BAB III BAD NEWS

5.9K 410 9
                                    


Tiga hari setelah pengakuan mereka, Niken masih belum tahu apa yang akan diputuskannya. Yang dia tahu, setelah itu Heri jadi rajin pulang ke rumah tepat waktu, seperti waktu dulu kala. Jelas anak-anak senang, mereka pun ribut selalu ingin dekat-dekat dengan ayahnya. Tetapi Niken masih kesulitan untuk bersikap biasa kepada laki-laki yang sudah bersamanya selama 13 tahun itu.

Selama itu, Niken hanya menjawab secara ringkas jika terpaksa berhadapan dengan Heri. Sebisa mungkin dia menghindari bersama dalam satu tempat dengan Heri.

Dan dia pun harus menghadapi kenyataan, harus memberikan kepastian kepada Heri dan Iva atas sikapnya.

Sore itu, ketika anak-anak masih mengikuti les tambahan, Heri masuk ke kamar, dimana Niken sedang santai ber chit-chat dengan beberapa teman online.

"Bun, ada waktu sebentar? Aku mau bicara," ucap Heri ketika sudah berdiri tepat di depannya.

Niken melirik sekilas ke arah Heri. Hatinya yang masih sakit dengan perkataan Heri yang lalu, menginginkan dia pergi keluar kamar, meninggalkan Heri dan melanjutkan chit-chatnya.

"Sebentar," kata Niken, kemudian dia berpamitan dengan teman onlinenya, memutuskan sambungan internet, baru mematikan laptopnya.

"Ada apa?" tanya Niken tanpa basa-basi.

Heri menghela napas, mengijinkan dadanya untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya.

"Aku tidak jadi menikahi Iva, aku ingin kembali seutuhnya bersamamu dan anak-anak," ucapnya.

Niken terdiam, wajahnya menampakkan kebingungan untuk bersikap. Haruskah dia marah? Atau berteriak kegirangan?

"Kenapa?" hanya kata itu yang mampu dia lontarkan.

Heri tersenyum, mendekati Niken yang duduk di pinggir tempat tidur, berlutut di hadapannya, kemudian menggenggam tangan istrinya itu.

"Aku sadar telah mengecewakan kalian dan jauh meninggalkan keluarga," jawab Heri.

Belum sempat Niken menanggapi, telepon genggamnya berbunyi.

"Iva," lirih suara Niken memberitahukan ketika membaca di layar teleponnya bertuliskan "Iva Calling"

"Hallo, ada apa?" tanya Niken to the point.

"Kamu dimana? Kapan bisa kasih keputusannya?" Iva pun tidak pakai basa-basi bertanya langsung.

"Nanti kan kamu dapet infonya dari Mas Heri," jawab Niken malas.

"Aku mau sekarang!" seru Iva dari seberang sana.

"Urusanku sama Mas Heri, bukan sama kamu!" balas Niken tidak kalah kerasnya.

"Aku hamil!"

"Apa? Hamil?"

Heri segera merebut teleponnya, kemudian bicara dengan nada tinggi kepada Iva. Tetapi Niken sudah tidak lagi memperhatikan. Dia hanya mampu terduduk lemas di ujung tempat tidur.

Seharusnya dia menyadari dari awal, kalau hubungan yang seperti ini pasti sudah terlalu jauh dan hamil adalah kemungkinan yang sangat mudah terjadi.

"Maaf," kata Heri pelan seraya mengangsurkan telepon seluler itu kepada Niken.

Niken menerimanya tanpa banyak bicara, kemudian berdiri dan bermaksud meninggalkan Heri.

"Maaf Bunda, mau tidak mau aku harus bertanggung jawab kepada Iva," kata Heri, menahan langkah Niken.

Revenge Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang