K&K 5

125 3 0
                                    

1 bulan kemudian..

Kalian tahu? Kenaya sudah sadar sejak 3 hari yang lalu! Aku sangat senang sekaligus gugup ketika perawat disana menelfon ku dan memberitahuku bahwa Kenaya sudah sadar. Aku buru-buru berangkat kesana di antar oleh Ayah, dan benar saja Kenaya sudah sadar sepenuh nya.

Aku menceritakan apa yang terjadi pada dia sekaligus meminta maaf. Ternyata dia tinggal di kost-an, orang tua nya sudah lama meninggal dan dia tidak punya siapa-siapa lagi di kota ini. Dia sekolah dengan biaya hasil dari kerja sampingan nya yaitu menjadi pelayan di salah satu Cafe. Saat itu juga aku meminta izin pada Ayah dan Ibu untuk membiarkan Kenaya tinggal dirumah untuk beberapa waktu atau mungkin selamanya. Untung saja Ayah dan Ibu mengizinkan dan jadilah sekarang Kenaya tinggal bersamaku.

"Ken, lo keluar aja dari Cafe itu. Biar kehidupan lo orang tua gue yang naggung dan sekaligus pake uang tabungan gue juga," Kataku sambil duduk di hadapan nya.

Kenaya terdiam. "Ga usah deh biar gue tetep kerja aja, ga enak kalo kehidupan gue yang nanggung itu orang tua lo. Kita baru kenal Ra.." Katanya.

"Ya udah kalo gitu gue aja yang nanggung kehidupan lo, gimana ? Atau biar gue yang gantiin lo kerja," Kataku. Kenaya menggeleng cepat.

"Jangan! Udah deh itu nanti gue pikirin lagi lo ga usah mikirin apapun lagi. Lo sekolah kan sekarang ? Mending cepetan berangkat deh dari pada kesiangan," Katanya. Aku mengangguk lalu mengambil tasku. Sebelum nya aku menyimpan uangku di bawah buku-buku lalu segera turun ke bawah dan berangkat bersama Ayah lagi.

×××

"Btw Ra, si Kenaya itu gimana sekarang ?" Tanya Andin yang juga teman sekelas sekaligus teman curhat.

Aku menyeruput es teh manis ku lalu meletakan gelas itu di meja. "Ga gimana-gimana, tapi tetep masih keliatan canggung kalau mau ngapa-ngapain padahal gue sering bilang anggap aja rumah sendiri," Jelasku.

"Lo yakin kalo dia baik ?" Andin menatapku tepat di mata.

Aku terdiam sejenak. Selama dia tinggal di rumah ku dia tidak pernah melakukan apapun yang membuatku terluka dan sebagai nya, dia juga tidak melakukan apapun yang merugikanku atau orang tuaku. Jadi kusimpulkan Kenaya gadis yang baik.

"Gue yakin kok dia anak yang baik, ga lama ini juga Kenaya mau disekolahin di sini," Kataku.

Mata Andin membulat. "Lo serius ?!" Tanya nya.

Aku mengangguk. "Ibu sama Ayah gue sih bilang nya gitu, minggu ini masuk nya."

Andin menghela nafas. "Semoga dia ga bawa pengaruh buruk buat keluarga lo."

Setelah Andin mengatakan itu bel masuk berbunyi mengharuskanku dan Andin kembali ke kelas.

Aku masih berfikir, kenapa Andin bilang seperti itu ? Juga perkataan Kian tempo lalu di rumah sakit saat Kenaya belum sadar. Mereka berkata seakan-akan mereka tidak suka pada Kenaya padahal setahuku Kenaya gadis yang baik dan lugu. Oke pasti kalian bilang 'jangan tertipu oleh penampilan' tapi memang kenyataan nya seperti itu.

"Ra, Lo kenapa ?" Tanya Nadin.

Aku menoleh ke arah nya. "Kenapa apa nya ?"

"Dari tadi pas masuk ngelamun terus, ada masalah ?" Tanya Nadin. Aku menggeleng.

"Cerita aja Ra kalo ada masalah, gue sahabat lo kan ?" Nadin tersenyum. Aku ikut tersenyum sambil mengangguk.

Handphone yang ada di saku rok ku bergetar. Aku merogoh saku rok ku lalu melihat pesan masuk beserta nama si pengirim disana.

'Kenaya'

'Ra lo masih di sekplah?'

Duh Kenaya pake typo segala lagi.

Aku mengetikan jawaban nya lalu mengirim nya.

Aku membuka aplikasi LINE dan tertera nama Kian disana. Terakhir dia chat denganku sekitar 3 minggu yang lalu, kita jarang bertemu juga. Entah kenapa semenjak Kenaya tinggal di rumahku Kian jadi berbeda. Aku jadi bingung ada apa dengan dia.

×××

Aku keluar dari kelasku yang sudah kosong, melangkah di koridor yang cukup sepi. Aku mendengar suara-suara dari lapangan utama seperti nya ada beberapa orang disana. Aku berhenti sebentar untuk melihat siapa yang ada disana. Mataku terpaku pada seorang laki-laki, Kian. Dia sedang memegang bola basket dan mencoba memasukan nya ke dalam ring dan ternyata masuk. Aku baru tahu Kian bisa basket.

Aku melangkah ke dalam ruang pengumuman yang menghadap ke arah lapangan utama. Dari sini aku bisa bebas melihat kegiatan di lapangan utama ini terlebih pada Kian. Aku terus memandangi nya hingga dia sadar dan melihat ke arahku, aku melihat Kian yang melempar bola ke arah teman nya lalu berlari ke arah ruangan ini. Oh tuhan tolong aku..

"Kiara ?"

Aku terdiam sambil meremas ujung rok seragamku. "H-Hai Kian..."

Kian menatapku bingung. "Lo ngapain disini ?" Tanya nya.

Pake nanya lagi! Ya merhatiin lah!

"Ayo keluar," Katanya. Aku masih terdiam, bingung harus berkata apa. Kian berdecak lalu menarik tanganku keluar dari ruangan ini.

"Tunggu di sini bentar," Katanya. Aku menurut. Kian berlari menuju sisi lapangan dan mengambil tas nya. Kian terlihat mengobrol sebentar lalu kembali menghampiriku.

"Pulang sama gue ya," Katanya lalu berjalan duluan. Aku mengikuti nya, tidak berani menyusul atau mensejajarkan langkahku dengan dia.

Dia berhenti. Aku ikut berhenti. Kira-kira jarak kami sekitar 3 langkah. Dia berbalik sambil menatapku, aku menatap nya kebingungan.

"Kenaya masih di rumah lo ?" Tanya dia. Aku mengangguk ragu.

Dia berbalik lagi lalu lanjut berjalan.

Kian aneh...

×××

Aku keluar dari kamar mandi dengan keadaan rambut yang dibuntal oleh handuk. Setelah Kian mengantarkanku tadi aku langsung mandi karena gerah luar biasa dan badanku juga sudah sangat lengket. Aku duduk di kursi meja belajar, Kenaya sedang memainkan handphone nya di lantai.

"Ra, tadi pacar lo ya ?" Tanya dia.

Aku mengangguk.

"Nama nya siapa ?" Tanya Kenaya. Aku terdiam sebentar, ragu untuk memberi tahu nama nya.

"K-Kian.." Kataku.

"Ganteng ya," Dia terkekeh.

Aku tersenyum samar. Semoga dia tidak berani macam-macam dengan Kian atau hubungan kami. Siapa yang tahu jika sifat nya seperti itu bukan ? Apalagi kami masih baru saling mengenal. Dia orang asing yang aku tidak ketahui dari mana asal nya.

Oh iya aku baru ingat! Uang yang ku simpan di bawah buku. Buru-buru aku mencari buku itu dan mengangkat nya. Nihil sekali uang itu sudah tidak ada. Aku mencari nya ke setiap sudut meja belajar, lemari, dan lain-lain hanya untuk menemukan uang itu.

"Ken, lo liat uang gue ga ?" Tanyaku.

"Uang yang mana ? Berapa jumlah nya ?" Tanya dia mulai berdiri.

"Uang yang gue simpen di bawah buku sebelum berangkat! Jumlah nya sekitar seratus lima puluh ribu," Kataku sedikit panik.

"Gue ga liat dan gue juga ga tau lo nyimpen uang itu dimana," Katanya. Aku menghela nafas.

"Ya udahlah gapapa, Allah lagi ngasih cobaan," Aku duduk dengan pasrah. Akan kutanya Ibu nanti siapa tahu Ibu membereskan kamarku atau melihat nya mungkin.

Kian & KiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang