DDP 10

10.3K 717 33
                                    

Beberapa hari telah berlalu...

Tak terasa sudah dua minggu Rayan berlibur di kampung Bermani Ulu. Luka hatinya perlahan pulih. Bahkan sekarang secerca harapan mulai menyelubungi hatinya. Harapan berupa cinta yang mulai bersemayam di hatinya pada seseorang sahabat baru yang bersahaja.

Diki.

Rayan senantiasa menyimpan nama itu dalam lubuk hatinya. Perlahan nama Tomy yang dulu sangat dicintainya sekarang mulai tergerus oleh nama baru itu. Diki tentu saja berbeda dengan tomy. Jika Tomy tampan dengan gaya gaul khas remaja kotanya, maka Diki membawa pesona tersendiri. Lelaki desa yang tampan dan sederhana serta intin dengan alam. 

Setiap berada di samping Diki, Rayan merasa adem dan bahagia. Ia merasakan kenyamanan dan kebebasan tapi terlindungi. Perlakuan Diki yang teliti dan cermat senantiasa menambah rasa cinta di lubuk hati Rayan. Perhatian Diki sekecil apapun itu terasa sangat romantis. Rayan menyukai semua itu. Rayan menyukai semua yang ada di diri Diki.

Kebersamaan yang terus terjalin selama seminggu ke belakang, makin membuat rasa cinta Rayan bertambah-tambah. Jika isi hati bisa dirontgen, mungkin akan terdeteksi taman bunga bermekaran di hati Rayan. Sepetak taman cinta yang segera membutuhkan siraman sebelum keburu layu dan berguguran.

Witing tresno jalaran soko kulino, demikian pepatah Jawa. Cinta karena terbiasa. Pepatah itu benar-benar diamini Rayan. Setiap hari melakukan beragam aktivitas dengan Diki sebagai upaya penyembuhan luka hatinya akibat penghkianatan cinta, justru ia kembali menemukan cinta.

Kegiatan yang mungkin bagi sebagian orang sangat 'kampungan' seperti memancing ke telaga, menjerat burung Punai, mencari buah salak hutan, mencari umbut rotan, menanam padi dan kegiatan khas anak desa lainnya, justru sangat terasa romantis bagi rayan. Ia menemukan sesuatu yang baru. Semangatnya kembali muncul seiring dengan berseminya cinta yang semakin subur.

"Gue terpikat sama lu, Dik..." desis Rayan sembari menerawang saat ia terlentang di atas ranjang.

Wajah tampan nan meduhkan, bibir merah muda pucat yang menggairahkan serta otot-otot tubuhnya yang kokoh tak pernah luput dari lamunan Rayan.

"Apakah gue bisa memilikinya?" gumam Rayan bertanya-tanya.

"Dunia gue dan lu sangat jauh berbeda. Bahkan hampir aja gue gak akan pernah mengenal sosok lu... akh! Ini anugerah atau petaka sih sebenarnya? Gue bisa kembali bahagia atau justru terpuruk untuk kedua kalinya karena lu, Dik..." desis Rayan.

Rayan tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya terus mengembara. Berfantasi liar membayangkan dirinya bercinta bersama Diki di atas bebatuan besar di tepi telaga yang menjadi favoritnya. Sampai kokok ayam terdengar dari kejauhan, mata Rayan tetap nyalang dengan pikiran melayang kemana-mana...

...

"Eh, kenapa mata kamu merah, Yan?" tanya Diki saat ia menjemput Rayan ke rumahnya.

Rayan mengucek matanya.

"Aku gak tidur semalam."

"Lho? Kenapa??"

Rayan geleng kepala.

"Kamu gak akan percaya kalo aku ceritain penyebabnya..."

"Kenapa bisa gitu?"

"Udahlah, ntar kamu eneg dengernya." pungkas Rayan.

"Oke deh... mendingan aku gak tahu kalo bisa bikin eneg, hehe..."

Rayan mangut-mangut.

"Sudah mandi belum nih?" tanya Diki.

"Kenapa?? Kamu mau mandiin aku?"

Diki monyongin bibirnya.

Aww...! Jantung Rayan langsung berdegup kencang. Bibir merah muda itu sangat menggairahkan.

Datang dan PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang