Tak Lagi Sama!

6.2K 578 228
                                    

Kediaman keluarga Aoyama, 7 pagi.

Alvaro terbangun dalam dekapan Kinara. Bocah itu bingung, tapi kemudian seulas senyuman tercipta di bibir mungilnya.

"Kaa-san, ohayo!" sapanya sambil mencium pipi ibunya.

Kinara mengerjapkan matanya. Sedikit perih, tapi ia paksakan untuk tetap membuka matanya.

"Ohayo, Al!" jawab Kinara sambil mengusap pipi putra semata wayangnya.

"Okaa-san tidur sama Al, ya?" tanya bocah kecil itu. Kinara mengangguk pelan membuat senyum Alvaro semakin merekah.

"Apa Al sayang Okaa-san?"

Alvaro mengangguk mantap. "Tapi apa Okaa-san juga sayang sama Al?" Alvaro membalik pertanyaan Kinara.

Degh...

Jantungnya terasa nyeri. Rasanya lebih sakit dibanding tamparan tuan Aoyama di pipinya tempo hari.

"Okaa-san minta maaf ya sayang. Selama ini Kaa-san selalu sibuk sama pekerjaan. Kaa-san janji akan selalu perhatian sama Al mulai sekarang. Kaa-san juga sayang Al." Kinara mencoba menjelaskan pada buah hatinya bahwa ia sayang pada bocah itu.

"Hontou desu ka?"

"Iya sayang," ucap Kinara sambil memeluk erat buah hatinya.

Baru ia sadari kalau dilihat dari jarak dekat, paras Alvaro lebih mirip dengan dirinya. Tapi yang namanya balita... wajahnya masih bisa berubah-ubah. Detik itu juga Kinara semakin yakin untuk mempertahankan Alvaro agar tetap menjadi hak asuhnya.

'Ginan benar, Alvaro masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu,' batinnya.

"Kaa-san, papa Ginan di mana?" tanya Alvaro kemudian.

"Papa Ginan ada di kamar sebelah. Semalam papa Ginan yang gendong kamu ke kamar Kaa-san," jawab Kinara dengan sabar. Ia tahu bahwa putranya tak bisa dipisahkan dengan Ginan. Kinara mulai bisa menerima kalau Alvaro sangat menyayangi Ginan sama seperti Ginan yang sangat menyayangi bocah itu.

"Al mau ke kamar papa Ginan," kata Alvaro yang langsung berdiri dan berlari ke arah pintu. Bocah itu menggeser pintu kamar dengan cepat dan segera menuju kamar yang berada di sebelah kanan.

"Papa!" Alvaro berseru memanggil Ginan tapi yang dipanggil tak juga memberi jawaban. "Papa!" Diulangnya seruan itu beberapa kali hingga Nyonya Aoyama datang dari arah dapur.

"Ada apa Al? Kenapa kamu berteriak seperti itu?" tanya wanita paruh baya itu.

"Papa ke mana Obaa-chan? Apa papa sudah pulang ke Indonesia? Kenapa papa nggak pamit sama Al dulu?" berondong Alvaro. Wajahnya memerah dan matanya mulai berkaca-kaca tanda ingin menangis.

"Kamu kenapa menangis? Itu papamu ada di taman samping bersama Ojii-chan," kata Nyonya Aoyama yang tak tega melihat cucunya akan menangis.

Alvaro langsung berlari menuju taman samping. Di sana, Ginan sedang bersantai bersama tuan Aoyama sambil menikmati teh hijau yang masih mengepulkan uap. Teh hijau itu racikan nyonya Aoyama—teh hijau kesukaan tuan Aoyama.

"Papa!" Alvaro berteriak lagi dan menghambur ke dalam pelukan Ginan saat lelaki itu membalikkan badannya.

"Kenapa kamu berlari Al?" tanya Ginan.

"Al kira papa sudah pulang ke Indonesia ninggalin Al sendiri," jawab Alvaro polos dengan mata yang masih berkaca-kaca.

"Nggak sayang. Papa lagi ngobrol sama Ojii-chan. Papa mau kuliah lagi di sini, biar bisa tiap hari ketemu sama Al," jawab Ginan. Ya, Ginan bermaksud untuk melanjutkan kuliah S3-nya di Kyoto karena mendapat pencerahan dari tuan Aoyama. Ayah barunya itu ternyata punya wawasan di bidang lanskap dan sudah menerapkan tata ruang yang efisien di lahan rumahnya.

Promise Me, I am the Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang