BAB XI : PAINFUL

6K 435 6
                                    

Sakitnya Nay membuat kesehatan Niken ikut jatuh.

"Bunda kenapa?" tanya May melihat ibunya masih berbaring di samping Nay dengan mata terpejam.

Niken membuka matanya kemudian mengedip-ngedipkannya, kepalanya terasa berat. Ketika mencoba bangun, dia merasa badannya melayang dan kepalanya pusing sekali. May langsung sigap melihat keadaan ibunya.

"Bunda sakit ya?" tanyanya sambil memegang dahi bundanya yang terasa panas.

Tenggorokan Niken terasa panas, sehingga susah untuk menjawab pertanyaan anak sulungnya itu.

May panik, dia segera menelpon Heri. Dan kali ini ayahnya segera menjawab panggilan telponnya.

"Ada apa, May? Adek Nay baik-baik saja kan?" tanya Heri begitu dia menjawab panggilan telepon May.

May mendengus kesal, sebenarnya kalau tidak terpaksa dia juga malas menelpon ayahnya yang dia anggap sudah mengkhianati bundanya.

"Bukan adek, Bunda sakit," jawabnya pendek.

"Bunda sakit? Sakit apa? Gimana keadaannya?" tanya Heri beruntun dan terdengar khawatir di dalam suaranya.

"Nggak tahu, badannya panas dan nggak bisa bangun," jawab May, sedikit lega dengan sikap ayahnya yang masih memperhatikan Niken.

"Ya udah, sebentar Ayah datang. May sekolah kan hari ini? Siap-siap ya, sekalian Ayah antar May sekolah," putus Heri kemudian. Nyaris saja May mengangguk, kemudian dia ingat bahwa ayahnya tidak mungkin melihat. "Ya, Ayah," katanya.

"Bunda mana? Ayah mau bicara," kata Heri.

"Bunda tidur dekat adek Nay, tadi May tanya kayaknya susah jawab," jawab May.

"Ya sudah Ayah berangkat, kasih Bunda minum air putih," kata Heri memberi instruksi.

"Baik, Ayah," jawab May agak lega. Kemudian dia menutup sambungan teleponnya, mengambil air minum dan disodorkan kepada bundanya.

"Bunda, minum dulu," katanya sambil membantu Niken untuk menegakkan badannya, kemudian minum air putih yang dia sodorkan.

Tenggorokan Niken sedikit lega setelah minum air putih yang diberikan May.

"Kamu nggak sekolah? May bisa kan siapin sarapan sendiri?" tanya Niken beruntun kepada anak gadisnya itu. Kemudian dia melihat Nay yang masih tidur di sebelahnya.

"Bisa, Bunda. Nanti Ayah mau datang, mau bawa Bunda periksa ke dokter sekalian anter May ke sekolah," jawab May.

"Ya sudah, May sarapan sama siap-siap ke sekolah ya," sahut Niken kemudian.

"Ya, Bunda," sahut May. Kemudian dia meninggalkan Niken dan Nay, ke dapur, untuk membuat sarapan.

Baru saja May sampai dapur, ada pesan masuk ke aplikasi BBMnya. Segera dibacanya pesan masuk itu.

Maaf May, ayah belum bisa datang. Mama Iva pusing dan nggak bisa ditinggal

Dari ayahnya, kalau tidak ingat itu barang mahal, rasanya dia ingin membanting telponnya itu.

Alih-alih menjawab BBM ayahnya, May langsung menelpon Malika.

"Halo sayang, ada apa?" jawab Malika dari seberang sana.

"Bunda sakit, Ma. Tadi Ayah bilang mau antar bunda periksa tapi gak jadi gara-gara Tante Iva sakit," jawab May , nada suaranya panik meski berusaha dia tutupi.

"Astagfirullah. Ya udah Mama ke sana," jawab Malika segera.

Begitu sambungan telepon terputus, May segera melanjutkan rencananya memasak sarapan dan bikin bubur untuk Niken dan Nay. Hatinya sedikit lega karena Malika sudah janji akan datang dan membantunya.

Revenge Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang