Kesedihan sudah sepenuhnya sirna dalam hari-hari Rayan. Sekarang hatinya kembali dilingkupi bahagia. Bunga-bunga cinta bermekaran dengan indahnya kemanapun ia melangkah. Semua itu karena kehadiran Diki di sisinya.
Diki, pemuda desa yang manis, santun dan bersahaja itu mampu membalikkan keadaan yang semula suram menjadi terang bederang.
Semuanya berkat pancaran cinta yang muncul dari dua hati yang tengah kasmaran. Alam desa yang permai menjadi saksi bagaimana dua anak manusia yang berasal dari dua kutub berbeda, mampu bersama dalam sebuah ikatan tak kasat mata namun sungguh kuat simpulnya.
Tak ada yang menyangka bahwa di desa kecil yang jauh dari hiruk pikuk gemerlap kota, terselip kisah asmara yang tak biasa antara Rayan dan Diki. Semua orang Cuma menyangka bahwa mereka berdua hanyalah sepasang sahabat saja. Tak ada yang curiga dan tak ada yang perduli dengan apa yang mereka rasakan. Tapi justru itulah yang mereka berdua harapkan. Hidup dalam gelimang cinta tanpa harus mendengar bisik-bisik tetangga yang memerahkan telinga.
Setiap harinya Diki membawa Rayan berpetualang menjelajahi keindahan desa. Keluar masuk semak atau naik turun tebing sambil tertawa lepas. Sesekali mereka memancing ikan di telaga, mencari siput di kali atau menjerat burung di hutan. Semuanya terasa menyenangkan. Tidak hanya itu saja, mereka berdua kerap mencari tempat-tempat indah untuk mencurahkan perasaan bersama.
Dari sekian tempat yang ditawarkan oleh alam, keduanya paling menyukai sebuah padang rumput hijau luas yang terletak di bibir jurang. Padang rumput itu ditumbuhi perdu-perdu kecil berbunga cantik. Sementara di dasar jurang, air jernih mengalir. Suaranya bergemericik di antara bebatuan sungai yang kokoh. Pemandangan semakin indah dengan kehadiran rumpun-rumpun Anggrek tanah yang hidup di dinding tebing. Anggrek-anggrek itu selalu berbunga sepanjang waktu. Bentuknya kecil-kecil, bertandan dan kelopaknya berwarna ungu. Wanginya semerbak tercium sampai ke dataran hijau.
Di padang hijau itu, terdapat sebuah pohon rindang yang berdiri kokoh. Batangnya besar dan bercabang banyak. Rayan dan Diki kerap kali berlindung di bawah naungannya.
Seperti sore ini, saat Mentari siang sudah menurunkan kadar panasnya, Rayan dan Diki berbaring di bawah pohon rindang-tak tahu namanya-itu. Mereka berbaring di hamparan rumput yang lembut dengan berbantalkan lengan.
"Kalo aku punya kekuatan, aku pengen banget membuat waktu berhenti..." ucap Rayan sambil menatap gerakan dedaunan yang tertiup angin.
"Buat apa?"
"Aku nggak mau mengakhiri semua ini. Aku pengen terus di sini bersama kamu..."
"Apa kesudahannya kayak begini."
"Aku nggak butuh kesudahannya. Aku cuma butuh keadaan seperti ini."
"Kamu nggak bosan hampir tiap hari berada di sini? Jauh dari keramaian... Cuma dengerin bunyi air dari lembah sana..."
"Nggak pernah terlintas kata bosan di otakku, Dik. Ini sangat menyenangkan. Justru aku akan merasa bosan kalau tak bisa melihat tempat ini lagi.."
Diki menarik lengannya dari bawah kepala. Ia lantas mengusap rambut Rayan lembut. Rayan menoleh. Diki tersenyum.
"Kebahagiaan ini makin lengkap rasanya dengan hadirnya kamu di sisi aku..." ucap Rayan.
Diki mendekatkan wajahnya ke wajah Rayan.
"Ucapanmu itu selalu menerbangkan aku ke awang-awang. Kamu gombal banget yah.." kata Diki sambil mencubit puncak hidung Rayan.
"Aku nggak bermaksud untuk ngegombalin kamu. Tapi emang itu faktanya. Kau adalah terang bagi jiwaku. Kau adalah lilinku saat ini." balas Rayan sambil menggenggam pergelangan tangan Diki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Datang dan Pergi
Romance✔ANOTHER REPOST GAY STORY ✔ORIGINAL WRITER : @lockyyyy ✔DON'T LIKE DON'T READ! ✔LGBT HATERS GO AWAY!!