Bandara Internasional Soekarno-Hatta, 3 sore.
Ginan dan Alvaro berjalan keluar portal imigrasi. Keduanya tampak santai, hanya Alvaro yang sedikit gembira. Wajahnya selalu dihiasi senyuman membuat orang di sekelilingnya ikut tersenyum saat menatap bocah kecil itu. Ginan sengaja mengambil troli barang untuk memudahkan dirinya yang membawa 2 kopor-1 kopor ukuran sedang dan 1 kopor ukuran besar. Ya, Alvaro akan tinggal cukup lama sampai Ginan menyelesaikan berkas administrasi untuk kuliah Doktornya.
"Al, jangan jauh-jauh dari Papa, sayang!" teriak Ginan memanggil Alvaro yang sudah berada agak jauh di depannya. Bocah itu membalikkan badan sambil tertawa hingga ada seorang lelaki menggendongnya dari belakang.
"Akhirnya anak kesayangan Otou-san sampai Indonesia juga," ucap lelaki yang merupakan ayah kandung Alvaro.
'Mas Dipta?' batin Ginan.
"Kenapa Otou-san ada di sini?" tanya Alvaro keheranan. Bocah itu merasa tak pernah memberi kabar pada ayahnya kalau ia akan pulang ke Indonesia bersama Ginan.
"Apa Al tidak suka kalau dijemput sama Otou-san?" tanya Dipta karena merasa Alvaro tidak suka atas kehadirannya.
"Bukannya Otou-san nggak sayang lagi sama, Al?" Detik itu juga Dipta merasakan nyeri di hatinya. Matanya memanas menahan air mata. Ia tak menyangka kalau Alvaro akan berpikiran bahwa dirinya sudah tidak menyayangi bocah itu.
"Otou-san sayang sama Al." Hanya itu kalimat yang bisa diucapkan Dipta untuk membela dirinya.
"Tapi kenapa Otou-san diam aja waktu Okaa-san jemput Al buat ke rumah Ojii-chan?"
"Al, sudahlah sayang. Jangan buat Otou-san kebingungan. Sekarang Al sudah bahagia tinggal sama Okaa-san, kan?" sahut Ginan saat ia sudah berada di depan Dipta untuk menengahi obrolan ayah-anak itu agar Dipta tak semakin merasa bersalah.
"Iya Papa," jawab Alvaro patuh pada ucapan Ginan. Dipta sudah tidak kaget karena tuan Aoyama sudah menceritakan kalau Alvaro kini sudah menganggap Ginan sebagai papanya.
"Apa Kinara yang memberi tahu mas Dipta soal kepulangan Alvaro bersama Ginan?"
"Bukan. Ayah yang memberi tahuku, Nan." Oh... jadi tuan Aoyama juga yang memberi tahu Dipta kalau Alvaro ikut pulang ke Indonesia bersama Ginan.
"Ya sudah, sebaiknya kita segera pulang sebelum terjebak macet." Ginan memberi saran pada Dipta. Lelaki itu mengangguk paham tanpa banyak bicara lagi.
"Sini biar mas bantu dorong trolinya!" Dipta menawarkan bantuan pada Ginan.
"Terima kasih, mas. Ginan bisa dorong sendiri. Mas gendong Al aja," tolak Ginan. Ia tak mau berhutang budi lagi pada Dipta. Ia tak mau punya hubungan lebih dengan lelaki itu. Lelaki yang telah ia percaya tapi tetap saja menghancurkan hatinya.
"Nan...," panggil Dipta. Tapi Ginan tak lagi menoleh ke arah lelaki itu.
Ginan mendorong trolinya hingga beranda bandara dekat dengan jalanan. Ia menunggu Dipta untuk mengambil mobilnya. Pemuda itu menunggu dengan sabar sambil menata kopornya agar ketika Dipta datang kopor-kopor itu bisa segara dipindahkan dengan mudah. Ginan mendesah pasrah saat mobil Dipta berhenti di depannya. Dan sebentar lagi ia harus pura-pura terlihat sedang baik-baik saja.
"Dek Ginan...," sapa Nadira Prameswari saat kaca mobil di depannya terbuka.
"Halo mbak Dira. Long time no see," ucap Ginan seceria mungkin dan tak lupa ditambahan senyuman yang memamerkan kedua lesung pipinya.
"Iya dek, mbak kangen sama kamu," sahut Dira jujur. Benar, wanita itu merindukan suasana hangat saat bersama Ginan, Mahesa dan Mandala yang hingga kini tak diketahui keberadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise Me, I am the Only One
RomansaGinanjar Yogaswara -- kalau aku tak bisa mempercayakan lagi hatiku padamu, kamu mau apa? Radian Suryantara -- apakah tidak ada kesempatan kedua untuk kita? Pradipta Soedirapradja -- bolehkah aku memilih jalan cinta ini? Nadira Prameswari -- apa yan...