Akhirnya mobil berhenti juga di gang besar rumah Neneknya. Rayan melompat turun dengan gesit. Tanpa buang waktu ia langsung bergegas menyusuri jalanan. Ia berencana untuk singgah ke rumah Diki dulu, setelah itu baru menyambangi rumah Neneknya. Iya, memang tujuannya kesini hari ini adalah ingin menatap wajah kekasihnya itu.
Bagaimanakah raut wajahnya sekarang? Masih sama tampankah dengan terakhir mereka bertemu dalam gairah cinta di Rumah Pohon? Atau sekarang sudah makin tampan? Makin dewasa? Makin kekar?
Rayan menghela napas dalam-dalam. Rindu sudah menguasai hatinya sepenuhnya. Tapi tiba-tiba ia teringat akan pekerjaan Diki. Akh, bukankah Diki setiap hari pergi ke Hutan? Tak terkecuali hari ini kan?
Rayan langsung lemas. Bagaimana bisa ia melupakan tentang itu? Seharusnya ia menghubungi Diki dulu semalam agar kekasihnya itu bisa absen sehari ini saja. Rayan meremas rambutnya dengan kesal. Ia berniat ingin menelepon Diki sekarang, tapi setelah langkahnya sudah hampir menyentuh gang rumah Diki, niatan itu langsung dibatalkannya.
'Lebih baik gue langsung ke rumahnya aja lah...' gumam Rayan dalam hati.
Sesampainya di depan rumah Diki, Rayan tertegun sejenak. Ada sedikit perubahan di sana. Batu koral dan pasir menggunung di depan teras. Sementara itu di samping rumah terdapat beberapa sak semen dan susunan bata merah. Beberapa pekerja bangunan juga nampak sibuk. Sepertinya rumah Diki sedang direnovasi.
Rayan melangkah ke teras dengan hati diliputi beragam pertanyaan. Buru-buru ia mengetuk pintu rumah yang dibiarkan terbuka lebar. Tapi saat ia melongok ke dalam, tak ada seorang pun yang nampak. Rayan mengetuk pintu sekali lagi disertai salam. Lantas terdengarlah balasan dari ruang tengah. Emak pun muncul dengan senyum mengembang di bibir.
"Nak Rayan??"
"Iya, Mak..." balas Rayan sambil mengangguk khidmat.
"Kapan kesini?"
"Baru nyampe ini..."
"Duduk, Nak. Mak ambilkan air putih dulu yo..." kata Emak sambil menunjuk kursi rotan di teras rumah. Setelah itu beliau kembali berjalan ke dalam.
Rayan duduk di kursi sambil mengibaskan telapak tangannya di depan dada. Meskipun mentari tidak seberapa terik sinarnya, tapi cukup membuat Rayan keringatan. Tak berapa lama kemudian, Emak pun kembali muncul dengan gelas, teko berisi air putih dan sepiring pisang goreng.
"Minum dulu, Nak..." kata Emak mempersilahkan.
Rayan mengangguk sambil menuangkan air.
"Lagi liburan yo?"
"Iya, Mak. Liburan semester..."
"Jadi liburan kesini lagi? Kok ke sini terus? Apo enaknyo tinggal di dusun?"
"Di desa alamnya sangat segar dan hijau, Mak. Sementara kalo di kota kan sumpek. Liburan di sini bisa menyegarkan pikiran lagi." terang Rayan.
Emak mengangguk-angguk.
"Oh iya, rumahnya lagi direnovasi ya, Mak?"
"Eh, iyo nih... Rumah inikan lah buruk. Kalo idak direhab, gek pacak roboh pulo, hehehe... (Eh, iya nih... Rumah inikan sudah reot. Kalau tak direhab, bisa-bisa nanti roboh, hehehe...)" kata Emak sambil meneliti keadaan rumahnya.
Rayan tersenyum.
"Adek-adek ke mana, Mak? Pada sekolah ya?"
Emak mengangguk.
"Tapi kalo Safira lagi pergi ikut Uwaknya ke kebun..."
"Ooo...." desis Rayan sambil mengangguk-anggukan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Datang dan Pergi
Romansa✔ANOTHER REPOST GAY STORY ✔ORIGINAL WRITER : @lockyyyy ✔DON'T LIKE DON'T READ! ✔LGBT HATERS GO AWAY!!