Getting Started

439 31 28
                                    

Halooooo!! ku kambekk!!

Thanks udah setia nunggu. Thanks buat readers yang perhatian sampe ngintilin socmed aku kemana2 cuma buat kode keras minta next part 😂😂

Much love ya.

Maaf kalo udh buat kalian nunggu lama. Maaf.. 🙏🙏

Terima kasih udah mau baca 😄

Maaf kalo ga greget. Wkwkwkwk
Seperti biasa, cetak miring itu flashback.

Yeuuuu happy reading! Enjoy!!
Don't forget to vomment.

God Bless us!!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"The secret of getting ahead is getting started" ~ Mark Twain

--

"Aku yakin. Kalau memang kamu adalah cinta sejati aku, kamu akan kembali dengan cara yang bahkan gak pernah aku pikirkan. Cinta sejati selalu menemukan jalannya."

Setelah 2 bulan kejadian itu berlalu. Tapi sakitnya masih sungguh terasa.
Menyiksa hariku dengan penuh rasa bersalah.

Jujur, aku menyesal kembali kesini. Menyesal menuruti nafsu duniawi yang ternyata membuatku tersiksa.

Menyesal untuk berharap.
Menyesal untuk mengejar.
Menyesal untuk bertemu dengannya.

Tapi apa mau dikata?
Bukankah aku tak bisa mengulang waktu?

Disini aku termenung, di bawah pohon rindang yang meneduhiku. Tepat di seberang dinding itu, saksi bisu setiap klimaks ceritaku.

Kulihat daun kering jatuh dengan lemahnya, menyerah pada angin.

Mungkin seperti itu diriku saat ini jika dia tidak ada disampingku.
Jika dia tak menggenggam tanganku, memelukku, menghapus tangisku.

Mungkin aku akan jatuh, menyerah pada waktu. Membiarkan ia mempermainkan hidupku. Membiarkan ia mengalirkan tetes demi tetes kesakitan itu.

Semburat merah itu juga mengingatkanku akan situasi saat itu.

Saat tangannya menyentuh pipiku lembut, menghapus bulir bening di pipiku, dan mengurai senyum di bibirku.

"Gimana udah tenang?" genggaman hangatnya tak lepas menemaniku disepanjang jalan.

Semburat merah awan sehabis hujan menemani perjalanan kami sore itu.

Aku hanya mengangguk.

"Aku tau kamu kuat" dia mengeratkan genggamannya.

Begitu pun aku.

Aku menghela nafas berat. Aku menatapnya lekat. Meneliti lekuk garis wajahnya, mencoba menatap lekat matanya.

Kutemukan ketulusan disana.

Jujur aku tersiksa.

Di jalanan lenggang kami berdua. Bersama mencari celah untuk menghentikan semua hal yang menyakitkan ini.

Celah yang bahkan kami tak pernah mengira akan seperti apa bentuknya.

"Bengong aja." Senyumnya tak berubah.

"Hehehe, kamu udah selesai ekskul musiknya?" Aku membantunya meletakkan gitar kesayangannya.

"Udah."

Angin sejenak menemani waktu lenggang kami.

Kulihat di sudut mata, dia menopangkan tubuhnya pada kedua tangan kekarnya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang