Sudah berhari-hari aku selalu datang ke rumah sakit untuk mengecek keadaan gadis yang menjadi korbanku. Sudah lebih dari 1 minggu dia belum juga sadar dari koma nya. Kata dokter ada luka dalam yang menyebabkan nya belum sadar sampai sekarang atau bisa dibilang koma. Nama gadis ini Kenaya, umur nya satu tahun lebih muda dariku.
Handphone yang ada di sakuku bergetar, aku mangambil nya dan melihat layar handphoneku. Disana tertera nama Kian. Aku segera mengangkat nya.
"Hallo Yan?"
"Lo dimana ?"
"Di Rumah Sakit, kenapa ?"
"Gue jemput sekarang, tunggu disana,"
Sebelum aku membalas nya dia sudah lebih dulu memutuskan sambungan telepon nya. Kian memang suka seperti itu tapi wajar saja memang sifat nya seperti itu. Aku berjalan mendekati ranjang Kenaya. Nafas nya teratur, aku harap dia cepat sadar dan aku harus meminta maaf atas apa yang terjadi padanya karena ulahku.
"Hai Kenaya, Gue Kiara tapi lo bisa manggil gue apapun yang lo mau. Gue minta maaf atas kejadian ini, gara-gara gue lo jadi kayak gini. Gue tau permintaan maaf pun ga cukup buat nebus apa yang terjadi sama lo," Ucapku sambil memandangi wajah nya. Yaa aku tahu dia tidak akan mendengar apa yang aku ucapkan. Tapi setidak nya walaupun dengan keadaan seperti ini aku sudah tulus meminta maaf.
Suara pintu terbuka mengejutkanku, Aku menoleh ke arah pintu dan ternyata Kian. Dia masih memakai seragam sekolah nya sama sepertiku karena tadi dari sekolah aku langsung pergi kesini. Kian menutup pintu lalu berjalan mendekat kearahku.
"Gimana keadaan nya ?" Tanya Kian.
"Ya gitu-gitu aja, belum ada perkembangan lagi. Gue harap dia cepet sadar," Kataku.
Aku mendengar helaan nafas Kian. Kian duduk di tepi ranjang sambil matanya menatap lengan Kenaya yang di perban dan bengkak.
"Gue rasa lo ga harus setiap hari kesini Ra," Katanya.
Aku mengernyitkan keningku. "Kenapa ?" Tanyaku.
"Lo kan udah minta dokter sama suster disini buat telfon lo kalo dia udah sadar jadi ya menurut gue lo ga usah dateng ke sini tiap hari. Ya setidak nya dalam satu minggu lo kesini ga keseringan," Jelasnya.
"Gapapalah lagian gue juga ga ada kerjaan di rumah," Kataku.
"Lo bela-belain dateng kesini sampe bolos les beberapa hari loh," Katanya. Ih Kian kenapa jadi seperti ini.
"Kenapa sih Yan? Niat gue kan baik buat jengukin dia," Kataku.
"Ya tapi ga usah tiap hari lah Ra, sadar ga sih lo udah mengorbankan waktu belajar lo cuma buat dia. Biasa nya les paling rajin dan ga mau bolos tapi sekarang bolos rasa nya gampang banget ya Ra ? Lagian juga disini ngapain sih ? Cuma merhatiin dia doang ? Nunggu dia sadar yang gatau kapan waktu nya ?" Kata Kian.
"Lo kenapa nyebelin sih ?" Tanyaku sambil menatap nya.
"Lah ? Gue kan ngomong yang sebenar nya," Katanya.
Aku menghela nafas. "Terserah deh lo mau ngomong apa, yang jelas setiap hari gue pasti kesini. Ini semua salah gue, dia kayak gini juga salah gue. Jadi kalo cuma biayain pengobatan nya aja gue rasa itu ga cukup," Jelasku agak keras kepala memang.
"Pasti selalu kesitu," Kian tersenyum miring.
Aku mengambil tas yang ku letakan di lantai. "Gue pulang dulu," Kataku lalu buru-buru melangkah menuju pintu dan segera keluar. Hari ini Kian cukup menyebalkan atau memang aku yang sedang sensitive ?
"Kiara?"
Aku menghentikan langkahku begitu melihat seseorang berdiri di depanku. Laki-laki ini anak teman nya ayah tapi aku lupa nama nya.
"Bentar-bentar gue lupa nama lo siapa," Ucapku sambil mencoba mengingat-ngingat.
"Kamal," Katanya. Aku menjentikan jariku.
"Nah! Hai Kamal," Kataku sambil tersenyum.
Kamal ikut tersenyum. "Lo lagi ngapain disini ?" Tanya nya.
"Jenguk temen gue, dia sakit," Kataku.
"Sendiri?" Tanya Kamal lagi."Engg--"
"Rara!" Aku menoleh ke belakang dan melihat Kian yang berdiri beberapa langkah di belakangku sambil menatap Aku dan Kamal. Tatapan nya tiba-tiba berbeda, menunjukan sorot kesakitan yang membekas. Ada apa sebener nya ? Aku menoleh ke arah Kamal yang juga sama seperti itu tapi Kamal menunduk menyembunyikan wajah nya.
"Kalian berdua kenapa ?" Tanyaku.
"Pulang yuk Ra," Ucap Kian sambil mendekat dan menarik lenganku menjauh dari Kamal. Sampai di parkiran aku tidak berani bertanya, tidak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun kecuali suara kendaraan dari luar mobil ini.
Hingga kami terjebak macet.
"Lo sakit ?" Tanyaku memberanikan diri bertanya pada Kian. Kian hanya menggeleng sambil menatap ke arah depan. Aku mencoba bersikap normal walau sebenar nya gugup karena takut.
Aku pernah melihat Kian marah sampai dia meninju tembok hingga tangan nya luka parah dan harus di jahit. Hingga saat ini aku tidak berani berbuat apapun saat Kian marah atau memancing emosi nya. Hanya pertengkaran kecil biasa yang timbul lalu selanjut nya kami biasa-biasa lagi.
Jujur saja aku benci sekali dengan keadaan seperti ini. Ini pasti ada yang Kian sembunyikan dariku dan tidak mau untuk memberitahu.
"Lo kenal Kamal yan ?" Tanyaku.
Kian mengangguk. Oke, Sabar Kiara.
"Dia siapa lo ?" Tanyaku. Agak sedikit kepo.
"Temen,"
"Udah lama temenan nya ?," Tanyaku.
"Ra please jangan banyak nanya dulu," Katanya dengan nada yang sedikit menakutkan. Kian terpancing emosi sebenar nya tapi masa bodo lah.
"Fine," Kataku. Aku mengalihkan pandanganku ke arah jendela sambil memikirkan soal Kian dan Kamal.
×××
Pagi hari nya aku berangkat bersama Ayah, tidak dengan Kian. Kian bilang dia tidak bisa menjemputku tanpa alasan, mungkinkah dia masih marah soal kemarin ?
"Kian nya kemana Ra ?" Tanya Ayah.
Aku terdiam. Bingung harus menjawab apa.
"K-Katanya sih dia ikut sama temen nya jadi ga bawa kendaraan," Kataku. Tentu saja aku berbohong.
Begitu sampai di depan sekolah aku segera pamit dan turun. Seperti biasa, setiap pagi selalu ada pemeriksaan pakaian beserta atribut-atribut nya. Karena aku murid yang baik jadi semua nya lengkap. Aku buru-buru berjalan ke arah koridor utama, aku lupa tidak melihat parkiran di apotek sebalah apakah Kian sudah sampai atau belum.
Aku masuk ke dalam kelas lalu duduk di kursiku. Disampingku ada Nadin yang sedang memainkan handphone nya.
"Lo ga bareng Kian ya Ra ? Soal nya tadi gue liat Kian sendirian gitu," Ucap Nadin sambil menghadap ke arahku. Aku mengangguk.
"Lagi berantem ya ?" Tanya nya. Aku menggeleng pelan sekaligus ragu-ragu.
"Terus kenapa ?" Tanya Nadin. Aduh Nadin kok jadi kepo..
"Gapapa sih mungkin Kian lagi pengen cepet aja berangkat nya jadi ga bareng sama gue," Kataku.
Sejujurnya aku juga bingung Kian marah atau tidak karena dari kemarin Kian sama sekali tidak menghubungiku. Baru tadi pagi, dan itupun hanya bilang bahwa dia tidak bisa menjemputku. Bahaya kalau Kian benar-benar marah, bisa hilang kesempatanku nebeng gratis...
KAMU SEDANG MEMBACA
Kian & Kiara
ספרות נוערKian dan Kiara adalah sepasang kekasih seperti kebanyakan pasangan lainnya. Mereka menghadapi masalah ringan sampai masalah yang berat hingga membuat hubungan keduanya renggang begitu saja. Kian yang penuh dengan rahasia yang Kiara tidak ketahui, Ki...