Journey 3

1.2K 104 45
                                    

***


"Kemana saja kau , Jie? Kau tega sekali menghilang tanpa kabar selama sehari? Kau mau membunuhku ,hah?" Suara Janice diseberang sana terdengar menggelegar , Megan sampai menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Aku tertimpa musibah disini,mei. Jadi begini..." Megan pun memulai ceritanya mulai dari barang-barangnya dibawa pergi taksi gila, ponsel mati, sampai dia menginap dirumah pria yang bernama Alex.

"Kau yakin kalau dia pria baik? Banyak orang jahat diluar sana jadi kau harus berhati-hati, jie. Mereka akan memanfaatkan situasi karena kita ini orang asing. Tapi untunglah kau menguasai bahasa Indonesia dengan baik sehingga tidak mudah dibodoh-bodohi."

Megan mengangguk seakan Janice bisa melihat reaksinya. "Ya, dia membiarkan aku tidur diranjangnya, sedangkan dia sendiri tidur di sofa. Apa itu tidak cukup membuktikan kalau dia orang baik?"

"Ya. Tapi tetap saja kau harus berhati-hati. Bawalah peniti, atau benda apa saja yang bisa digunakan untuk menusuk kemana-mana. Ingat kata mama, wanita itu ibarat baju. Rusak sedikit, meski dijahit lagi tidak akan utuh kembali." Janice mencoba mengingatkan kakaknya, mengingat Megan terlalu 'wanita', dia takut kakaknya bisa dipermainkan orang karena terlalu polos dan terlalu baik.

"Aku tahu. Aku bisa menjaga diri, kenapa kau bersikap seolah-olah kau yang menjadi kakak,huh?" Megan mendengus sebal.

"Tentu saja aku cemas, kakakku yang bodoh! Aku sudah menjadi anak durhaka selama seharian dengan membohongi orang tua demi melindungimu. Ditambah lagi kau menghilang seharian. Kau tidak tahu bagaimana jantungku mau lepas rasanya!" Suara Janice meninggi dua kali dari sebelumnya. Megan maklum saja, dia tahu kalau adiknya itu sedang cemas dan takut karenanya. Meski Janice adalah biang onar yang suka buat masalah dikeluarganya, tapi dia tidak pernah melawan ataupun membohongi orang tua. Baru kali ini dia terpaksa berbuat seperti ini demi solidaritasnya terhadap saudarinya.

"Ya, Jan. Aku mengerti. Maafkan aku sudah melibatkanmu terlalu jauh."Ucap Megan tulus.

Janice menghela nafas, "Bukan aku saja yang terlibat, tapi Reagan juga terlibat terlalu jauh."

Alis Megan bertaut. "Reagan? Maksudmu dia sudah mengetahui penyamaran kita?"

Janice pun menceritakan secara singkat perihal kejadian kemarin dimana dia hampir ketahuan oleh papa karena tidak mengenakan kalung. Untunglah Janice bisa beralasan kalau kalungnya dia lepas saat mandi dan dia pun selamat, ya setidaknya selamat untuk sementara.

"Bisakah kau merubah panggilan menjadi video call? Reagan ingin melihatmu, begitu juga aku. Aku ingin tahu dimana kau berada sekarang."

Megan menurut dan langsung merubah panggilan menjadi video call. Sekarang wajah yang mirip dengannya muncul dilayar ponsel. Sossok diseberang itu menoleh kearah samping dan berkata, "Reagan, kemarilah!"

Sesosok anak remaja muncul dilayar ponsel, mengambil tempat tepat disebelah Janice. Wajah anak itu terlihat datar , persis seperti wajah sang papa sehari-hari. Tapi meski wajah Reagan sudah cool dari sananya, kali ini terlihat raut kecemasan diwajahnya yang datar itu.

"Da jie, kau baik-baik saja?" Tanyanya cemas.

Megan tersenyum menatap adiknya. "Ya, aku baik-baik saja."

"Jika begitu susah merantau ke pulau yang jauh, kenapa da jie masih betah disitu? Er jie bisa memesankan tiket pesawat untukmu hari ini juga dan pulanglah." Pinta Reagan.

Megan menggeleng. "Da jie belum akan pulang sebelum bertemu dengan om Joe."

Reagan menghela nafas , lelah menghadapi kakak pertamanya yang luar biasa keras kepala ini. "Ayolah jie, om Joe itu bahkan lebih tua daripada mama! Carilah pasangan yang usianya tidak jauh beda darimu, asal tidak yang usianya seusia orang tua kita!"

DTS 5 - Journey Of My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang