Journey 2

1.4K 119 47
                                    

***



"Ya ampun, Da jie! Kemana kau? Angkat! Angkat!" Gumam Janice sambil menatap ponselnya dengan tatapan nelangsa. Sudah sepuluh kali dia mencoba menghubungi kakaknya, tapi dia selalu disambut oleh operator. Ponsel kakaknya mati.

"Tidak mungkin kan kalau dia kesasar? Ini sudah tiga jam dari jadwal pesawatnya mendarat. Seharusnya dia sudah sampai direstoran om Joe. Tapi dia belum juga menghubungi aku dan ponselnya justru mati! Luar biasa! Sebentar lagi papa pulang! Tadi aku mungkin bisa selamat dari mama, tapi aku tidak yakin bisa menyelamatkan diri dari papa!" Janice mondar-mandir dikamarnya dengan perasaan yang berkecamuk.

Tadi Janice berhasil mengelabui Renata saat dipaksa memotong ikan. Janice benar-benar payah dalam urusan dapur. Dia memegangi ekor ikan kembung itu dengan dua jari ditambah dengan tatapan jijik sambil sebelah tangannya menutup hidungnya. Sejak dulu, Janice tidak tahan dengan bau amis. Jangankan mendekati binatang laut, melihat darah sendiri saja dia bisa langsung pingsan ditempat.



"Megan, Kau hanya disuruh memotong ikan. Mengapa lama sekali sih? Apa lagi yang kau tunggu?" Renata yang sedang memotong sayuran berbalik menatap Janice yang dia kira adalah si sulung.

Buru-buru Janice menahan rasa mualnya dan menetralkan kembali ekspresinya. Renata menatap heran putrinya yang tengah memegangi ekor ikan dengan dua ujung jari.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa tak kau potong juga ikannya?" Tanya Renata.

"Ah , ini mam..." Janice berpikir keras, berusaha memberikan alasan yang cukup masuk akal pada sang mama. Tapi rasa takut akan ketahuan membuat pikirannya buntu.

"...Aku hanya kasihan pada ikan ini. Dia tidak bersalah tetapi harus berkorban menjadi sajian enak dipiring kita."

Bagus ,Jan! Kau pintar sekali! Tak bisakah kau memberikan alasan yang sedikit masuk akal? Rutuk Janice dalam hati.

Renata menatap putrinya bingung. "Apa yang kau katakan?"

Janice menatap mamanya dengan wajah sedih yang dibuat-buat. "Aku teringat ucapan om Faris ,mam. Katanya hewan itu reinkarnasi dari manusia. Aku tak tega memotong ikan ini ,mam. Aku tidak mau jadi ikan! Kasihan sekali induk ikannya, capek-capek bertelur tapi anak ikannya setelah besar justru jadi makanan enak."

Sesungguhnya itu adalah akal-akalan Janice saja dengan mengatas namakan om kesayangannya itu. Alasan sesungguhnya dia mengeluarkan alasan tidak masuk akal itu karena Pertama, dia tidak tahu bagaimana caranya menggunakan pisau dapur. Kedua, dia phobia darah. Jika sampai dia pingsan karena melihat darah ikan, tamatlah sudah riwayatnya.

Alis Renata bertaut mendengar alasan aneh itu. "Tapi kau calon chef. Selama ini kau tidak masalah dengan hal itu, kenapa tiba-tiba sekali kau bicara tentang pengorbanan seekor ikan?"

"Aku baru mendengar cerita dari temanku yang vegetarian ,mam. Kurasa aku ingin banting setir saja menjadi chef khusus masakan vegetarian." Ucapnya asal.

Renata menggeleng-geleng mendengarnya. "Ada-ada saja kau ini, Cepat potong ikannya. Sebentar lagi papa dan adikmu pulang!" Renata tidak lagi menanggapi alasan putrinya dan berbalik melanjutkan kegiatannya memotong wortel.

Tapi bukan Janice namanya jika menyerah begitu saja. Dengan sengaja, dia menjatuhkan pisau yang dia pegang kelantai sampai membuat Renata terkejut karenanya. Saat Renata berbalik kearahnya, dia pura-pura memegangi perutnya sambil membungkuk dan mengaduh kesakitan.

DTS 5 - Journey Of My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang