Chapter 4

873 77 1
                                    

Danau biru, begitu yang dikatakan oleh banyak penduduk Godric's Hollow pada tempat yang dituju oleh Al dan Prim ini. Danau ini memiliki tepian sebuah dermaga kecil yang entah digunakan atau tidak. Pasalnya, di sekitar danau tidak ada satupun perahu atau sampan yang terlihat di sekitar sana. Tidak ada yang tahu siapa pembuatnya.

Sekitar danau masih terbilang cukup bersih. Penduduk sekitar jarang sekali menggunakan tempat itu sebagai tujuan untuk menghabiskan waktu. "Padahal tempat ini nyaman sekali untuk siapapun orang yang mencari ketenangan," kata Al.

Mereka berdua sampai. Pemandangan sekitar danau memang benar-benar asri.

Danau biru membentang memisahkan antara desa Godric's Hollow dan wilayah desa Muggle yang berada di seberang danau. Dari tempat Al dan Prim berdiri, samar-samar terlihat atap-atap rumah penduduk desa sebelah yang terlihat lumayan jelas.

Prim sejenak tampak tak mampu bersuara karena menghayati suasana damai pertama yang bisa ia rasakan sejak sampai di Godric's Hollow. "Ini tak cukup dengan istilah damai saja, Al. Ini indah sekali! Lihat dermaga kecil itu," Prim berusaha mengatur napasnya merasakan udara segar yang keluar masuk ke tubuhnya. Nyaman sekali.

"Mungkin kau akan suka dengan yang ada di sebelah sana," tunjuk Al pada sebuah pohon besar tak jauh dari dermaga. Hanya ada satu pohon di sana. Besar, berbatang tebal dengan rimbunan dahan dan daun yang sangat lebat.

"Willow!" lirih Prim. Ia bukan sedang memanggil namanya sendiri melainkan menyebut nama pohon yang ia lihat tepat beberapa puluh meter di depannya.

Sebuah pohon willow berdiri tunggal di tepi danau beriak tenang itu. Prim semakin tak sabar untuk mendekati pohon itu. "Kau akan temui ketenangan langit ke tujuh saat berada di bawah sana, Will!" Al menarik tangan Prim bergegas lari mendekati pohon.

Semilir angin menerpa rambut keduanya. Berlawanan dengan daun-daun willow kering yang jatuh dan menyentuh lembut rambut panjang Prim. "Bagaimana?" Al bertanya.

Tepat di bawah pohon willow, Al dan Prim saling berpandangan cukup lama. Melempar senyuman termanis mereka tanpa malu pada siapapun. Hanya ada mereka berdua di sana.

"Terima kasih sudah menculikku hari ini, Al," kata Prim sambil tersenyum.

"Menculik? Istilah itu terlalu kriminal, Willow!" seloroh Al bernada menggoda.

"Lalu apa?"

Al mengalihkan pandangannya luas ke seantero danau. Sepi dan asri. Lantas ia berkata, "kabur bersama!" tegas Al.

Prim tertawa terbahak begitu lepas tanpa beban. Al sampai tak percaya bahwa gadis di sampingnya sekarang, yang ia anggap sebagai gadis tegas bak selalu siap menerkam lawan, rupanya mempunyai senyuman yang indah.

Sekarang, Al akhirnya melihat Prim sebagai gadis yang ceria dan menyenangkan.

"Kau tahu, Al, aku sudah merindukan rasa seperti ini. Lepas! Bebas!!" Mata Prim sampai berair karena terlalu lepas tertawa.

"Ahh pantas saja, tertawamu seperti ayam yang baru dilepaskan setelah setahun dikurung," canda Al dan Prim pun ikut terbahak kembali.

Matahari sudah semakin tinggi, rumput-rumput yang basah sudah perlahan mengering. Meski demikian udara di sekitar pohon willow masih terasa segar dan sejuk. "Sejak kecil aku ingin sekali punya rumah dengan pohon willow sebesar ini di halamannya. Tapi.. tidak di Panem ataupun di sini, sama saja aku tak punya."

Cicitan burung jadi lagu pengiring kebersamaan Al dan Prim di tepi danau biru. Sudah saatnya mereka istirahat tertawa. "Capek juga tertawa lepas," kata Prim mengakhiri tawanya. Ia dan Al lebih memilih duduk diam di bawah pohon willow dan bersandar santai.

Under the Willow (Fanfic Crossover Harry Potter x The Hunger Games)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang