suhu badan Walton panas, aku khawatir dia terkena demam. Walton memang mudah sekali terserang demam saat awal musin dingin berlangsung.

Melihatnya sedikit pucat, membuat hatiku terenyuh sedih. Aku trauma karena dia harus dirwat di rumah sakit akibat demam yang tinggi. Membuat Paman Jhonny dan Bibi Mona harus bolak balik menjaga Walton disana.

Aku segera mendekatkan selimutnya di wajahnya. Dan berlalu pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Takut jika demamnya semakin tinggi.


***

"Good Morning."

Leherku sontak menoleh ke belakang dari aktivitasku mencuci piring. Tanganku masih berkutik di wastafel yang penuh dengan sabun. Aku tersenyum ketika suara itu berasal dari Walton. Dia berjalan ke arahku dengan senyumannya.

Aku sontak tersenyum dan membalas sapaannya. "Good morning, kau sudah bangun?"
Dia duduk di kursi meja makan yang tak jauh dariku. Merasa ia tidak merespon ucapanku, aku sontak kembali bertanya.
"Kau sakit lagi. Apa semalam kau sudah makan?"

Walton menjawab datar. "Aku tidak lapar semalam."

Aku berhenti dari aktivitasku mencuci piring. Dan berbalik menghadapnya sambil melangkah mendekatinya. "Astaga Walton! Kau ini mudah terserang demam, apa kau mau masuk rumah sakit lagi seperti biasanya! Sekarang kau harus makan, aku sudah memasakkan makanan kesukaammu," omelku padanya.

Dia sontak membuang muka sambil menyesap kopi yang sudah kusiapkan di meja makan."Kau seharusnya tak perlu repot repot untukku."

Aku duduk di kursi meja makan sambil mengambil piring untuk Walton. "Sudah cepat makanlah," ujarku padanya yang masih menyesap kopi.

Seketika indra pendengaranku mendengar sesuatu dari kamarku. Itu suara ponselku. Dengan cepat aku bangkit dari duduku, dan berlalu dari Walton. "Aku akan kembali lagi."

Langkahku sudah tiba di depan kamarku, dan disana tepat di atas ranjangku, ponselku berbunyi. Dengan cepat aku mengangkat telfon dari nomor yang tak dikenal.

"Hallo?"

"Um hai Carl!"

Mendengar suara yang tak asing, sontak aku mengenal siapa suara ini.

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang