Aku keluar dari toilet bersama Nadin dan langsung menuju kantin. Selepas olahraga tadi aku istirahat sebentar di UKS untuk tidur sejenak lalu mencuci tangan dan buang air kecil di toilet.
"Sekarang adalah olahraga tercapek yang pernah gue ikuti," Gumam Nadin. Aku tidak menghiraukan nya.
"Duduk di pojok aja yuk sambil ngadem," Ucap Nadin. Aku hanya mengikuti nya menuju meja yang berada di pojokan.
Aku dan Nadin duduk berhadapan. "Lo mau makan apa ?" Tanya Nadin.
"Gue ga makan ah masih kenyang tadi makan roti. Beliin gue es teh manis aja," Ucapku sambil memberikan uang selembar lima ribu rupiah. Nadin berdiri lalu pergi.
Aku menutup wajahku dengan kedua lenganku sambil memejamkan mata. Aku harap begitu aku membuka mata bel pulang berbunyi dan aku akan segera pulang ke rumah dan tidur.
Aku membuka kedua mataku dan melepaskan kedua lenganku dari wajah.
"Astagfirullah!" Pekikku.
Aku memegangi dadaku. Kian duduk disana sambil menatapku dengan tatapan intens nya.
"Kenapa lo tiba-tiba duduk disini ?" Tanyaku.
"Ada yang mau gue omongin," Ucap Kian. Walaupun nada bicara nya biasa saja tapi tatapan nya sungguh tidak biasa.
"Ngomong aja" Ucapku.
Kian menghela nafas. "Ga disini Ra, kita cari tempat lain."
"Oke, tapi ga sekarang gue capek abis olahraga" Ucapku.
Kian mengangguk lalu pergi begitu saja tanpa pamit. Sekarang tingkah kami seperti layak nya teman biasa bahkan seperti tidak saling kenal satu sama lain. Jujur, aku tidak suka keadaan ini, tapi takdir memaksa.
Tak lama setelah Kian pergi, Nadin kembali dengan dua gelas es teh dan semangkuk mie ayam kesukaan nya.
"Tadi gue liat Kian duduk disini, terus sekarang dia kemana ?" Tanya Nadin sambil menuangkan dua sendok cabe ke dalam mie ayam nya.
"Pergi."
Nadin yang mengetahui masalah nya menghela nafas panjang. "Gue ingetin sekali lagi Ra, Kalo lo punya masalah apapun mau masalah kecil atau besar harus diselesaikan baik-baik. Kalian berdua harus ngobrol, harus meluruskan masalah itu, temukan jalan keluar nya bareng-bareng. Jangan saling diem kayak gitu, mau kapan beres nya ?"
"Iya gue tau Nadin, nanti pulang sekolah kita mau ngobrol kok," Ucapku.
"Oke, gue harap ga ada kata putus buat kalian Aamiin, good luck girl!" Nadin tersenyum.
"Thanks."
×××
"Nad, kalo lo mau pulang, pulang aja gih ga usah nungguin gue. Gue masih lama," Ucapku sambil sesekali melihat ke arah papan tulis.
Gara-gara Pak Hamid yang memintaku menulis catatan di papan tulis jadi aku telat mencatat di buku tulisku. Bisa saja sih aku foto catatan itu tapi akan sia-sia akhir nya karena hanya menjadi pajangan di galeri. Jika dicatat di buku akan selalu terbaca.
"Ngga ah, kasian lo sendirian."
"Gue ngga sendiri kok, masih ada Alif,Reza, dan lain-lain disini. Tas nya juga masih pada ada," Ucapku.
Nadin berdecak. "Tas nya sih emang ada tapi orang nya ga ada. Udah deh ga usah banyak bacot."
Aku cemberut dan memilih untuk melanjutkan catatanku.
"Kiara?"
Aku mendongak. Seorang Kian berdiri ditengah-tengah pintu.
"Nah ada Kian, gue pulang ya Ra sekarang lo ada yang jagain. Bye!" Nadin pergi begitu saja.
Kian menghampiriku lalu duduk disampingku. Aku menghiraukan nya dan memilih untuk menulis kembali catatanku.
"Lo lagi ngapain sih ? Ini jam pulang, dan lo masih ada di sekolah. Tumben banget," Ucap Kian. Kian jadi banyak ngomong.
"Gue ketinggalan nyatet, jadi ya gue catet aja sekarang," Jawabku.
Hening.
"Btw, lo mau ngobrol apa sama gue ?" Tanyaku tanpa melihat ke arah nya.
Kian berdeham. "Beberapa hari yang lalu lo ke rumah Kamal ?"
Seketika aktivitas tulis menulis ku terhenti. Dari mana Kian tahu kalau aku pergi ke rumah Kamal ? Perasaan aku tidak memberitahu nya. Apa jangan-jangan Kenaya yang bilang ?
"I-Iya, kenapa ?" Tanyaku sambil menunduk.
"Kalo lagi ngobrol harus saling pandang Ra, ga sopan," Katanya.
Perlahan aku menoleh ke arah nya. Kian menatapku tepat di manik mata. Mengunciku dengan tatapan tajam nya.
"Lo ngapain kesana ?" Tanya Kian.
Aku menarik nafas panjang lalu menghembuskan nya perlahan.
"Gue kesana buat cerita tentang sikap lo yang berubah. Semenjak gue nanya lo ada hubungan apa sama Kamal hubungan kita jadi renggang dan itu semua bikin gue merasa bersalah. Dengan lo bersikap kayak gitu seakan-akan gue yang salah karena udah ngasih pertanyaan yang seolah-olah salah. Padahal gue cuma pengen tau dan minta lo jujur," Jelasku.
"Oh ya! Lo juga pernah bilang sama gue kalo lo ga suka kalo gue deket sama Kenaya, lo juga ga suka sama Kenaya. Dan sekarang apa ? Lo curhat sama dia, lo minta dia buat nyemangatin lo. Salah kalo gue cerita ke Kamal ?" Tanyaku.
Entah kenapa aku jadi tersulut emosi.
Kian hanya mampu terdiam dengan sejuta pemikiran nya."Apa menurut lo kita udah ga cocok ? Lo udah bosen sama gue dan tertarik sama Kenaya ?" Tanyaku pelan.
"Ngga Ra, gue sama sekali ga tertarik sama Kenaya dan gue ga mau putus. Gue sayang sama lo.. Biar gue jelasin ya, gue emang suka cerita sama Kenaya sekarang tapi itu ga menandakan kalo rasa ga suka gue sama Kenaya hilang, gus masih tetep ga suka sama kelakuan dia yang seenak nya. Gue cerita ke Kenaya karena dia tinggal satu rumah sama lo, gue sering nanya sama dia kalo lo lagi ngapain selama kita ga kontakan." Jelas Kian.
"Soal lo nyuruh Kenaya buat nyemangatin lo ?" Tanyaku.
"Tadi nya gue mau ngobrol sama Kenaya face to face tentang lo, gue minta dia nungguin gue futsal di lapangan belakang, tapi dia jadi ngomong kayak gitu gue ga ngerti. Padahal gue sama sekali ga nyuruh dia buat nyemangatin gue," Jelas nya.
Kali ini aku percaya. Aku bisa melihat tatapan itu dari mata Kian.
"Lo percaya sama gue ?" Tanya Kian.
Aku mengangguk. "Tapi gue minta sama lo jangan ada yang di tutup-tutupin lagi di hubungan kita Yan."
"Iya ra gue janji."
Dan saat itu aku baru sadar bahwa raut wajah nya berubah menjadi tegang.
=========================
Hai!
Maaf part ini pendek, nyempetin update walaupun banyak tugas hehe. Terima kasih udah mau baca ceritaku walaupun kayak gini hehe✌✌
KAMU SEDANG MEMBACA
Kian & Kiara
Teen FictionKian dan Kiara adalah sepasang kekasih seperti kebanyakan pasangan lainnya. Mereka menghadapi masalah ringan sampai masalah yang berat hingga membuat hubungan keduanya renggang begitu saja. Kian yang penuh dengan rahasia yang Kiara tidak ketahui, Ki...