Bertanyalah angan padaku, untuk siapa kuhembus pesan-pesan cinta? Yang mengulur juntai-juntai afeksi, memintal tangkai-tangkai filantropi. Dan untuk siapa pula aku mematri kasih pada cekung lensa cahaya? Yang tiap percik sinarnya berkilau cemerlang. Meliuk diam-diam menyurut menerjang, bangkit lagi melayang.
Aku dan kau adalah personifikasi impian dalam angan. Namun laun kusadar kau bukan yang takdir tentukan, kala tak mampu lagi jemariku raih bayang. Kau ialah jelmaan ilusi, menipuku kemudian pergi. Lalu tak lelah kusimpan delusiku dalam hingar tawa hingga tak kau kelih retak kalbu. Aku sang pelangi datang membentang, kau hujan dan ia mentari. Aku di antara rinai dan baskara bagai kanvas dekorasi kian menepi.
Dan aku pula bintang jatuh, saat kau buana melanglang revolusi. Ia tetap sang surya termangu meraup bahagia tanpa netra menjejak visimu. Tanpa kusadari kau tak jemu mengejar matahari, hingga ku tlah luput arah hingga terhempas kembali padamu. Masa berlari, dan kini aku daun kering tiada destinasi, tenggelam laju bayu tanpa tanya ke mana aku kan pergi. Batang pohon yang telah besarkan hatiku mengukir distansi, hingga asaku nyata; aku ingin lupa, siapa kau dan siapa dia.
( kau menemukan mataharimu – bukan aku )
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu, dan Selaksa Kata
Poetry[antologi puisi] ;tentang aku, kamu, dan selaksa kata. tentang dusta-dusta euforia maya. tentang hati yang merindu baskara, namun tiada sanggup menjamahnya. tentang afeksi yang tahu destinasinya, namun tak pernah diberi arah.