"Aku ikut?"
"Tentu, kau sudah melihat semuanya, bukan?"
Al mengandeng tangan Prim menuju pintu rahasia mereka di halaman belakang. Sekali sibak semak-semak yang mengumpul, terlihat lubang setinggi satu meter setengah tertutup kayu. Al masuk lebih dulu, Prim mengikuti dari belakang.
Di sana, James sudah menatap mereka penuh pertanyaan. Tak hanya James, Lily juga terlihat khawatir dengan menggenggam buku yang menjadi sumber masalah.
"Akhirnya kalian kembali," kata Ginny mengamati kedua anak muda yang baru datang itu.
"Maaf, Mom. Kami butuh waktu, ahh.. Dad di mana?" tanya Al.
Suara langkah kaki seseorang menghentikan Ginny, "Dad di sini, Al. Kita butuh bicara, sekarang. Semuanya masuk, begitu juga kau, Prim. Mari ikut kami," ajak Harry pada semua orang.
Dengan langkah pasrah, Al dan yang lainnya menuruti semua ajakan Harry yang siap dengan pembicaraan serius malam ini. Di dalam ruang tamu, rupanya sudah ada yang menunggu. Bukan seseorang melainkan seekor.
"Burung hantu?" Prim terkejut.
"Siapa dia, Dad?" Lily mendekati si burung hantu lantas mengelus kepalanya pelan. Burung itu datang dengan sebuah surat yang ia gigit di paruhnya
Harry duduk di sofa tunggal dan meminta yang lain duduk di sofa panjang di dekatnya. "Dia burung dari Kementerian, Lily. Ada sesuatu yang harus ia sampaikan. Untuk—" kata Harry terpotong. Ia melihat Al. 'Putraku akan merasakan hal yang sama seperti yang pernah aku alami dulu,' batin Harry kasihan. "Untuk Al," lanjutnya
Burung hantu berwarna coklat dengan semburan warna hitam di beberapa bulunya itu mengantarkan surat dengan logo M besar di sisi kiri atas.
"Untuk Mr. Albus Severus Potter," teriak surat itu dengan sudut ungu berubah menjadi bibir.
Prim melirik ke arah Ginny, memohon untuk segera dijelaskan. "Namanya Howler. Surat yang bisa berbicara. Biasanya dia bisa membentak-bentak. Tergantung siapa dan apa isinya," tutur Ginny.
Al duduk dengan tegang menunggu apa yang selanjutnya disampaikan oleh surat dari Kementerian untuknya. "Kementerian telah menerima informasi bahwa pukul 6:50 sore, Anda mengeluarkan mantera Patronus di hadapan Muggle. Sebagai pelanggaran mutlak, atas Dekrit Pelanggaran Pemakaian Sihir di Bawah Umur, dan dengan ini Anda dikeluarkan dari Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry,"
Apa yang ditakutkan terjadi juga. Al merasa lehernya dicekik. Harry hanya bisa mendesah lemas mengetahui putranya harus dikeluarkan dari sekolah. "What?" Prim mendelik.
"Terjadi juga," kata Al lirih. Ketakutan akan tindakannya menyelamatkan Prim terjadi juga. Ia dikeluarkan.
"Al, tenanglah. Kita tunggu keputusan dari sidang indisiplinernya nanti. Semoga Profesor McGonagall bisa menangguhkan hukumanmu," Harry berusaha tenang dengan meraih tangan Al. Telapak tangannya dingin.
"Oh Merlin, Mengapa Al harus dikeluarkan Dad? Bukankah sihir dapat dilakukan di depan Muggle kecuali dalam keadaan nyawa sedang terancam? Al melakukan itu untuk menyelamatkan Prim, bukan?" Lily coba membela Al.
Howler dari Kementerian lantas diam setelah mengucapkan salam dan merobek dirinya sendiri menjadi potongan kertas kecil-kecil untuk mengakhiri pesan itu. "Benar, itulah mengapa Dad ada keyakinan Al bisa tertolong, Lils. Dulu aku juga begitu," Harry mengingat bagaimana susahnya ia saat harus menjalani sidang.
"Aku juga harus sidang seperti Dad dulu? Seperti cerita Dad waktu itu?"
"Tidak, Al. Kau hanya akan disidang secara sederhana tanpa melibatkan banyak anggota Wizengamot. Dulu Dad dipersulit karena memang ada skandal di dalamnya. Tetaplah tenang, Son."
KAMU SEDANG MEMBACA
Under the Willow (Fanfic Crossover Harry Potter x The Hunger Games)
FanfictionKeluarga Mellark pindah ke Inggris dan menetap di Godric's Hollow, tepat di samping rumah keluarga Potter. Prim, anak gadis tertua keluarga Mellark merasa orang tuanya pengecut karena kabur demi menjauhi Hunger Games. Prim tak suka dengan sikap peng...