12

317 4 0
                                    


Detik demi detik putaran jarum jam dinding yang ada di kamarnya Wein berputar menuju menit dan menit pun melaju menuju jam. Satu jam telah terlewati jam menunjukan pukul 11:32, gadis itu belum juga dapat menutup matanya. Ia singkap selimut yang menutup tubuhnya kemudian bangun dan duduk di tepian ranjang, melirik HP milik Ervin yang tergelatak di atas meja, mendadak ingat kalau HPnya ketinggalan di kamarnya Ervin. Tidak butuh banyak langkah untuk sampai di kamar itu karena memang kamar mereka bersebelahan.

Pelan-pelan Wein membuka pintu kamar, bernapas lega kerena pintunya tidak dikunci dari dalam. Sambil mengendap-ngendap dengan kaki jingjit Wein masuk

"Ini dia HP gw" gumannya, meraih HPnya.

Sebelum kembali ke kamarnya gadis itu menyempatkan melirik Ervin yang terbaring nyenyak di atas kasur dengan selimut sebatas pinggang.

"Oh God, kalau lagi tidur Ivan terlihat lebih tampan, debaran hati gw kok beda ya? Menatap wajahnya yang damai, bukan lagi nafsu yang gw rasakan tapi... ini yang kaya gini perasaan apa namanya?"

Wein mendekat, sangat hati-hati ketika tangannya mengelus kening Ervin takut gerakannya mengganggu tidur cowok itu. Tetapi selembut apa pun gerakannya, Ivan tetap dapat merasakan sentuhannya, ia menggeliat dan membuka matanya. Debaran jantung Wein jadi tidak karuan tatkala pandangan mereka saling beradu, perlahan namun pasti wajah Wein makin menunduk turun ke bawah. Napas Ervin tercekat saat bibir Wein menghisap dan menyedot bibirnya dengan mesra dan dengan gerakan yang lamban jauh dari kesan terburu atau gerusukan.

Meski di hatinya ada keinginan untuk menghindar, Ervin harus menundanya, dia tidak ingin gadis itu tersinggung dan membatalkan perjanjiannya. Bayangan wajah sedih juga putus asanya Nayla memaksanya untuk pasrah dan membiarkan Wein melakukan apa yang diinginkannya.

"Balas gw Ivan! Jangan diam aja" bisik Wein mulai menuntut.

Dengan perasaan was-was Ivan terpaksa membalas sentuhan hangat Wein di bibirnya. Tanpa melepaskan pagutan mereka Ivan mengangkat tubuhnya kemudian melingkarkan kedua tangannya di pundak Wein yang sudah duduk di pinggir ranjang.

Lidah Wein menerebos masuk menjelajahi apa saja yang ada di dalam mulut Ervin sampai keduanya kesulitan untuk bernapas. Pergumulan yang tidak seimbang, jika tadi saat ciuman bibir Ervin sempat ada reaksi bahkan membalas jilatan dibibirnya kali ini ketika dengan lincahnya lidah Wein berkelana di rongga mulutnya dia hanya diam saja. Tangannya pun sudah menyingkir dari pundak gadis itu.

Gusar dengan keaadaan ini, namun Wein yang punya watak kasar dan tidak sabaran ini harus menahan gejolaknya yang hampir meledak, cowok yang baru dikenalnya ini sudah menjakau tempat khusus dihatinya.

Ini semua terjadi tanpa rencana, dirinya telah salah menuduh dan menjebloskan orang ke penjara dan siapa sangka kesalah pahamannya atas Nayla justru memberi celah padanya, dalam waktu singkat pertemuan dengan Ervin telah menumbuhkan bunga cintanya. Ngomong-ngomong soal cinta, hmmm Wein tidak mengerti kenapa harus jatuh cinta pada Ervin? Bukankah dia sangat mengutuk perasaan indah itu? Baginya laki-laki hanyalah hanya sebagai alat pemuas nafsu belaka tidak untuk dicintai ataupun dipuja.

Wein menarik dirinya dari pergumulan tidak seimbang itu kemudian menatap lekat kedua bola mata Ervin yang teduh dan menyejukan.

"Sorry gw belum siap" terdengar ucapan permintaan maaf yang keluar dari bibir seksi Ervin, jelas tekanan suaranys ada getaran rasa takut, takut Wein tersinggung dan menunda lagi pembatalan tuntutanya pada Nayla. Dia punya alasan tersendiri sehingga dirinya begitu peduli dengan nasib gadis malang itu.

"Kita masih punya 6 hari kedepan, gw nunggu sampai lo siap" sahut Wein, berusah merendahkan tekanan nada bicaranya bahkan terkesan sabar. Sebelum benar-benar hengkang dari kamar itu ia kecup lembut dahi Ervin dan menatap sekali lagi wajah tampan Ervin, menghapal raut wajahnya agar dapat menggiringnya ke alam mimpi.

PerangkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang