4

2.1K 210 0
                                    

"Tabi" Panggilku ketika ia baru saja keluar dari mobil, aku berlari kearahnya dengan cepat namun seorang bertubuh tinggi tegap dengan pakaian serba hitam menghalangi jalanku. Membuat aku menabrak dada bidang orang itu dan terjatuh ke aspal.

"Aw." Rintihku

"Ya! Apa yang kau lakukan, dasar tidak berguna!" Tabi membantuku untuk berdiri namun orang itu menghalangi tangan Tabi.

"Maaf,Tuan. Nyonya bilang, anda tidak bisa berada di dekat gadis ini." Ucapnya membuatku segera terbelalak kaget. Bahkan, ibu Tabi menyewa bodyguard agar aku dan Tabi tidak bisa bersama.

"Persetan dengan semuanya dan kuperingatkan, jangan pernah menyentuh dan menyakiti gadis ini barang sehelai rambut pun. Kau mengerti?!" Ucap Tabi sambil membantuku berdiri. Bodyguard itu seakkan ingin menginterupsi, namun Tabi memberikan tatapan tajamnya yang membuat ia diam tak berkutik.

Ibu Tabi sangat membenciku, pantas kalau dia melakukan itu. Dulu memang hubungan kami baik, bahkan ia menyuruhku untuk sering bermain dengan Tabi tapi ketika kami beranjak dewasa ia seakkan membatasi pergaulan Tabi. Aku berusaha memaklumi semuanya, tapi aku dan Tabi bagai perangko, sulit untuk dipisahkan. Apalagi kami bukan anak kemarin sore yang baru saja berkenalan dan semacamnya. Kenapa ia membenciku?

Aku berhenti melangkah, membuat Tabi menoleh kearahku. Ia menaikkan alis kanannya seolah bertanya apa?

"A-aku, kita tidak usah berhubungan lagi saja." Ucapku entah sadar atau tidak, tapi ucapan itu lolos begitu saja dari mulutku. Ia membelalakan matanya tak percaya, bahkan cengkraman dalam pergelanganku mengerat seketika.

Tanpa sepatah kata pun, ia menarikku paksa, entah kemana. Aku mengikutinya langkahnya yang panjang dengan setengah berlari, bahkan ketika Min Ah menyapa kami dia hanya melewatinya begitu saja.

Ia membawaku ke atap sekolah, entah untuk apa. Melepaskan cengkraman tanganku, berjalan ke pinggir atap sekolah dan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

Rokok.

Tidak aneh jika melihat Tabi merokok, bagaimana pun dia tetap seorang laki-laki dewasa--walau belum sepenuhnya dewasa, ia memiliki pelarian jika ada masalah dan rokok menurutnya sedikit merilekskan pikirannya. Sedikit rasa bersalah menyelinap di hatiku, apa perkataanku begitu menyakitkan baginya dan membuat ia, merokok saat ini?

Ia menghisap rokoknya dalam dan menghembuskan rokok tersebut, ia berbalik menatapku. Pandangan itu, entah bagaimana aku mendeskripsikannya. Kesepian, kecewa, marah, entah yang mana.

Aku sedikit terbatuk ketika asap rokok itu masuk ke penciumanku, membuat ia segera membuang rokok itu dan mematikannya. Ia mendesah pelan dan mencengkram bahuku kuat, menatap kedua mataku dalam.

"Katakan, kalau apa yang kau ucapkan tadi tidak benar." Ucapnya dengan nada frustasi, entah kenapa rasanya aku ingin menangis sekarang.

Jujur, aku tidak pernah bisa untuk melepaskan Tabi sampai kapanpun. Ia sahabat sejati pertamaku dan cinta pertamaku, bagaimana bisa aku melupakan semua hal yang kita lalui bersama hanya dalam satu hari. Tapi--

"Jawab aku, Gyunnie." Ucapnya sekali lagi dengan tatapan memohon.

"Ini demi kebaikkan kita semua, Tabi-ya."

"Kebaikan apa, huh? Kau ini kenapa sih, kenapa jadi aneh?" Tanyanya, aku menggeleng cepat.

"Kurasa ini semua benar Tabi-ya. Kau, waktu itu bilang kalau Eomma-mu membenciku dan sangat ingin kita berpisah, mungkin kalau kita berpisah Eomma-mu tidak akan ikut campur lagi dengan urusanmu dengan kehidupanmu. Kau bisa bebas ingin bergaul dengan siapa saja. M-masa, hanya melepas aku, satu orang yang b-bukan siapa-siapa dihidupmu, begitu sulit?" Tanyaku dengan nada bergetar. Aku tidak pernah menyangka, kalau secepat ini kami berpisah.

Heartbreak [FF BIGBANG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang