Pelajaran hari ini sungguh melelahkan bagi Hermione. Belum lagi tugas-tugas yang menumpuk dan belum sempat Hermione kerjakan. Maka setelah makan malam selesai, Hermione segera pergi ke asrama nya dan membatalkan perjanjiannya dengan Harry dan Ron untuk mengunjungi Asrama Gryffindor. Setelah mengucapkan kata kunci, Hermione segera mendoring tubuhnya masuk ke Asrama Ketua Murid dan langsung berjalan ke arah kamarnya. Ia mengambil beberapa perkamen, pena, dan tugas-tugas yang harus di selesaikannya. Setelah itu ia keluar menuju ruang rekreasi dan menghamburkan bawaanya ke karpet merah yang ada di depan tungku api. Dengan santai, Hermione mulai mengerjakan essay yang di berikan oleh Profesor Slughron. Setelah selesai dengan teori-teori ramuan itu, Hermione beralih ke essay dari Profesor Sprout. Kali ini Hermione merasa kesulitan. Hermione berpikir untuk pergi ke perpustakaan. Ia menengok ke arah jam dinding di ruang rekreasi dan langsung mengurungkan niatnya karena ternyata sudah larut malam dan perpustakaan pasti sudah tutup.
Hermione menyandarkan kepalanya ke sofa yang ada di belakangnya. Ia memejamkan matanya sejenak untuk menjernihkan pikirannya. Hermione menarik nafas jengah dan menghembuskannya perlahan-lahan. Matanya masih terpejam. Lalu segala pikiran tentang Draco tiba-tiba memenuhi kepalanya. Bagaimana tingkah aneh pemuda itu sejak bilang bahwa mereka 'berteman' membuat Hermione mengulas sebuah senyum tipis.
Saat semakin tenggelam dalam bayangan-bayangan di kepalanya, tiba-tiba saja Hermione merasakan terpaan nafas mint di wajahnya. Refleks, Hermione membuka matanya dan wajah Draco yang menyeringai langsung tertangkap oleh indra penglihatannya.
"Kukira kau sudah tidur," ujar Draco pelan dengan posisi wajahnya yang masih sangat dekat dengan wajah Hermione.
"Menjauh," ucap Hermione dingin sambil mendorong tubuh Draco.
"Selain mendorong tubuhku dengan cara yang kasar, kau tidak punya hobi lain, ya?" Draco mendengus.
"Ada. Memantrai mu, misalnya."
"Kau itu benar-benar..." Draco menghentikan ucapannya.
"Kenapa?"
"Tidak jadi. Aku hanya ingin memberitahumu tugas Ketua Murid yang tadi siang baru saja di berikan oleh McGonagall."
"Tugas lagi?"
"Sebenarnya sih ini tugas untuk Ketua Murid Laki-Laki. Tapi kali ini aku membutuhkan bantuanmu."
Hermione menaikkan sebelah alisnya, "Well? Seorang Draco Malfoy membutuhkan bantuan Hermione Granger?"
Draco memutar bola matanya, "Dengar ya, kalau tidak ada urusan lain, mana sudi aku mengemis bantuan padamu."
"Jadi jangan melakukannya."
"Oh ayolah, 'Mione. Kerjakan ini, ya?" Draco menyerahkan berlembar-lembar perkamen pada Hermione.
Hermione melirik perkamen itu dengan sorot mencibir lalu berkata, "Semuanya? Mengapa kau tidak mengerjakannya sendiri? Dasar pemalas."
"Berhenti mencibir, Semak semak! Aku menyuruhmu untuk mengerjakan ini karena aku akan pergi ke Manor ku selama satu minggu ke depan."
"What? Kau pulang? Lalu bagaimana dengan sekolahmu?"
"Tenang, aku sudah meminta izin pada McGonagall. Lagipula, jika aku ketinggalan pelajaran, aku bisa meminjam catatanmu," Draco menyeringai.
"Tidak bisa! Kalau seperti itu, sama saja kau seperti parasit!"
"Ya ampun, Hermione. Sekali-kali kau harus membantu teman."
"Ya ya ya. Teman," nada mengejek terdengar dari perkataan Hermione.
"Terimakasih, 'Mione! Kau memang bisa di andalkan!" Draco tersenyum.
Pemuda itu bangkit berdiri setelah sebelumnya menaruh perkamen yang dibawanya ke tumpukan tugas Hermione yang lain.
"Kau tidak tidur?" tanyanya kepada Hermione yang masih duduk di karpet.
Hermione mendongakkan wajahnya untuk menatap Draco, "Tidak. Tugasku yang lain masih banyak."
"Ini sudah terlalu larut, 'Mione. Besok juga masih bisa mengerjakannya."
"Seorang Hermione tidak suka menunda-nunda."
Draco menghela nafas, "Kau itu memang keras kepala sekali."
Draco menundukkan tubuhnya ke bawah dan mulai mengangkat bahu Hermione. Hermione memasang wajah bertanya, tapi justru dibalas seringaian oleh Draco, "Tidur sekarang atau aku yang akan menidurimu?"
a.n
Maaf pendek, besok UAS soalnya hihi
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall in DAMN Love
RandomDraco Malfoy tak pernah mau mengakui bahwa ia mencintai gadis itu. Gadis yang selalu ia usili, gadis yang selalu ia ejek, dan gadis yang selalu ia pandang rendah. Sensasi aneh yang biasanya ia rasakan jika ia berada di dekat gadis itu hanyalah gejal...