Mengurai Benang Kusut

6.8K 620 167
                                    

Ryan menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tengah apartemennya. Lelah, sangat lelah. Perjumpaan dengan Ginan tadi dua hari yang lalu membuat dirinya tak bisa fokus. Ginan dan Mahesa terlihat sangat mesra. Lebih mesra dari biasanya.

Apakah Dipta juga akan marah seperti dirinya kalau saja direktur utama Soedirapradja Group itu melihat kekasih barunya bermesraan dengan rekan kerjanya?

'Astaga. Jelas saja Dipta akan marah.' batin Ryan.

Sejurus kemudian ingatannya kembali pada kejadian masa lalu. Saat ia telah tertangkap basah sedang bercinta dengan Fariz. Ekspresi Ginan saat itu benar-benar tak bisa diartikan. Tatapan kosong. Tubuh kaku tak bergerak. Kini Ryan sendiri telah bisa merasakan sakitnya.

"Ryan, kenapa sih dua hari ini lo jadi pendiam gini?" Fariz mencoba mengambil celah dalam diamnya Ryan. Ia berusaha memeluk tubuh bonekanya, menghirup aroma maskulin dari campuran cologne dan keringat Ryan yang sudah lama menjadi candu baginya.

"Gue lagi nggak pengen lo ada disini. Mending lo pergi aja Riz." Ucapan ketus dari Ryan sukses membuat Fariz terperangah.

"Lo kenapa sih?"

"Mestinya gue yang tanya itu ke lo."

"Loh, gue punya salah apa sih, Yan?"

"Lo salah karena sudah ngajak gue makan bareng sama keluarga Yogaswara."

Degh...

Jantung Fariz seperti berhenti berdetak untuk beberapa saat. Ia sendiri baru tahu kalau Mandala adalah kakak kandungnya Ginan. Dan sebuah keputusan bodoh saat ia malah mendekati Mandala— lelaki yang dicintainya sejak di bangku kuliah— bahkan menyetujui untuk bergabung dengan mejanya.

"Yan sorry, gue nggak tahu kalau Mandala itu kakaknya Ginan. Serius Yan, gue bener-bener nggak tahu." Fariz mulai membela dirinya. Dia jujur. Tapi Ryan mulai tak mempercayainya lagi.

Harga diri Ryan terasa terinjak-injak. Dia adalah sumber masalah dalam hidup Ginan, tapi dua hari yang lalu dia malah menerima jamuan makan dari kakaknya Ginan. What the hell...?

"Lo punya rencana apalagi sih Riz? Nggak cukup apa, lo hidup sama gue?"

"Bukan gitu maksud gue Yan."

"Gue sudah relain cinta gue buat Ginan cuma buat menuhi hasrat lo. Gue lakuin ini semua biar lo nggak ganggu Ginan lagi. Tapi apa sih masalah lo sampai-sampai berurusan lagi sama keluarga Yogaswara?!!" Nada bicara Ryan mulai meninggi.

"Gue cinta sama Mandala. Puas lo!!" sahut Fariz yang juga kalap dengan emosinya sendiri.

"Oh... I see, terus lo anggap gue ini apa Riz?!"

"Lo itu cuma bon— "

"BONEKA!!!" pungkas Ryan.

"Yan bukan maksud gue kayak gitu." Suara Fariz mulai turun beberapa oktaf.

"Sudahlah Riz, gue sudah lelah nuruti semua kemauan lo. Mending sekarang lo pergi dari hidup gue."

Skakmat...

Fariz sudah teledor. Ia terlalu larut dalam perasaan cintanya, hingga ia lupa bahwa boneka terindahnya juga membutuhkan perhatian. Kini boneka itu malah mengusir dirinya.

"Yan, kasih gue kesempatan."

"Sudahlah Riz. Gue sudah nggak peduli lagi sama lo. Gue sudah mati-matian buat menuhi seluruh keinginan lo, tapi lo malah anggap gue sebagai boneka. Kalau saja dulu gue nggak sekantor sama lo, hidup gue bakal bahagia bareng Ginan."

"Jadi lo nyesel kenal sama gue?"

"Gue nyesel banget."

"Apa lo nggak takut kalau Ginan kenapa-napa?" Fariz mulai melancarkan jurus andalannya.

Promise Me, I am the Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang