13

302 6 3
                                    


Ervin menuruni anak tangga sambil memperhatikan lantai bawah takut ada orang lain selain dirinya di rumah ini. Siang ini Wein pergi lagi meninggalnya sendirian di rumah.

"Apa lebih baik gw temui ibu dulu aja ya? Mumpung Wein lagi gak ada di rumah nanti gw cepet-cepet balik lagi kesini" gumannya, tiba-tiba dia kepikiran ibunya yang pasti saat ini sedang menghawatirkannya. Kemarin Ervin tidak jadi menemui ibunya karena terperangkap oleh kesepakatan yang dibuat oleh Wein.

"Ah..., bagaimana mungkin gw ketemu ibu sementara di tangan gw gak se sen pun duit. HP dan dompet di tahan Wein" Ervin duduk lesu di sofa. Memutar otak, mencari akal bagaimana caranya menghubungi ibunya dan mengabarinya kalau dirinya baik-baik saja.

"Tuan muda, ada yang dapat saya bantu? Atau tuan butuh sesuatu?"

Ervin mengerjap, kehadiran seorang asisten rumah tangga tidak disadarinya.

"Elo bicara ma gw?" Tanya Ervin sambil melirik ke kanan kirinya, mungkin saja ada orang lain di ruangan ini selain dirinya dan asisten itu.

"Iya tuan muda" dia mengangguk sambil menatap dengan seksama wajah Ervin.

"Tuan muda? Maksud lo tuan muda... gw?"

Asisten itu kembali mengangangguk "Tuan pan calon suaminya non Wein, pewaris tunggal harta kekayaannya tuan Danu jadi sudah sewajarnya saya memanggil tuan dengan panggilan itu"

Ervin sudah mangap untuk membantah ucapan asisten itu. Tapi katupkan kembalu bibirnya setelah berpikir bahwa tahu atau pun tidak tahu asisiten itu siapa dirinya itu tidak ada gunanya. Perempuan ini tidak mungkin memanggilnya dengan sebutan tuan muda kecuali atas suruhan Wein.

"Gini aja, sekarang mbak tolong bawain gw teh manis hangat aja ya tapi gulanya dikit ya"

"Cuma teh doang tuan?"

"Iya itu aja"

*****

"Non saya perhatikan sejak pagi non terlihat gelisah, apa non sedang ada masalah?" Sambil mengemudikan mobil, di perjalanan pulang dari sekolah Endra memberanikam diri bertanya pada Anin.

"Enggak, gak ada apa-apa, cuma lagi sedikit gak enak badan aja" lesu tidak bersemangat. Semalem Anin tidak bisa tidur dan sekali pun ia dapat memejamkan mata hasilnya sangat buruk, mimpiin Ervin tengah berdiri di ujung lorong tanpa ujung, melambai padanya, minta tolong dengan mulut menganga namun tidak mengeluarkan suaranya. Anin begitu ingin menggapai dan menarik tangan sang kekasih. Namun jarak memisahkan mereka dan kaki Anin berat tidak dapat dilangkahkan terikat sesuatu yang entah apa itu...
Sekalinya Anin dapat sedikit menggerakan kakinya ia terjatuh ke bawah ranjang, terbangun dari tidurnya dengan kedua kaki terbelit ujung selimut.

Hening tidak ada yang bicara, Endra dan Anin tenggelam dalam lamunan masing-masing.

"Cekkk...iiiit" Endra refleks menginjak rem dan "bruuk" kepala Anin terbentur pada belakang kepala kursi yang diduduki Endra, kebiasaan Anin malas memakai shitbelt sih.

"End...!" teriak Anin dengan suara di luar kontrol.

"Ma'af Non, barusan ada yang nyebrang dengan tiba-tiba" ucap Endra dengan muka pucat basi. Perlahan dia mengangkat kepalanya dan melihat lurus ke depan.

Gadis berpakaian lusuh, menurunkan kedua belah tangannya yang barusan dipakai menangkup wajahnya, mengembalikan setengah nyawanya akibat kaget yang luar biasa.

Napas leganya berhembus panjang ketika melihat kakinya masih berpijak di atas bumi tepatnya dengan sendalnya yang masih menapaki jalan aspal.

Sementara Endra membeku saat menyadari siapa cewek yang hampir ditabraknya, mulutnya bergerak berucap sesuatu namun tak bersuara.

PerangkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang