Sepenggal Fakta

7.9K 680 192
                                    

"Yeah, this is week end. Monyet...anterin gue belanja yak." teriak Ginan yang baru terbangun dari tidur nyenyaknya. Tapi orang yang diteriakinya masih tak memberikan respon.

Ginan bangkit dari ranjangnya dan bergegas ke kamar Mahesa.

"Nyet...anterin gue ya." pintanya sambil membuka pintu kamar Mahesa. Namun, kamar itu sudah tertata rapi dan kosong tak berpenghuni.

Ginan masuk ke kamar Mahesa dan memeriksa kamar mandinya, ternyata sahabatnya memang sudah keluar pagi-pagi sekali. Ginan kembali ke kamarnya dan mulai mengetik pesan yang akan dia kirim pada Mahesa.

Ginan : Nyet, lu dimana?

Satu menit...

Dua menit...

Tiga menit...

.....

.....

.....

Tiga puluh menit...

Masih saja belum ada balasan dari Mahesa. Ginan yang sudah rapi dengan pakaian casual-nya memutuskan untuk belanja sendiri. Ya mau bagaimana lagi, mungkin Mahesa sedang sibuk.

Sebelum Ginan keluar dari apartemennya, ia bermain sebentar dengan Sakinah dan memberi kucing itu makan juga susu.

"Aki-chan jaga rumah dulu ya. Papa mau belanja." pesan Ginan pada kucing cantik berbulu halus itu. Sakinah hanya mengeong tanda setuju. Setelah mencium kepala Sakinah, ia pun memakai sepatu kets kesayangannya dan bergegas berangkat.

Klek...

Pintu apartemen terbuka dan Ginan sangat terkejut. Di hadapannya sedang berdiri seorang Radian Suryantara.

"Ryan..." ucap Ginan terkejut.

"Ginan..." sapa Ryan dengan senyum yang sama seperti saat pertama mereka bertemu.

"Kamu mau apa?"

"Aku ingin mengunjungimu."

"Tapi aku mau keluar."

"Kalau begitu, bolehkah aku mengantarmu?"

"Ryan, diantara kita sudah tak ada apa-apa lagi. Jadi..."

"Bukankah kita rekan kerja sekarang?" potong Ryan. Ginan tak berkutik, hatinya berkecamuk. Memang benar yang apa yang dikatakan Ryan, tapi ini kan bukan jam kantor. Bagi Ginan, mereka adalah rekan kerja hanya dari Senin-Jumat dengan waktu yang terbatas. Dan ini hari Sabtu, hari libur, jadi hari ini mereka bukan rekan kerja, kan?

"Ya sudah terserah kamu. Aku mau belanja kebutuhan mingguan, kalau kamu tak keberatan, aku ikut dengan mobilmu saja." jawab Ginan dengan pasrah. Senyuman tipis tersungging di bibir Ryan. Setidaknya ada sedikit kemajuan setelah tiga tahun ini.

"Oke..." sahut Ryan dengan semangat sambil mengulurkan tangannya bermaksud untuk menggandeng tangan Ginan.

"Tidak Ryan. Aku tidak akan menggandeng tanganmu. Bukankah rekan kerja tak pernah bergandengan tangan?" kata Ginan sengaja memberi batasan agar dirinya tak mudah terlena. Ryan hanya mengangguk tanda paham dan segera menarik tangannya kembali. Sebenarnya ia ingin menggenggam tangan Ginan seperti dulu lagi, saat Ginan masih menjadi miliknya.

Kedua pemuda itu berjalan beriringan namun ada jarak beberapa jengkal diantara mereka. Suasana lift sangat hening. Ginan masih saja kaku, sementara tenggorokkan Ryan terasa kering hingga tak ada satu kata pun keluar dari mulut lelaki bertubuh atletis itu.

Ting...

Pintu lift terbuka dan keduanya berjalan menuju mobil Ryan. Ryan sengaja mendahului Ginan untuk membukakan pintu mobilnya. Ginan berterima kasih dan masuk ke dalam mobil BMW berwarna hitam itu. Tak lama kemudian, Ryan mulai melajukan mobilnya menuju jalanan Jakarta yang mulai padat merayap.

Promise Me, I am the Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang