Steven : Chapter 2

7.6K 389 6
                                    

a.n
[Bab ini masih flashback]
----------------------------------------

SEDETIK kemudian mama langsung menerobos diriku dan Bi Marsih untuk berlari. Aku tak mengerti arah larinya, jadi aku hanya mengikutinya dari belakang. Gerakannya yang panik membuat orang di sekelilingnya terus bertanya apa yang sedang terjadi padanya. Ia tak mungkin menjawab pertanyaan mereka satu per satu, jadi lebih baik ia diam saja.

"Pak Frans!" Teriak mama dari kejauhan sambil mengeluarkan nafas tersengal - sengal. Aku tak tahu siapa dia, tapi sepertinya ia adalah rekan mama. Mereka mulai berbincang dengan suara rendah, jadi aku tak mengerti apa yang ia bicarakan. Sedetik kemudian wajah pria itu berubah pucat, dan khawatir. Tepatnya seperti melihat hantu.

Semakin aku dan Bi Marsih mendekat, semakin jelas suara yang mereka berdua keluarkan. Dan benar, mereka sedang membicarakan Kak Talia. Pria itu berniat untuk melapor ke polisi setempat. Jadi ia bergegas untuk mengambil mobilnya. Sedangkan mama, aku, dan Bi Marsih masuk ke mobil sedan hitam milik mama.

Kami bertiga mengikuti mobil pria tersebut dari belakang. Mobil itu bergerak dengan kecepatan tinggi, dan mobil mama juga mengikutinya. Sepertinya, mobil pria tadi diisi banyak orang-yang kemungkinan rekan mama semua. Dan benar, setibanya di pos polisi terdekat, orang yang keluar dari mobil pria tadi ada 4 orang-termasuk Pak Frans.

Kami semua masuk ke pos tersebut dengan tergesa - gesa. Gerakan mama kian detik kian bertambah panik. Begitu pula dengan Pak Frans. Aku memang tak ingin ikut campur yang bisa membuat mereka menjadi semakin panik. Jadi pilihanku adalah duduk dengan tenang melihat mereka semua-mama, rekan - rekannya serta 3 polisi-bekerja.

"Pak, saya coba cek ke rumah saya dulu. Siapa tahu, Talia hanya pulang." Kata mama pada Pak Frans.

"Oh, tapi sudah ada 2 rekan saya yang saya suruh untuk mengecek rumah ibu..." kalimatnya terputus oleh dering telepon selulernya. Ia meminta izin pada mama untuk menjawab telepon itu. Siapa sih pria ini? Dan mengapa gerakannya sopan sekali? Tanyaku dalam hati.

"Bu, Talia gak ada di rumah!" Kata Pak Frans pada mama. Serentak, aku dan mama menjolak kaget mendengar berita tersebut. Bahaya. Kak Talia tidak pulang, berarti ia bisa saja sudah pergi jauh dari sini.

Kepanikan semakin mempererat kami semua. Mama mulai meneteskan air matanya walau ia tak sadar. Tanganku semakin dingin karena jantungku berdetak tak menentu sedari tadi. Sedangkan Bi Marsih masih dengan wajah paniknya.

"Bu!" Panggil seorang polisi pada mama. Otomatis, mama langsung mendekati polisi tersebut yang berletak di depan komputer.

"Ya? Ada apa pak?" Tanya mama dengan nada panik.

"Anak ibu, ada di CCTV terminal!" Kata polisi itu dengan rasa panik yang bercampur dengan semangat. Dan karenanya, raut wajah mama secara tidak sadar berubah lega.

"Tapi jam berapa ia ada di terminal?" Tanya mama getir.

"Jam 2 bu, dan sekarang sudah jam 4." Jawab polisi itu dengan nada kecewa. Namun hal itu tidak mematahkan semangat mama untuk terus mengejar Kak Talia.

Saat ini juga, kami berangkat menuju terminal bus yang disebut - sebut tadi. Mobil mama dan Pak Frans dengan tambahan mobil polisi tadi melaju cepat. Namun hasil yang kami terima saat di terminal ini adalah kekecewaan. Bus yang Kak Talia tumpangi sudah melaju. Dan aku tak heran dengan kabar itu. Wajar saja, bus itu tertangkap CCTV sejak 2 jam yang lalu. Dan sudah sepantasnya bus itu melaju.

"Mbak, tolong dong cek lagi nama anak saya!" Seru mama pada wanita yang bertugas sebagai penjual tiket bus.

"Gak ada bu, nih Ibu liat sendiri deh." Jawab wanita tersebut dengan senyum sambil memberi buku daftar penumpang. Dan ternyata benar, tak ada nama Kak Talia disitu. Sepertinya Kak Talia mengganti namanya, agar tersamar. Aku mencari nama yang sering di dengar oleh Kak Talia, seperti namaku, mama, papa, serta Bi Marsih.

"Taylor Hermano" Ketemu! Teriakku dalam hati. Aku yakin seratus persen itu adalah nama samaran Kak Talia.

"Ma! Ini nama samaran Kak Talia!" Kataku pada mama dengan penuh semangat. Mama terlihat bingung dengan perkataanku. Haruskah aku menjelaskan semuanya? Ya.

"'Taylor' dia ambil dari 'Taylor Swift' terus 'Hermano' itu nama keluarga kita." Jelasku pada mama dengan sangat antusias. Sepertinya selain mama, Pak Frans dan dua polisi tersebut juga ikut mengerti. Dan dengan cepat, Pak Frans menanyakan keberadaan bus itu. Wanita itu sudah menghubungi supir bus itu berjuta - juta kali, namun tak menghasilkan apa - apa.

"Gimana kalo kita kejar bus itu?" Tanya Pak Frans memecah kegetiran yang ada. Aku setuju dengannya, karena sekarang kami sudah tahu kemana tujuan bus itu, Jogja.

Mama sudah mencatat plat nomor bus tersebut beserta dengan nomor supir bus itu. Namun tetap saja, sampai saat ini nomor tersebut tidak bisa dihubungi. Sial.

-----------------------------

Sudah 3 jam kami berada di jalan, dan tetap tidak membuahkan hasil. Bus itu belum tampak di hadapan kami. Namun semangat kami untuk mencari tidak surut. Kami yakin, kami akan menemukan Kak Talia secepatnya.

Jalanan disini mulai menyempit, dan langit gelap mulai menyelimuti kami. Selain hutan, yang ada di hadapan kami hanya mobil Pak Frans dan mobil polisi tersebut.

Mobil mama secara perlahan berhenti. Ada apa? Apa sudah ketemu? Kami bertiga diambang kebingungan. Pak Frans mulai keluar dari mobilnya dan berlari ke arah kerumunan orang - orang. Dan bus itu... Platnya sama dengan catatan mama.

"Dek! Ketemu! Ayo cepet turun!" Seru mama pada aku dan Bi Marsih. Kami bertiga turun dari mobil dengan tergesa - gesa sambil mengikuti tujuan Pak Frans yang tak lain adalah kerumunan orang tersebut. Aku tak mengerti apa yang terjadi disini, jadi aku memutuskan untuk menerobos kerumunan.

"KAK TALIA?!" Teriakku histeris memenuhi seluruh gendang telinga orang - orang disini. Darah. Luka. Semua ada pada badannya. Tubuhku menegang melihat kejadian ini. Kulihat tubuh mama bergetar kencang di sampingku, dan sedetik kemudian ia pingsan. Dengan sigap, Pak Frans langsung membopong mama ke mobilnya.

Tubuh Kak Talia sudah berada di gendongan orang banyak. Aku mencoba mendekatinya untuk memastikan ia adalah kakakku. Dan itu kenyataannya.

"Pak! Kak Talia kenapa?" Tanyaku dengan suara teriakkan histeris. Pria yang menggendong itu memasang wajah yang sangat bersalah. Mengapa ia merasa bersalah? Ah aku tak mengerti. Aku mencoba untuk mendekati Kak Talia, namun di tahan oleh pria tersebut. Kini tubuh Kak Talia yang tak sadar itu berada di dalam mobil. Semoga saja mereka membawanya ke rumah sakit.

Pria tadi menyeretku menjauh dari mobil yang mengangkut Kak Talia itu. Dan mobil itu sekarang sudah melaju dengan kecepatan tinggi. Apa yang ia lakukan? Aku ini adiknya, mengapa ia mencoba menjauhkanku darinya? Tanyaku dalam hati.

"Dik, kakakmu mau dibawa ke rumah sakit." Jelasnya padaku dengan nada bersalah. Aku sudah tahu jika sedang terjadi sesuatu pada Kak Talia, namun siapa penyebab ini semua?

"Ya! Terus dia kenapa bisa kaya gitu? Ha?" Tanyaku bercampur teriak.

Pria itu menatapku dengan wajah bersalah. Dan dari hati yang paling dalam ia berkata, "Saya yang nabrak kakakmu, maafkan saya, dik. Saya akan bertanggung jawab atas semuanya."[]

***

A.N.

Hai! Maaf ya kalo ceritanya kurang greget. Pemula. Tp buat kalian yg suka, langsung aja di VOTE. Dan buat yg mau kasih saran, langsung aja COMMENT gausah malu". Tks.

Broken Home (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang