10

379 3 0
                                    

Seteleh dirinya cukup rilex Ervin melucuti seragam kerjanya dan memasuki kamar mandi. Di bawah guyuran air hangat dia bersihkan tubuhnya dari rasa lengket bekas tadi kerja melayani begitu banyak pengunjung caffe.

Menghabiskan waktu sekitar seperempat jam membuat tubuhnya kembali segar. Dengan mengenakan handuk di pinggang sebatas paha Ervin beranjak dari kamar mandi, kepalanya belum kering masih menyisakan teresan air di ujung kumpulan-kumpulan kecil rambutnya.

Saat dirinya sedang membuka lemari untuk mengambil piyama tidurnya cowok berparas tampan ini dikejutkan oleh seseorang yang merangkulnya dari belakang.

"Ivan, aku kangen kamu sayang" suara yang tidak asing lagi berbisik manja di samping telinga kanannya.

"Anin!, sejak kapan kamu ada di kamar ini?" Seru Ervin. Tentu saja ia tidak menyangka, ini sudah tengah malam bagaimana bisa kekasihnya ini ada di kamarnya bahkan sekarang sudah memeluknya, menjilati punduknya yang terkena tetesan sisa air keramasnya.

"Sejak kamu di kamar mandi, sengaja aku ke sini karena aku tahu jam segini kamu sudah pulang kerja. Van aku gak bisa tidur ingat kamu terus, aku butuh kamu Van"

"Nin cukup sekali kita melakukannya, aku gak mau ini berlanjut sayang"

"Aku butuh itu Van, aku gak bisa menahannya... " sentuhan dan hembusan panas napas Anin menyapu seluruh permukaan punggung Ervin yang merapatkan dahinya pada daun pintu lemari, menahan desiran darahnya yang memacu naik libidonya terlebih kedua telapak tangan Aninpun ikut bergerak memberi sentuhan halus dan menggoda di dadanya.

"Nin, stop... ahhh" lenguhnya tertahan di tenggorokan.

"Aku gak ingin melewatkan satu malam pun tanpa kamu Van... I love you"

Kalau sudah begini Ervin hanya bisa pasrah, gadis keras kepala ini mana bisa dengar penolakan halusnya apalagi dengan kondisi emosionalnya yang sudah dikendalikan oleh nafsu birahi.

"Aku terpana dengan matamu" ungkapnya setelah berhasil membaringkan Ervin di atas rangjang, mendekapnya dari arah samping "aku suka bentuk dan ukuran bibirmu" lanjutnya sambil meraba dan mengecup kilat bibir Ervin "rambutmu" usapan bangga mengibas pucuk kepala Ervin "nafasmu, tawamu dan suaramu adalah warna hidupku, tubuhmu adalah pusat imajinasiku dan hatimu adalah miliku" semua ungkapan yang tercurah dari bibir ranum Anin mewakili betapa ingin memiliki cinta cowok itu untuknya dan hanya untuknya.

"Sayang dingin, aku pakai baju dulu yah?"

"Apa tubuhku gak lebih hangat dari bajumu sayang" goda Anin di dekat daun telinga Ervin disusul dengan jilatan nakal disana.

"Lebih dari hangat... memabukan" sahut Ervin sambil terpejam menikmati sentuhan hangat bibir dan lidah gadisnya di telinganya, turun ke leher. Ervin siap siaga menghalau kemungkinan Anin akan meninggalkan bekas kepemilikan dilehernya. Itu tidak boleh terjadi lagi... bayangan Liu akan murka padanya selalu timbul apabila lehernya sudah berada dalam kekuasaan Anin.

"Tenang sayang, walaupun aku sangat menyukai bagian ini untuk kali ini aku gak akan memberinya luka" Sejenak Anin menghentikan pemanasannya.

"Hufz" nafas lega berhembus dari mulut Ervin. Di detik berikutnya Ervin sudah kehabisan cara untuk menghentikan obsesi Anin pada dirinya. Pada pergumulan kesuanya Ervin menyimpulkan kalau gadisnya sangat suka menjelajah seluruh tubuhnya dan dia juga sangat menyukai setiap geraman dan desahannya.

"Hmmm..." Anin begitu menikmati sentuhan lidahnya di perut Ervin sementara tangannya gerayangan di dada bidangnya Ervin dilanjut berpindah pada bagaian inti dari pusat tubuh Ervin dan entah sejak kapan handuk yang melilit pinggang Ervin sudah terlepas begitu saja.

PerangkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang