BAB II: EMERGENCY CALL

6.7K 434 4
                                    


Pagi setelah kejadian menyebalkan semalam, Niken menjalani harinya seperti biasa. Sibuk mengurusi anak-anaknya, dia pun tidak banyak bicara kepada Heri. Meski masih mempersiapkan keperluan kantor Heri seperti biasa.

"Bun, tolong anter Ayah ke kantor ya," pinta Heri, mobilnya semalam dibawa pulang oleh Iva ke rumahnya.

Niken hanya mengangguk tanpa sedikitpun menoleh ke arah Heri. Dia lebih memilih mendengarkan anak-anaknya berceloteh merencanakan kegiatan mereka untuk hari ini.

"Aku nanti langsung latihan renang, Bun. Buat persiapan seleksi O2SN," kata May memberitahukan ibunya. May kelas 1 SMP dan sudah dari kelas 4 SD selalu mewakili sekolahnya untuk kejuaraan renang.

"Aku juga," timpal si bungsu Nay, mengekor jawaban kakaknya. Anak bungsunya ini kelas 3 SD dan baru tahun ini dia dipercaya sekolahnya untuk mewakili sekolah dalam event O2SN di cabang renang. Selama ini Nay lebih sering ikut pertandingan antar klub saja.

"Bareng tempatnya sama Kak May, dek?" tanya Niken.

"Ya," jawab keduanya serempak.

Heri terus mengawasi percakapan antara Niken dan kedua anak mereka. Kemudian menyadari bahwa sudah dua tahun lebih dia tidak pernah menikmati pemandangan yang menyejukkan hatinya ini. Dan itu dimulai sejak dia mulai dekat dengan Iva secara diam-diam.

"Ayah.... Ayah nanti datang ya pas kita tanding," tiba-tiba suara May mengagetkan dirinya yang tengah menikmati pemandangan itu.

"Oh...eh...iya, Ayah sempatkan untuk datang lihat kakak sama adik tanding, ya," janji Heri kepada kedua anaknya, Diliriknya Niken yang masih tidak menoleh sama sekali ke arahnya.

"Pas kita latihan, sesekali Ayah lihat dong," usul Nay kemudian.

"Iya, iya...nanti usahain Ayah lihat, ya," jawab Heri terbata-bata.

"Datang sama Bunda gitu lho, kayak duluuuuu," pinta May kemudian.

Niken hanya tersenyum, memasukkan bekal ke masing-masing tas kedua anak gadisnya.

"Ayo berangkat, takutnya macet, nanti terlambat," sahut Niken seraya berdiri mendahului yang lain. Disambarnya kontak mobil yang ada di dekatnya kemudian berjalan menuju mobil yang sudah dia parkir di depan rumah.

Sepanjang perjalanan menuju sekolah anak-anak pun, Niken memilih diam berkosentrasi dengan lajunya mobil yang dia kendarai. Hanya Heri yang berusaha menjalin komunikasi dengan anak-anak.

"Sudah lama ya kita nggak semobil rame-rame seperti ini," celetuk Nay ditengah-tengah perjalanan.

Niken tidak bereaksi atas ucapan Nay, tetapi Heri langsung tersenyum kecut. Ucapan polos anak usia 8 tahun itu telak menusuk hatinya.

"Maafin Ayah ya, Nak. Jadi jarang bareng-bareng kalian," ucap Heri akhirnya. Menoleh ke jok belakang, meraih lengan Nay untuk meminta maaf.

"Nggak apa-apa, kata Bunda kan Ayah itu sibuk karena kerja buat bisa senengin kita," jawab Nay cepat.

Sambil memegang jemari Nay, Heri menatap wajah Niken yang sama sekali tidak menggubris percakapan mereka. Hati Heri rasanya tertohok, dia menyadari banyak moment yang hilang selama dia asyik dengan Iva. Terutama kepada Niken yang bisa menutupi segala kesalahannya di depan anak-anak mereka.

"Ayoooo, sudah sampai!" seru Niken kepada kedua anaknya. Mereka sekolah di lokasi yang sama, SD dan SMP tempat mereka belajar masih satu yayasan.

Setelah kedua anak mereka mencium tangan mereka dan mengucapkan salam, berlari menuju gerbang sekolah, Niken segera melajukan mobilnya ke jalan lagi, mengantarkan Heri ke kantornya.

Revenge Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang