"Non minum air hangat biar mualnya berkurang!" Bibi menyodorkan gelas berisikan air minum hangat setelah Anin bolak-balik ke kamar mandi memuntahkan cairan bening karena perutnya tidak terisi sedikit makananpun.
Tangan mungilnya gemetaran ketika menerima gelas dari tangan asisten rumah tangga itu "makasih bi" ucapnya lemas.
"Seharusnya non memeriksakan diri ke dokter! Mungkin saja non keracunan makanan atau..." bibi teringat beberapa hari lalu ada cowok tampan yang tidur satu kamar dengan Anin. Wanita ini menduga yang enggak-enggak, ia bergidik ngeri. Apa yang akan terjadi dengan keluarga ini jika dugaannya tidak meleset, tuannya pasti akan murka.
"Aku gak sakit bi. Bibi tahu sendirikan dari kemarin aku malas makan, mungkin karena perut kosong aku masuk angin dan mual gini" jelas Anin
"Semoga begitu" sahut bibi pelan " bibi akan bikinin susu, nanti diminum ya non!"
"Anterin saja ke kamar!, aku mau baringan, barangkali pusingnya akan berkurang"
Entah ini kebetulan atau disengaja, Endra muncul tepat di hadapan Anin, tatkala gadis itu berbalik arah. Melihat betapa lemahnya Anin dalam melakukan gerakan, Endra berinisiatif membantunya. Meskipun keraguan nampak dalam geraknya dia membawa sebelah tangan Anin ke bahunya, membimbingnya menuju kamar.
Di sana dia membenahi letak bantal, ditumpuk dua sehingga Anin dengan nyaman bersandar di atasnya. Tak selang berapa lama bibipun masuk dengan 1 gelas cairan susu hangat pada nampan di tangannya.
"End bantu non menghabiskan susu ini" sarannya dengan senyum yang menunjukan secercah pemahaman. Menyimpulkan arti sikap dan tatapan Endra pada putri majikannya.
Hanya sebuah anggukan, Endra tak sepatah katapun bicara.
Bibi segera meninggalkan Anin bersama Endra, dengan harapan pemuda itu dapat membujuk Anin mau meminum susunya.
Tangan kekar Endra menggenggam gelas, perlahan mengarahkan pada permukaan bibir keringnya Anin.
"Kalau diisi gue akan muntah lagi" Anin menahan pergerakan tangan Endra dengan mencekal pergelangan tangan Endra.
"Sekarang enggak akan, dicoba ya!" Tatatapan dari iris coklat kehitaman itu seakan memamerkan mantra sehingga Anin menurutinya. Perlahan cairan putih itu meninggalkan gelas. Endra bernapas lega kini gelas di tangannya kosong.
Untuk sejenak Anin terdiam, mempersiapkan diri, melompat dari atas ranjang jika___ Tetapi kali ini Endra perkataan Endra tidak salah.
Anin tidak merasakan mual lagi, bahkan berangsur tenaga mulai memulih.
Diluar dugaan tiba-tiba Anin memeluk Endra. Jujur saat ini dirinya sangat kesepian kedua orang tuanya belum pulang juga. Liu, kakaknya sibuk dengan urusannya sendiri dan Ervin kekasihnya entahlah. Anin begitu merindukannya.
"Gue ngerasa sendirian End" ucapnya melirih, cairan bening membasahi dada Endra yang hanya dibatasi kaos tipisnya.
Tak ada gerakan dari anggota tubuh Endra, tak percaya dengan Anin yang angkuh dan keras kini lemah memeluknya.
Endra mendadak cemas, benda rapuh di dalam rongga dadanya berdetak kencang. Itu tidak bersuara. Namun getarannya sangat terasa sehingga apa saja yang menempel di luar kulit dadanya akan merasakan getaran itu.
Wajah cantik Anin menelusup dadanya adalah sebagian dari harapannya. Tetapi bukan sekarang. Anin milik orang lain, tidak pada tempatnya jika gadis itu mengetahui perasaannya yang tidak mampu dia berikan pada gadis lain termasuk Nayla. Jiwanya hanya tersentuh oleh kehidupan Anin.
Endra bergeser, kedua tangannya menyanggah pundak Anin untuk menjaga keseimbangan tubuh gadis itu.
"Beristihatlah, saya masih ada pekerjaan. Mobil belum saya cuci" Endra beralasan. Dia ingin cepat berlalu dari ruanngan ini untuk menormalkan detak jantungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perangkap
RomanceSungguh menyebalkan, kalau saja bukan karena gengsi tentu saja aku sudah memutuskan status pacaran dengan cowok sedingin salju itu. Coba sekali saja dia penuhi hasratku, sekedar ciuman apa sih susahnya? Kadang aku iri pada teman-teman yang sering me...