*Day One*
"Mau kemana kita hari ini?" tanya Rayan sambil menyendokkan nasi ke mulutnya.
"Kamu maunya kemana?" Diki balik bertanya.
"Kalo aku sih tergantung guide-nya deh..."
"Gimana kalo kita mancing aja? Seru lhoo..."
Rayan menghentikan kunyahannya lalu menatap Diki serius.
"Kenapa?" tanya Diki.
"Kamu serius?"
Diki mengangguk mantap.
"Setahu aku mancing itu adalah hal yang membosankan..."
"Eits, siapa bilaang??" bantah Diki.
"Kita diam berjam-jam nunggu ikan datang... aku orangnya gak sabaran..."
"Nah itu bagus buat kamu!" sambut Diki. "Sekalian cari ikan terus belajar sabar..."
"Yaahhh... kalo mau belajar mah gue gak bakalan ke sini kaleee..." gumam Rayan.
"Ahhh... payah nih udah nyerah duluan. Sanggup nggak?" tantang Diki.
"Sanggup lah!"
Diki terkekeh.
"Beneran yah??"
"Iya!"
"Oke. Cepetan kamu makannya. Terus kita pergi..."
Rayan menghabiskan nasinya cepat-cepat. Setelah itu mereka berdua berpamitan dengan nenek Rayan yang tengah menonton televisi.
"Kalian ndak kemano? (kalian mau kemana?)"
"Mancing wak aji..." jawab Diki.
"Mancing?"
"Yo nek..." kata Rayan.
"Emang pacak kau? (emang kamu bisa?)" tanya neneknya lagi.
"Justru itu nek, mau belajar. Apa susahnya mancing sih... lempar kail terus nunggu..." kata Rayan.
"Idak segampang itu nak..." kata sang nenek. "Tapi yo pai lah. Hati-hati be kamu. Jangan balik sore nian... (tapi jika mau pergi tak apa-apa. Hati-hati saja. Jangan pulang terlalu sore...)"
Rayan dan Diki mengangguk lalu pergi.
"Kita pake sepeda bro?" tanya Rayan.
"Nggaklah. Kita kan mau lewat sawah..."
"Ohhh gitu. Let's go!"
Jalan yang mereka lewati tak lain adalah jalan setapak yang dilalui Rayan waktu pergi mengantar nasi ke sawah kakeknya. Tapi bedanya, setelah mencapai sungai tempat topi Rayan hanyut dulu itu, mereka tidak menyebrang. Melainkan berjalan menyusuri sepanjang aliran sungai menuju ke hulu.
"Kenapa gak mancing di sini aja, Dik?" tanya Rayan.
"Suasananya gak nyaman. Lagian lebih enak mancing di hulu. Tempatnya adem dan ikannya masih banyak..."
Rayan mangguk-mangguk.
Jalan menuju hulu sungai cukup jauh, setidaknya menurut Rayan. Belum lagi mereka harus melewati semak dan belukar. Perdu-perdu kecil yang berbulu bercampur dengan putri malu membuat tubuh rayan gatal dan tergores.
"Ampun deh... kalian tahan banget yah..." kata Rayan.
"Ini sih udah makanan kita sehari-hari..." terang Diki sambil tersenyum.
Sesekali ia menggunakan pisau kecil yang digenggamnya untuk memotong atau menebas rerumputan atau ranting-ranting perdu yang merintangi jalan.
"Emang gak ada jalan yang laen ya, selain ini?" tanya Rayan sambil menggaruki tengkuknya yang bentol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Datang dan Pergi
Romance✔ANOTHER REPOST GAY STORY ✔ORIGINAL WRITER : @lockyyyy ✔DON'T LIKE DON'T READ! ✔LGBT HATERS GO AWAY!!