Kejujuran

7.5K 584 109
                                    

Cassanova Tower, Jumat 8 malam.

Lelaki itu terlihat masih ragu untuk melangkahkan kakinya. Namun, mau-tidak mau ia harus menjelaskan secara langsung tentang keadaan yang sebenarnya pada orang yang dicintainya.

Kedua bocah yang berada di sampingnya kini mulai mengeratkan genggamannya di tangan ayahnya. "Ayah, ini lumah siapa?" tanya gadis 2 tahun dengan rambut dikuncir ekor kuda sambil menatap ayahnya. Ucapannya belum terlalu lancar.

"Nanti Keysha akan tahu kok, sayang." Ayahnya menjawab dengan sebuah senyuman dan pandangan meneduhkan. Gadis manis itu mengangguk pelan. Kemudian lelaki itu menekan bel di dekat pintu apartemen Ginan.

Tak lama kemudian, Almar membukakan pintu apartemen tersebut. "Ada yang bisa dibantu, pak?" sapa lelaki berusia 24 tahun itu.

"Maaf, apa pak Ginan masih tinggal di apartemen ini?" tanya ayah 2 anak itu dengan sopan.

"Oh... Pak Ginan sekarang tinggal di rumahnya. Apartemen ini sekarang jadi kantor Ginan's Art House. Saya Almar, pegawainya pak Ginan. Kalau boleh tahu, apakah Bapak sudah ada janji dengan pak Ginan?" Almar mencoba menjelaskan pada lelaki di depannya dengan ramah.

Lelaki itu tersenyum. "Saya Mahesa, sahabatnya pak Ginan. Saya ingin menemui pak Ginan, tapi kalau beliau sedang tidak berada di sini sebaiknya saya kembali besok saja."

"Oh... Sebentar pak Mahesa. Kebetulan pak Ginan sedang dalam perjalanan kemari. Tadi beliau bersama putranya pergi keluar untuk makan malam. Mari pak... Silakan masuk dulu!" Almar mempersilahkan Mahesa bersama 2 anaknya untuk masuk ke dalam CSN-26.

Mahesa tercenung sebentar, sebelum mengikuti Almar. Pikirannya menerawang jauh. 'Ginan juga sudah punya putra? Mungkin yang Almar maksud adalah Alvaro,' batinnya berprasangka baik.

"Silakan duduk pak! Oya, adek manis apakah mau Om buatkan coklat hangat?" Almar menjamu tamu Ginan dengan sangat baik.

"Iya Om... Keysha mau!" seru gadis manis itu bersemangat. Sementara kakak laki-lakinya yang berusia 4 tahun hanya mengangguk sekali.

"Terima kasih Om," jawab Ganesha dengan sopan. Bocah itu memang cenderung pendiam. Tak pernah banyak bicara, kecuali kalau sedang bersama Mahesa.

"Sama-sama sayang. Oya, pak Mahesa mau minum apa?" Almar tak lupa menanyakan minuman untuk Mahesa sembari menyahuti komentar balita-balita lucu itu.

"Saya nggak usah dibikinin mas, terima kasih. Nanti paling saya yang habisin coklat hangatnya Keysha." Mahesa menjawab dengan sopan. Ia tahu kalau Keysha tak akan menghabiskan minumannya sendiri. Bocah 2 tahun itu selalu saja menyisakan makanannya.

"Oh gitu... Baiklah, saya ke dapur dulu." Almar permisi ke dapur untuk membuatkan 2 porsi coklat hangat.

Tak berapa lama setelah Almar ke dapur, pintu depan apartemen itu terbuka. Mahesa tahu kalau yang datang adalah Ginan karena suara khas lelaki itu masih dia hafal-bahkan tak bisa ia lupakan. Suara tawa bocah kecil turut mengiringi langkah kaki sang empunya apartemen.

Saat Ginan masuk ke ruang keluarga, langkahnya terhenti. Ia terdiam saat manik matanya bertemu dengan mata lelaki yang sudah sebulan lebih tidak dijumpainya itu. "Mahes...." Bibirnya menyebut satu nama itu hanya dengan gumaman.

"Nan...," sapa Mahesa dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.

"Lu kapan sampainya?" tanya Ginan seraya menghampiri sofa tempat Mahesa duduk.

"Gue baru sampai tadi sore, terus ke hotel buat istirahat bentar. Dan sekarang gue ke sini pengen jelasin semuanya." Mahesa menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari Ginan.

Promise Me, I am the Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang