PAGI itu aku bangun jam sembilan. Oh, sungguh malam yang menyiksa, aku hampir begadang seharian karena memikirkan perselisihan kedua orang tuaku.
Sebenarnya untuk apa aku mengurusi mereka kalau mereka tak sadar juga?
Aku beringsut dari tempat tidurku dan keluar dari kamar. Dingin dari gagang pintu menyengat tanganku. Tapi aku merasa nyaman dengan itu.
Sebelum aku membuka pintu itu seutuhnya, Steven sudah menyerbuku dengan pelukannya. Aku tak sempat melihat raut wajahnya, bahkan untuk menarik nafas saja belum sempat.
Mengapa ia hanya memeluku? Berarti ini ada apa - apa. Tapi ia tidak menangis.
"Eh? Kenapa?" Tanyaku sambil mencoba melepas pelukannya namun sia -sia, ia memeluku dengan saat erat.
Saat beberapa menit, ia akhirnya lepas juga dari tubuhku. Ia wajahnya datar namun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Kebingungan.
"Kak. Mama sama papa... emmm...." ia ragu untuk bicara lalu ia menundukan kepalanya. "Kenapa?" Tanya ku sambil mengejar muka nya. Lalu ia memandangku lagi dengan tatapan mengerikan "mau cerai."
WHAT THE HELL?! Teriakku dalam hati. Bukan seperti ini yang ku inginkan. Aku sudah berusaha sekeras mungkin untuk mempersatukan mereka kembali, namun malah berakhir seperti ini? Gila.
Aku terpaku sambil mengulang kata "cerai". "Kak?" Panggil Steven, menggemburkan lamunanku. "Oh ya." Jawabku tanpa sadar. "Kak! Mama sama Papa mo cerai! Kok malah oh ya sih?" jawabnya ketus.
Memangnya aku harus menjawab apa? Aku sudah terlalu lelah menghadapi ini semua. Dengan cerai, tak ada lagi pertengkaran dalam hidupku.
***
"Non, kata mama non nanti mulai acaranya jam 1 siang" kata bi Marsih membuat perhatianku beralih padanya. Hanya ku balas dengan senyuman tipis agar tidak terlihat sedih. Sedih? Harusnya aku senang. Sangat bingung menghadapi suasana hati seperti ini; satu sisi sedih karena mereka akan berpisah, satu sisi senang karena tak ada lagi pertengkaran yang membumbui hidupku.[]
***
Jangan lupa VOTE dan COMMENT yaaa!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Home (Completed)
Teen FictionKisah tentang seorang gadis remaja yang harus menghadapi siksaan hidup yang memberinya pengalaman luar biasa. Walau harus melalui seribu satu tantangan. Amarah, dengki, cemas, takut, sedih, sakit, tak lagi membuat gadis ini berhenti membuka lebar sa...