Dua hari Prim tak bisa menemui Al. Keluarga Potter sedang tak ada di rumah.
"Kata Al, ia dan keluarganya ke rumah kakek dan neneknya. Ada pamannya yang berulang tahun, jadi dirayakan besar-besaran di sana," ujar Prim di dekat perapian. Ia sedang belajar merajut syal. Akhir-akhir ini ia ingin sekali membuat sesuatu untuk Al.
Prim tahu, Al suka sekali dengan fotografi. Yang Prim tahu, Al sering keluar di pagi hari hanya untuk mencari objek foto yang bagus di sekitar hutan. Terkadang, karena terlalu bersemangat, Al sering lupa memakai syal agar tak kedinginan. Udara pagi di Godric's Hollow sangatlah dingin. Prim sudah merasakan itu sejak pertama ia berburu di hutan.
Dengan syal itu, Prim berharap dapat menghangatkan Al di manapun Al berada.
Syal kombinasi abu-abu dan merah itu hampir selesai dengan panjang yang sudah ia perkiraan sebelumnya. Prim memeriksa sekali lagi apakah hasil rajutannya sudah cukup rapi. "Sempurna," katanya sambil membentangkan syal hasil rajutannya.
"Prim, tumben kau meninggalkan buku setebal ini di meja? Biasanya kau sangat menjaga buku-buku seperti ini di lemari bukumu?" Rye mendekat. Tangannya didekatkan ke sekitar perapian untuk menghangatkan badannya yang dingin di malam ini.
Sang kakak hanya melirik sebentar, melihat buku apa yang di maksud.
"Jangan sentuh buku itu, Rye. Itu bukan bukuku, aku saja belum membacanya."
Peeta muncul dari lantai dua, tangannya menggenggam buku catatan kecil dengan tulisan 'bakery' di depannya. "Tidur, Prim. Ini sudah malam. Nanti matamu sakit kau paksa terus untuk merajut. Pergi tidur, sebelum Mom marah! Kau juga, Rye," pinta Peeta tegas.
Malam sudah semakin larut. Syal buatan Prim sudah hampir jadi.
"Sedikit lagi, Dad," sahut Prim berkonsentrasi. Menyatukan benang terakhir, memutarnya, dan mengikat pada tongkat rajutnya berlawanan. Tangannya sudah cekatan membuat pola-pola rajutan yang khusus ia buat untuk syal pertamanya itu.
Tak perlu sampai satu jam, Prim akhirnya menyelesaikan rajutannya.
Bip bip!!
Suara dan getaran terasa bersamaan saat Prim melihat hasil akhir rajutannya. Ponsel Prim menyala. Ada nama Al muncul di layar 4" itu. Notifikasi pesan singkat dari Al.
"Selamat malam, Willow," isi pesan Al diakhiri dengan icon tersenyum.
Prim membacanya dengan wajah penuh kegembiraan. Akhirnya Al menghubunginya juga. Dua hari Al sama sekali tak mengubungi Prim. Gadis itu merasa kesepian luar biasa saat sehari saja ia tak bisa melihat wajah Al.
Tangan Prim menekan alfabet portable dari layar ponselnya, "selamat malam, Al. How dare you! Baru menghubungiku sekarang? Kau sekarat?" tulis Prim.
Beberapa detik kemudian muncul balasan, "kenapa tak sekalian tanya apa aku sudah mati? Pakai bilang aku sekarat! Sorry, aku tak sempat menghubungimu.. aku tak punya waktu untuk hanya sekedar bermain ponsel. Di sini ramai sekali! Aku baru bisa menghubungimu saat semuanya sudah tidur. Aku tak mau James melihatku terus bermain ponsel sampai akhirnya muncul banyak pertanyaan darinya yang mulai merasa curiga," kata pesan Al.
"Baiklah, aku maafkan. Berarti kau sekarang tetap bangun hanya untuk berkirim kabar untukku?"
"Ya iyalah, mana bisa orang berkirim pesan seperti ini dengan keadaan tidur?" balas Al cepat.
Prim membacanya sampai tertawa, "bisa dong, kalau yang kirim pesan adalah penyihir," balas Prim cepat. Sejenak, ia mengalihkan perhatiannya pada area sekeliling ruang tengah. Hanya ada dirinya sendiri di sana. Perapian masih menyala di depan Prim, meski hanya sedikit dengan arang kayu yang tetap memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under the Willow (Fanfic Crossover Harry Potter x The Hunger Games)
FanfictionKeluarga Mellark pindah ke Inggris dan menetap di Godric's Hollow, tepat di samping rumah keluarga Potter. Prim, anak gadis tertua keluarga Mellark merasa orang tuanya pengecut karena kabur demi menjauhi Hunger Games. Prim tak suka dengan sikap peng...