The Trouble is Beginning

6.8K 585 239
                                    

Rumah Sakit Umum M.H. Thamrin, 16.00 sore.

Dipta dan Alvaro datang menemani Ginan untuk menunggui Mahesa. Pikiran Ginan tak setenang tadi pagi, otaknya masih berkutat dengan hasil tes urin Mahesa. Kenapa dokter Risa lama sekali ya? Apakah tes urin harus selama ini?

"Mbu, lu kenapa? Kok gelisah banget?" tanya Mahesa yang sedari tadi memerhatikan tingkah Ginan. Sahabatnya itu terlihat sedang banyak pikiran.

"Gue khawatirin lu, Nyet."

"Santai aja lagi, Mbu. Separah apapun sakit yang gue derita, semua akan baik-baik saja asalkan ada lu di samping gue."

"Nggak usah gombal deh, Nyet." Mahesa hanya menanggapi ucapan Ginan dengan cengiran khasnya.

"Gue sudah nggak punya siapa-siapa lagi selain lu yang setia di samping gue, Nan."

"Nggak usah ngaco deh, Hes. Lu masih punya Romo sama Ibu di rumah, ada mas Mandala, mbak Dira juga."

Tak sengaja mendengar ucapan Ginan, pikiran Dipta langsung melesat pada 2 sosok yang membuat hatinya hancur, Mandala dan Dira. Tapi apakah mungkin orang yang dimaksudkan Ginan adalah orang yang sama yang sedang mengusik pikirannya?

Dipta baru akan mengajukan pertanyaan perihal 2 sosok itu, namun niatannya pupus saat ponselnya berdering.

"Moshi moshi... Nani desu ka, Kin?" Sapa Dipta menggunakan pembukaan dalam bahasa Jepang. Ya, mantan istrinya lah yang sedang menelpon --- Kinara Aoyama.

...

"Iya Kin, aku sedang bersama Al."

...

"Baiklah." Dipta menyerahkan ponselnya pada putra semata wayangnya.

"Nani?" tanya Alvaro dengan tatapan penasaran.

"Okaa-san ingin bicara sama Al."

"Moshi moshi Okaa-san..." Sapa Alvaro dengan tingkahnya yang lucu.

...

"Nggak mau, Al nggak mau ikut Okaa-san. Al mau disini saja sama Ginan nii-chan." Nada bicara Alvaro sedikit meninggi. Ginan menoleh ke arah Alvaro saat namanya disebut bocah lucu itu, tapi raut wajah Alvaro sangat tidak bersahabat. Melihat perubahan sikap putranya, Dipta langsung menarik kembali ponselnya.

"Kin, sudah ku bilang berulang kali, jangan pernah mencoba ambil Alvaro dariku lagi. Dulu kau sendiri yang melimpahkan Alvaro padaku dan sekarang kau dengan seenaknya mau mengambilnya? Sebaiknya kau lupakan saja niatanmu itu." Kata Dipta dengan kalimat yang terkesan sarkas. Dan detik berikutnya Dipta sudah mematikan sambungan telponnya.

"Mas, apa semua baik-baik saja?" tanya Ginan.

Mendengar suara Ginan membuat gemuruh amarah dalam hati Dipta sirna. "Iya Nan, mas baik-baik saja kok. Boleh mas titip Alvaro dulu? Mas ada janji dengan klien jam 7 sore." Ginan mengangguk dan tersenyum sebagai tanda persetujuan.

"Yeye yeye, Al mau sama Ginan nii-chan." Teriak bocah kecil itu seraya berlari memeluk pinggang Ginan. Menanggapi perlakuan Alvaro, Ginan hanya mengusap lembut puncak kepala bocah lucu itu.

"Mas pamit sekarang ya. Takut macetnya lama."

"Iya mas, hati-hati di jalan."

Sebelum Dipta berangkat, Alvaro menyempatkan untuk mencium kedua pipi Ayahnya. Ada perasaan aneh terbersit di hati Ginan, rasanya iya ingin melakukan hal yang sama seperti Alvaro, mencium pipi Dipta. Membayangkannya saja sudah membuat wajah Ginan bersemu.

Promise Me, I am the Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang