Waktu merambat menuju malam, dengan susah payah Anin membimbing Ervin memasuki kamarnya, walau sesekali ia kadang hampir terjatuh terbawa berat tubuh Ervin yang langkahnya limbung akibat rasa pusing di kepalanya semakin menjadi.
Hati-hati sekali ketika Anin membaringkan tubuh cowok itu di atas ranjang queen size miliknya. Tangan Ervin masih memijit kepalanya, matanya terpejam menahan pening. Anin mengelus pucuk rambut kepala Ervin lalu turun ke wajah, menjamah seluruh permukaannya dengan rasa bangga. Cowok setampan Ervin telah berhasil dipacarinya dalam setahun ini. Di sekolahanmu banyak cewek yang tergila-gila padamu Ervin. Mereka bukan pilihanmu dan tak satu pun dari mereka yang dapat memilikimu. Kamu miliku sayang.
Pada satu kesempatan pandangan Anin tertuju pada leher Ervin, seulas senyum terukir di bibir merah jambunya. Geli melihat bagian kecil leher Ervin ada plesternya. Anin geli karena itu akibat kejahilannya. Ervin pake plester untuk menutupi bekas hisapannya kemarin malam.
"Sayaaang!" suara panggilannya berat dan serak, sinar matanya semakin meneduh " kamu campur apa minuman tadi?" tanyanya antara sadar dan tidak sadar lalu kepalanya terkulai ke samping dan bibir matanya tertutup sempurna. Suara hembusan nafasnya mengeras diikuti gerakan dadanya yang naik turun meski tidak sampai mengeluarkan suara dengkuran. Namun ini adalah kesimpulan bahwa Ervin tertidur pulas.
"Van, Ivan!" Anin menepuk nepuk pipi Ervin "Ah malah tidur, salah obat?"
Anin bangkit bergegas menuju dapur, menyambar bungkusan kecil yang masih menyisakan sedikit bubuk serbuk yang ada di atas meja dan mengarahkan merk tulisannya pada lampu "Shit, obat tidur" rutuknya, tanpa ampun dilemparnya sisa bungkusan kecil itu ke tong sampah.
* * *
"Don, kalau besok Anin tanya loe bilang obat itu loe dapet dari temen loe. Kenapa bisa salah? loe cari alasan sendiri!, yang penting jangan loe sebut-sebut nama gw" Liu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan cafe setelah menutup telponenya. Sudah sepi, padahal baru jam sepuluh malam, tak ada lagi pengunjung yang datang bahkan sebagian pegawainya sudah ada yang pulang.
Liu meraih kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Dia harus pulang cepat, ada Endra di apartementnya. Tadi sebelum ditinggal cowok itu dia beri tugas untuk membersihkan seluruh ruangan apartement.
* * *
Anin menutup sekaligus mengunci pintu kamarnya kemudian berbalik memperhatikan Ervin yang terbaring pulas di atas ranjang dengan posisi yang sama seperti sebelum Anin tinggal ke dapur.
Tangan mungilnya merayap ke dinding, menekan Satu persatu stop kontak lampu hingga semuanya mati. Suasana kamar terasa beda. Ada nafas lain selain nafasnya. Sinar lampu listrik di pojok ruangan seakan ingin jadi saksi atas apa yang dilakukan Anin pada Ervin.
Anin menghempaskan bokonganya di tepian ranjang menautkan tatapannya pada wajah tenangnya Ervin "Aku ingin setiap malam kamu ada di ranjang ini Van, aku butuh nafasmu yang mengalahkan semua irama dalam hidupku" sorot matanya melembut "apa aku telah benar- benar jatuh cinta padamu?".
* * *
Udara yang berasal dari AC merambat menyalurkan hawa dingin, mengelitik permukaan kulit tubuh Ervin selimut yang menutupi dadanya tersingkap saat dia menggeliat pegal setelah 5 jam tertidur dengan posisi terlentang. Ervin mengerjap merasakan ada suatu benda halus dan hangat menempeli dadanya.
Dengan perasaan cemas dia palingkan wajahnya ke samping. Mata sayunya membulat seketika dia tidak tidur sendirian, ada Anin bersamanya dalam balutan selimut yang sama. Sontak
Ervin bangun menyingkapkan selimut dan menyingkirkan tangan Anin dari dadanya. Kaget mendapati tubuhnya polos tidak satu helai kainpun yang menempel di tubuhnya dia benar-benar naked.Tergesa-gesa Ervin bangkit untuk menyalakan lampu yang ada di kamar ini dengan langkah gontai. Lututnya lemas ketika pikirannya menerka apa yang terjadi antara dirinya dan Anin, berada di ranjang yang sama dengan keadaan bugil. Hati kecilnya menangis meski tidak begitu yakin cintanya telah ternodai. Namun dia sadar, jika Liu tahu maka akibatnya patal sekali. Semua yang telah dia perjuangkan akan berujung sia-sia.
"Anin" Lenguhnya, setelah menyalakan lampu dia berlutut di samping ranjang, tangannya bergetar menggapai bercak tetesan noda merah di sepre berwarna putih. Ervin ingin mengingat apa yang telah dia dan Anin lakukan di ranjang ini. Tetapi gelap, dirinya tidak dapat mengingatnya.
Yang dapat Ervin hanya saat kepalanya terasa pusing sehabis menegak jus yang disuguhkan Anin kemudian dia mengantuk dan tertidur.
Ervin memutar tubuhnya yang masih telanjang buat, menghentakan bokongnya ke lantai dan menyandarkan punggungnya ke sisi ranjang, meremas rambut hitamnya sebagai pelampiasan emosinya.
Sebuah tangan menggapai bahunya, merayap melingkari lehernya "Nin!, yang kita lakukan ini salah Nin" ucapnya lemah.
"Enggak ada yang salah Van, kita sama-sama saling cinta. Kamu gak usah menyesalinya, aku yang mengingikannya" sahut Anin sambil menelusupkan wajahnya ke punduk Ervin "aku sangat mencintai kamu Van".
Ervin melirik jam dinding "sudah jam tiga, aku harus pulang" ujarnya. Menarik tangan Anin dari lehernya.
"Tanggung Van, nunggu pagi aja!" Anin menahan Ervin yang akan meraih pakaiannya di lantai dengan cara menarik kuat tangan cowok itu hingga tubuhnya terjerembab di kasur menyilang menindih tubuh Anin .
"Aku menginginkannya lagi sayang, aku kangen suara desahanmu" bisik Anin.
Nafas Ervin tertahan, bola matanya membulat sempurna, kulit tubuhnya menyentuh benda lunak, halus nan kenyal yang terdapat di dada gadisnya dan itu membuat tubuhnya yang tadi sempat lunglai jadi menegang semacam kena setrum dalam tegangan tinggi.
Belum sempat mengantur nafasnya, Anin menekan menarik kepala Ervin tidak sabar ingin segera melahap bibir pujaannya itu. Merasa apa yang dipertahankannya sudah hilang Ervin merespont hebat keinginan Anin, gerakannya berubah kasar dan menggebu-gebu saat melumat habis bibir Anin.
"Ah, hahit Han" jerit Anin, bibirnya perih karena gigitan Ervin yang mulai brutal.
Ervin tidak memperdulikan Anin yang kesakitan, dia semakin gencar mencintai permukaan wajah Anin lalu turun ke leher "eeeehhh" Anin menggelinjang nikmat, dagunya terangkat sehingga leher jenjangnya memanjang dan menambah aset permainan lidah Ervin di sana.
Cukup lama lidah Ervin menjilati leher Anin, menikmati desahan-desahan penuh gairahnya Anin. Namun kemudian...
"Kenapa berhenti?" Anin menatap Ervin yang menunda aksinya.
Ervin menarik selimut dan menutupi bagian bawah tubuhnya. Dia duduk, matanya liar menyisir tubuh indah Anin yang hanya mengenakan celana dalam.
"Kamu begitu sempurna sayang" bibirnya berguman, kedua tangannya mengangkat bahunya Anin yang masih terbaring sexy dan didudukan di pangkuannya memunggunginya. Anin merasakan benda pusaka Ervin mengeras menusuk bokongnya.
"Milikmu keras banget" ucap Anin.
"Gara-gata kamu" sahut Ervin dengan suara berat. Dia sibak rambut panjang Anin, bibirnya yang agak menganga menyentuh kuduk Anin menghantar nafas panasnya.
"Hemmn" Anin kegelian dan semakin terbangkitkan gairahnya. Sementara bibirnya masih memberi rangsangan di punggung Anin tangan Ervin tidak mau diam ikut mengelus mencubit manja dibagian tubuh Anin yang dia kehendaki.
"Aaaahh... uuuhhhh" kepala Anin terkulai ke samping dadanya terangkat menerjang kenikmatan tatkala jemari tangan nakal Ervin meremas payudara kirinya. Mata teduh Ervin menatap bibir Anin yang sedang mengerang menahan desiran panas yang merayap di sekujur tubuhnya apa lagi ketika dua jari Ervin menyentil puting payudaranya dan tangan kanannya menarik turun celana dalam Anin.
Nafas Anin memburu, tangannya ikut membantu gerakan tangan Ervin yang melorotin celana dalamnya sampai meluncur bebas keluar dari kungkungan kedua kakinya....
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
Perangkap
RomanceSungguh menyebalkan, kalau saja bukan karena gengsi tentu saja aku sudah memutuskan status pacaran dengan cowok sedingin salju itu. Coba sekali saja dia penuhi hasratku, sekedar ciuman apa sih susahnya? Kadang aku iri pada teman-teman yang sering me...