Kau mendustai euforia mayaku; mengulang reminisensi yang mendurja di balik angan, menukar waktu dengan asa dan membiarkannya rapuh demi tawa.
Pena-pena cerita menari pada lembar-lembar usang nan menguning, seolah merampas apa yang harusnya telah hilang. Dan hasrat yang serupa pelangi di malam gulita, ada afeksi yang tak disentuh matahari.
Kau membentangkan titik-titik cahaya di kanopi cakrawala, sementara belum sempat jariku menghitung, baskara melukis emas di sudut timur. Waktu tak memiliki lembar lagi untuk aksara, dan kisah kita tutup jua.
Kau menipu dengan helai semu di baliknya, lalu pawana meniup kuyu hingga luput sudah imaji itu. Kau tunjukkan padaku jembatan nan kokoh, sementara langkahku menyapa, jejakku lenyap tiada kasatmata. Aku ada, dengan rasa yang bersembunyi dalam perangkap memori, namun kau semakin membayang dengan senyum mengekang asaku.
( tertulis dua agustus dua ribu lima belas, sepuluh hari sebelum kau menginjak enam belas )
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu, dan Selaksa Kata
Poetry[antologi puisi] ;tentang aku, kamu, dan selaksa kata. tentang dusta-dusta euforia maya. tentang hati yang merindu baskara, namun tiada sanggup menjamahnya. tentang afeksi yang tahu destinasinya, namun tak pernah diberi arah.