DDP 3

16.5K 962 130
                                    

Menempuh waktu sekitar 2.5 jam dengan bus, akhirnya Rayan sampai ke terminal. Setelah itu ia harus melanjutkan perjalan sekitar 30 menit dengan mobil gerobak. Beruntung setelah Rayan naik, mobil itu langsung berangkat.

Rayan mengibas-ngibaskan bajunya karena kepanasan. Naik bus dan mobil umum berdesakkan sungguh luar biasa. Panas, sempit dan berbagai macam bau kumpul jadi satu. Tapi Rayan menikmatinya. Terlebih-lebih setelah mobil memasuki wilayah perkampungan. Ia bisa menikmati alam pedesaan yang khas dan menawan. Di kiri-kanan jalan ia bisa melihat pemandangan hijau, air mengalir jernih dan mendengar kicauan burung yang hampir tak pernah ia nikmati saat di kota.

Sementara itu para penduduk sesekali mereka lintasi. Ada yang bersama ternak mereka, bersama keluarga mereka dan ada yang bersepeda. Rayan tersenyum. Hatinya tiba tergelitik dengan satu pertanyaan,

'Kok gak ada sosok cakep yang lewat sih?'

Kringg... kriingg...

Rayan spontan menoleh mendengar deringan sepeda khas jaman dulu. Seorang pengendara sepeda tengah mengusir segerombolan bebek yang berlenggak-lenggok di tengah jalan. Rayan menatapi sosok itu. Sayang ia tak bisa melihat wajahnya. Tapi postur tubuhnya membuat feeling Rayan mengatakan kalau cowok itu pasti cakep. Rayan menggeleng-gelengkan kepala. Baru saja dikhianati, tapi matanya sudah mulai lirik sana-sini.

"Fokus..fokuss...!!" gumam Rayan berkali-kali sambil membuang pandangan ke arah lain.

Karena pemandangan yang tersaji di depan mata begitu memesona, waktu setengah jam yang ditempuh tidak terasa. Tau-tau ia sudah berada di depan gang menuju rumah neneknya.

"Hoaaa... udah lama banget gue gak kesini..." gumam Rayan sambil merentangkan tangan.

Suasana di kampung papanya tak banyak berubah. Hanya satu dua buah bangunan bertambah. Selebihnya masih seperti dua tahun lalu, saat Rayan dan keluarganya lebaran di sini. 

Rayan menarik pegangan koper (travel bag)nya. Beberapa orang yang bertemu dengannya di jalan maupun yang tengah santai di beranda rumah semuanya menoleh ke Rayan. Rayan cuek saja. Biasalah penduduk desa jika melihat orang asing atau orang yang jarang ditemui pasti natapnya lama banget. Rayan hanya bersikap sewajarnya saja. Ia tidak mau orang-orang nanti membenci dirinya hanya karena tingkah lakunya yang dinilai tidak baik oleh warga kampung. Selain itu ia tidak mau membuat nenek dan kakeknya malu. Apalagi mereka berdua termasuk penduduk yang dihormati di kampung Sumber Urip ini.

Rumah nenek Rayan berjarak sekitar 15 meter dari jalan besar. Jadi Rayan berjalan santai saja. Apalagi waktu masih menunjukkan pukul 14.05.

Kringg.. kringg...

Rayan menoleh kebelakang. Bunyi sepeda ontel itu terdengar ladi dr belakang. Sang pengendara sepeda tersenyum padanya.

"Inikan cowok yang gue lihat di mobil tadi..." gumam Rayan.

Rayan membalas senyuman lelaki itu.

'Feeling gue gak salah. Dia cakep... senyumnya manisss...' seru Rayan dalam hati.

"Mau ke mana, mas?" tanya lelaki itu. Suaranya aduhai, sangat enak didengar.

"Ke rumah nenek di sana..." jawab Rayan sambil menunjuk ke depan.

"Ke rumah siapa?"

"Haji Samin..."

"Oh... wak haji...cucunya ya?"

Rayan mangguk. Ia sungguh terkesan dengan keramahan lelaki itu.

"Ya udah, aku duluan ya..."

"Ya.. silahkan..."

Datang dan PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang