DDP 25

8.8K 556 11
                                    

Sinar mentari pagi menerobos masuk lewat celah-celah dinding. Sinarnya memberikan rasa hangat pada kulit punggung Rayan yang telanjang. Sementara kicau burung terdengar riang dari ranting-ranting di sekitar rumah pohon.

Rayan yang semalaman tertidur pulas tanpa mimpi, dengan enggan membuka kelopak matanya yang terasa berat. Ia masih ingin terlelap barang beberapa menit lagi. Tapi saat terjaga tadi, otaknya langsung memberitahukan bahwa hari ini ia harus pulang ke kota. Peringatan ini membuat otaknya jadi tidak tenang. Ia tak bisa melanjutkan tidurnya lagi, meskipun ia masih sangat ingin.

Rayan membuka matanya dengan malas sembari menggeliat. Tubuhnya lumayan kaku karena semalaman tidur di lantai yang keras. Ia lantas menguap lebar sambil melirik ke samping kanannya. Sejak tadi ia belum mendengar suara maupun gerakan kecil dari Diki. Sebegitu nyenyakkah ia tidur?

"Di---" Rayan urung bersuara saat melihat tak ada siapa-siapa di sampingnya.

'Diki kemana ya??' tanya Rayan dalam hati. Ia kemudian bangun dan keluar rumah sambil mengucek mata. Mungkin Diki tengah berdiri di luar sambil menikmati keindahan pagi.

"Dikiiii..." panggil Rayan sambil membetulkan selimut yang membalut tubuh telanjangnya.

Meskipun kemungkinannya kecil ada orang yang akan memergokinya tanpa busana di sini, tapi ia tetap harus berjaga-jaga. Diki yang Rayan cari ternyata tak ada di luar. Rayan melongok ke bawah pohon. Kosong. Di sekitar Padang Hijau pun juga tak nampak batang hidung si Diki.

"Diki kemana sih??" gerutu Rayan sambil kembali masuk ke dalam. Ia melihat remi, lampu kaleng dan keripik sisa semalam masih ada di dalam ruangan kecil itu.

Rayan memungut pakaiannya dan bergegas mengenakannya. Setelah itu ia melipat selimut dan memasukkannya ke dalam kresek hitam. Rayan lantas meraih hapenya. Ia ingin mengecek sudah pukul berapa gerangan pagi ini. Saat ia menekan tombol navigasi, sederet kata yang ditulis di 'Note' langsung terbaca olehnya.

Yan, aku pulang duluan ya. Aku harus ke hutan. Maaf gak bangunin kamu, soalnya kamu bobo'nya pulas bgt. Semoga kamu bisa bangun tepat waktu. Diki

Rayan menarik napas dalam-dalam. Beberapa saat ia tertegun dengan mata nanar menatap ke layar HP. Hatinya langsung berkecamuk. Diki sudah pergi ke hutan dan itu artinya ia tak ada kesempatan untuk meminta sebuah ciuman perpisahan ataupun sekedar berpamitan.

Tiba-tiba nada panggilan masuk hapenya berbunyi. Nenek calling...

Rayan segera mengangkat panggilan tersebut.

"Ya, Nek...?"

"Yan, tadi Mama kau telpon. Katonyo gek ado mubil yang jemput kau ke siko (Yan, tadi Mama telepon. Katanya nanti ada mobil yang akan menjemput kamu ke sini)" terang Nenek.

"Oh, iya Nek..."

"Buruan balik kek siap-siap. Mubilnyo la di jalan... (Buruan pulang dan siap-siap. Mobilnya dalam perjalanan ke sini...)" kata Nenek lagi.

Rayan menelan ludah mendengar pemberitahuan Neneknya barusan. Serta merta rasa sesak menghimpit dadanya.

"Kenapa mesti sekarang sih...? Kenapa nggak sore aja..."gerutu Rayan.

"Kato Mama kau, biar kau siang gek bisa daftar ulang... (Kata Mamamu, biar kamu siang nanti masih sempat untuk daftar ulang...)" balas sang Nenek.

"Oke, Rayan balik sekarang." pungkas Rayan pelan.

"Nenek silahkan matikan teleponnya sekarang..." sambungnya kemudian.

Setelah mendapat telepon dari sang nenek, Rayan kembali terpekur beberapa saat. Jujur, ia begitu berat meninggalkan Rumah Pohon ini. Rumah mereka. Rumahnya bersama Diki...

Datang dan PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang