Mendung

355 27 0
                                    

Selamat membaca ya guys. Sorry kalo ceritanya ngebosenin, biasa, dan gak menggugah rasa.

Terima kasih ya

------

"Kamu itu bodoh atau apa sih? jelas jelas Mikha tuh ga suka sama kamu, kamu itu terlalu caper, banyak omong, hyperaktif bange, seharusnya kamu tuh jadi cewek feminim. Yang gak suka gangguin Mikha sampe dia benci sama kamu! Dia sukanya cewek feminim!"

Kata kata itu.
Membuat semua berubah. Seketika.

---

Dia berjalan menuju tempat duduk kami. Dia tak berubah, ketegasan alis matanya membuatnya begitu manis. Bibir merah mudanya tetap sama, begitu menyejukkan.

Huh, tapi tetap saja dia terlalu kejam, terlalu frontal dalam ukuran anak usia 11 tahun.

"weei bro.. Darimana aja lo?"

"Baru keluar kelas musik tadi. Beresin alat alat bentar." dia tersenyum. Masih sama.

"Emang ya, gitar selalu jadi cewek bagi lo. Dasar Reulien. Main bola kek, kayak adek lo!"

"Sorry cowok bermusik lebih cool dibanding anak futsal. Lagian aku kan juga bisa main bola. Nih"

Dia memainkan bola matanya. Hah, dia tak berubah tetap jayus.

"Nih kan main bola... Bola mata."

"Heleh... Jayus abis. Mikh kan anak futsal, pemusik lagi.. Wahhhh plus plus banget!"

"Ckck.."

Dia sudah dewasa, dia berbeda. Dia tak banyak melawan kata kata orang seperti dulu.

Dia, Reuben Nathaniel. Ugi yang dulu akrab denganku, bercanda denganku, teman tertawaku.

Tapi sayang dia merusak semuanya saat mengatakan hal yang tidak ingin aku dengar sama sekali.

"Apa kabar?"
sapaannya memecah lamunanku tentang masa kecil kami dulu. Aku hanya memasang wajah kebingungan.

"Lama ya gak ketemu, Sydney girl. Udah gede sekarang." dia mengacak pelan rambutku.

Kesan pertama yang manis. Bisakah aku berharap lebih kepadanya?

"Aciyeeee drey. Ga gitu juga sih ngeliatinnya." Cherrel memecah kekagumanku akan Ben yang sudah dewasa, Ben yang berbeda. Aku yakin itu.

"Hahahaha, aku mah emang ganteng Rel. Gapapalah si Audrey mandangin aku kayak gitu." begitu pedenya Ben berkata seperti itu. Salah satu sifat aslinya, pede dan Jayus yang sejayus jayusnya.

"Pede kamu gak berubah kak." hanya ingin menyampaikan pendapat.

"Gausah panggil Kak. Ben aja sih, kayak baru kenal aja."

Kamu yang sekarang baru aku kenal Ben. Dan mungkin ada kejutan lain nantinya, setelah 4 tahun aku memendam dendam padamu. Karena perkataanmu yang menyakitkan, perkataanmu yang memberi perubahan besar dalam hidupku.

"Oke Ben." senyum hanya bisa kuberikan padamu.

"Ngeliatin siapa? Mikha?"

Ingin rasanya aku menonjok perutmu itu Ben. Kau pura-pura bodoh atau memang bodoh? Atau karena kepolosanmu itu, jadinya kamu bertanya hal konyol ini? Kamu seperti... Asddfffghjkll! Ah sudahlah.

"Woooww goall! Emang si mikh hebat! Dia bisa banget memanfaatkan detik detik akhir pertandingan." teriak Cherrel memecah keheningan.

Baguslah, setidaknya aku tidak perlu menjawab pertanyaan yang selalu membuatku ingin terjun bebas. Meskipun jawaban dari tiap pertanyaan itu tetap sama. Ya.

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang