Bab 7

8.1K 444 0
                                    

SEKARANG semua terasa lamban. Kubuka kelopak mataku dengan perlahan. Tampaklah semburat cahaya yang menggelantung tepat di atas kepalaku.
Dimana aku? Tanyaku dalam hati.

Leherku tak bisa bergerak, tanganku juga tak bisa. Sampai - sampai aku tak bisa merasakan tubuhku sendiri.
Apa yang terjadi padaku? Tanyaku lagi. Otot wajahku terasa sangat kaku layaknya beton yang bertumpuk menjadi satu. Namun hanya mataku saja yang bisa bergerak.

Siapa aku? Dimana aku? Apa yang telah terjadi padaku? Tanyaku keras - keras dalam hati lagi dan lagi.

AH!!
Semakin ku paksa otakku untuk mengingat, semakin nyeri pula kepalaku. Sakit sekali. Astaga, tolong hentikan rasa pusing ini! Aku sudah tak tahan. Rasanya seperti hendak meledak.

Pusing itu mereda dalam sekejap ketika ku lihat remaja laki - laki yang lebih muda dariku-tunggu aku ingat aku ini siapa. Namun yang kuingat hanyalah nama panggilanku, Talia.-Lalu siapa remaja laki - laki berparas tampan yang sedang tidur di sofa coklat di samping kiriku ini? Apa sebenarnya hubungan diriku dengannya?

Rasa pusing sudah mengepung seluruh sisi kepalaku hingga membuat pandanganku kabur, yang lambat laun membuatku terlelap dalam kesakitan ini.

***

TINGG!!!

Suara itu menyeruak di telingaku. Tubuhku terbangun dengan cepat, juga dengan jantungku yang ikut berdetak sangat cepat. Apa yang sedang terjadi sekarang?

"Talia, kau sudah sadar?" Tanya seorang wanita dengan wajah keibuan padaku dengan lembut. Aku salah, suaranya tidak lembut tapi telingaku lah yang tuli. Siapa dia? Apa aku mengenalnya?

Suaranya semakin jelas seiring mataku memfokuskan diri. Sekarang semuanya jelas. Aku sadar seutuhnya sekarang. Aku mulai bisa merasakan tubuhku sendiri. Jari tanganku mulai bergerak - gerak untuk mengetes. Dan wajahku tidak sekeras beton lagi.

"Aku... lagi... di...mana?" Tanyaku lirih. Bukan tipe suara itu yang hendak ku keluarkan, namun pita suaraku tidak mendukung. Jadi apa boleh buat.

Wanita itu tersenyum padaku sambil menitikan air mata. "Kakak lagi di rumah sakit sekarang." Jawabnya padaku. Ia mulai menambah debit air matanya yang menetes pada dadaku. Aku tak mengerti apa yang ia rasakan sekarang. Ia tersenyum tapi menangis.

Dan sekarang, remaja laki - laki yang tadi sedang berdiri sambil melihatku dari arah kanan.

"Kau siapa?" Tanyaku polos sekaligus heran. Saat mengatakannya, ku lemparkan pandanganku pada mereka berdua. Mereka saling bertatap ria dan mulai menitikan air mata lagi.

"Ini mama, sayang." Kata wanita ini padaku. Ia ibuku? Aku tak mengenalnya. Dengan nafas tersengal - sengal, ia melanjutkan perkataannya "dan dia adikmu, kau mengenalnya kan?"

Aku terdiam. Memangnya aku punya adik? Kurasa tidak. Ibu? Yang kuingat tentang ibu adalah saat kami main berdua di taman rerumputan. Tapi aku tak dapat mengingat wajahnya.

"Dokter! Tolong sembuhkan dia! Kembalikan ingatannya! Persetan kau dokter!" Teriak wanita itu pada pria bertubuh besar yang memakai jas putih itu dengan lirih. Ia hanya tersenyum putus asa sambil menundukan kepalanya seraya mendengar bentakan dari wanita ini. Sepertinya aku yang salah disini. Kalau saja aku dapat mengingat semuanya, pasti tidak akan seperti ini. Memangnya, apa sih yang telah terjadi padaku? []

***

Halo! Jangan lupa buat VOTE dan COMMENT ya! Tks

Broken Home (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang