Ini terlalu pagi untuk Anin bangun pada pukul 05:33, wajahnya terasa sembab karena semalaman tidak bisa tidur pulas, sering terbangun gelisah memikirkan Ervin yang belum juga menghubunginya apa lagi mengetahui keberadaanya sekarang ini.
Hal pertama yang Anin lakukan adalah menelpon Liu kakaknya, sudah 3 kali panggilan tidak diangkat juga.
Anin mengalihkan panggilan ke kontak nama Endra "End antar gue ke apartementnya kak Liu!"
"....."
"Iya sekarang!" Tingkat emosional Anin sangatlah sedang tidak stabil, pertanyaan ringan dari Endra dianggapnya hanya pertanyaan bodoh dan buang-buang waktunya saja.
Setelah ganti pakaian gadis itu langsung menyambar tas kecil miliknya dan menyeledangkannya sambil melangkah tergesa-gesa.
Sang sopir tampan sudah duduk manis di belakang kemudi dengan rambut acak acakan. Endra tidak sempat menyisir rambutnya, sehabis cuci muka langsung menuju garasi takut keduluan oleh Anin.
"Ivan!" Lagi-lagi Anin dihantui bayanyan Ervin tatkala mendapati Endra dengan rambut acak-acakannya.
Endra menoleh ke belakang "ya nona! Ada apa?" Dengan lontaran pertanyaan ini Endra menunjukan bahwa panggilan itu untuk dirinya dan untuk kesekian kalinya dia dibuat bingung, dari siapa Anin tahu panggilan itu.
"Oh enggak, sorry" Anin melempar pandangan keluar kaca, mencaci diri sendiri kenapa hal semacam tadi terulang dan terulang lagi. Jelas-jelas cowok yang ada di depannya ini Endra bukanlah kekasihnya.
*****
"Kak Liu...!" suara panggilan dan ketukan di pintu kamar seakan badai yang siap menerjang, menghempaskan tubuh kekar Liu dari atas ranjang.
"Anin?" Gumannya, dia raba sikutnya yang terasa sakit sehabis menghantam lantai menahan berat tubuhnya saat terjatuh. Dia sedikit lega ternyata Ervin yang terbaring lelap di sofa tidak terusik oleh suara ketukan dan panggilan Anin.
Sepersekian detik berikutnya Liu cepat menyambar kimononya untuk menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan underswear saja. Anin harus secepatnya dia temui sebelum suara ketidak sabarannya membangunkan tawanan hatinya.
"Hup jangan masuk!" Cegahnya, Anin begitu bersemangat mendorong pintu kamar dan ingin menerobos masuk.
"Kita bicara di sana" lanjutnya
"Gak biasanya" ucap Anin.
"Ada temen gue masih tidur, semalam dia gak bisa tidur dengan baik" terang Liu.
"Temen? Ah jangan- jangan selingkuhan" Anin menunjukan cengiran penuh tuduhan.
"Prasangka lo bisa gue iyain"
"Kak?"
"Kenapa? Heran gue berani selingkuh dari..."
"Gue cukup tahu lo kak, gak mungkin itu terjadi, hmmm penasaran siapa ceweknya"
"Ahaha, gue canda Nin. Yang ada di dalam sana tuh cowok bukan cewek"
"Ah kakak".
"Lo sepagi ini mo ngapain kesini?" Tanya Liu basa basi, dia tahu pasti adiknya mustahil bangun terlalu pagi jika tidak menyangkut urusan Ervin.
"Ivan, kak gue udah gak bisa tahan lagi, gue kawatir banget sampai saat ini gak ada kabarnya, dimana Ivan sekarang? Bagaimana kaadaannya?"
"Gue mesti ngapain?, gue udah cari Ivan kamana-mana, gak ada hasil" pinter sekali Liu berekspresi seolah-olah ikut bingung dengan menghilangnya Ivan.
"Oke lah untuk sehari ini gue akan cukup sabar. Tetapi jika sampai besok masih seperti ini gue akan lapor polisi" gadis itu menatap kakaknya menunggu persetujuan.
"Itu akan lebih baik, usaha kita udah mentok, barangkali Ervin sedang dalam bahaya"
"Kak, jangan nakut-nakutin gitu" Anin memplintir pergelangan tangan Liu.
"Gue gak mau dengar itu lagi, Ervin baik-baik saja, dia berada disatu tempat yang aman" tentu saja apa yang diucapkan oleh Anin tidak selaras dengan apa yang ia cemaskan, setitik harapan yang tertumpuk baban sehingga sulit untuk bernapas.
Hening, Anin dan Liu disibukan dengan pikiran masing-masing. Namun sejenak kemudian "lo diantar Endra" tanya Liu
"He'em, Endra nunggu di mobil" sahut Anin.
"Gue perlu bicara ma dia" Liu bangkit dan apa yang dia lakukan saat ini sangatlah bodoh, mengunci dulu pintu kamarnya sebelum keluar untuk menemui Endra membuat kesimpulan kalau dirinya sangat ketakutan Anin akan masuk kamar mencari tahu siapa yang sedang dia sembunyikan. Semoga saja Anin tidak cukup cerdik manangkap kejanggalan ini.
"Hey siapa pun yang sedang berada di dalam, bicaralah!" Anin menggedor pintu keras sekali "bicaralah! Situ cowok pa cewek"
"Shit... bego," Liu tepuk jidat berbalik 180° kemabali memasuki pintu apartemennya, bayangan Anin berdiri di depan pintu kamarnya sambil membuat gaduh dan berteriak melintas begitu saja.
Sampai di dalam kursi yang tadi diduduki Anin tampak kosong. Liu memeparcepat langkahnya.
"Hhhah" Liu mengusap dadanya, tidak ada siapa-siapa didepan pintu kamar. Tatapi dimana Anin?
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Perangkap
RomanceSungguh menyebalkan, kalau saja bukan karena gengsi tentu saja aku sudah memutuskan status pacaran dengan cowok sedingin salju itu. Coba sekali saja dia penuhi hasratku, sekedar ciuman apa sih susahnya? Kadang aku iri pada teman-teman yang sering me...