Chapter 8 : Different Feeling

5.5K 559 5
                                    

Tanpa adanya sosok seorang Draco Malfoy itu ternyata rasanya beda. Bukan hanya karena Hermione harus ber-patroli dan mengerjakan tugas Ketua Murid sendirian. Lebih dari itu, Hermione merasa sepi dan rindu. Rindu akan seriangaian khas Malfoy itu, terlebih saat ia sedang menggodanya. Padahal baru tiga hari Draco pulang.

Hah, Hermione jadi merasa seperti gadis yang merindukan seseorang di novel-novel Muggle yang biasa ia baca di rumah. Terlebih lagi, ia jadi merasa bahwa akhir-akhir ini ia sering melamun. Melamunkan seorang Malfoy. Padahal seumur-umur, Hermione tidak pernah berharap akan ada Draco di pikirannya. Salahkan saja para staf Hogwarts yang telah memilihnya menjadi Ketua Murid Putri untuk tahun ini hingga mengharuskannya untuk bersama Draco hampir 24/7. Sehingga pikiran gadis itu selalu dipenuhi dengan sosok Draco yang sebenarnya sangat menyebalkan.

"Er-my-knee...." Ron mencolek pipi Hermione dengan pena bulu miliknya. Mereka sedang ada di pelajaran Tranfigurasi sekarang. Dan sedari tadi, Ron mengamati Hermione yang sedang melamun (lagi dan lagi).

"Apa sih, Ron?"

"Melamun terus. Kau kenapa sih sebenarnya? Banyak masalah?"

Hermione menghela nafas lalu tersenyum, "Tidak, kok. Sudah ya, lebih baik kita fokus lagi pada pelajaran."

"Seharusnya kau berkata seperti itu kepada dirimu sendiri."

Hermione memutar bola matanya lalu kembali mendengarkan penjelasan McGonagall di depan kelas. Yah, meskipun sekarang wanita tua itu sudah menjadi Kepala Sekolah menggantikan Dumbledore, tapi McGonagall tetap mengajar.

"Eh, 'Mione?" Kali ini Harry yang mencolek lengan Hermione.

Hermione menatapnya sebal, "Apa?"

"Sepertinya beberapa hari ini aku tidak melihat Malfoy."

Hermione mengerutkan keningnya, "Kenapa tiba-tiba kau menanyakan si Pirang itu?"

"Hanya penasaran."

"Dia pulang. Ke Malfoy Ma-" Hermione menghentikan ucapannya.

"Umm, rumahnya," ia membenahi kata-katanya, karena jujur, ia masih trauma jika mengingat-ingat nama rumah Draco.

"Pulang?"

"Yup," Hermione mengangguk, "Ibunya sakit."

"Narcissa?"

Lagi-lagi Hermione memutar bola matanya, "Siapa lagi ibunya Draco kalau bukan dia?"

Harry nyengir kuda lalu segera mengalihkan tatapannya ke depan kelas lagi diikuti Hermione.

***

Ada banyak hal yang berubah ketika Malfoy tidak ada di ruang rekreasi Asrama Ketua Murid itu. Yang biasanya selalu merecoki Hermione saat dirinya belajar, kini tak ada lagi. Jujur saja, dalam diri Hermione ia merasa sedikit...umm, kesepian. Sepertinya.

Hermione meletakkan pena bulu nya. Sebuah pemikiran melintas dalam benaknya. Ia bisa saja menulis surat untuk Malfoy. Namun sisi dari dirinya yang lain berkata bahwa itu memalukan. Mengirim surat untuk Malfoy? Bisa-bisa ia dianggap terlalu perhatian. Tapi bukankah ia dan Malfoy berteman? Lalu apa salahnya jika hanya saling berkirim surat?

Maka dengan pemikiran itu, Hermione mengambil pena bulunya dan juga selembar perkamen baru. Ia mulai menulis beberapa kata. Begitu selesai menulis, gadis itu membaca hasilnya dan mendesah kecewa. Ia merasa kata-kata yang ditulisnya terlalu aneh. Ia pun meremas perkamen itu dan melemparkannya ke perapian. Kembali lagi ia mengambil perkamen dan mulai menulis kata-kata baru.

Dear, Draco (Ferret Pirang) Malfoy

Kapan kau kembali ke Hogwarts? Tugas untuk Ketua Murid sudah menumpuk.Aku kerepotan, tahu!

Hermione.

Setelah puas dengan tiga kalimat itu, Hermione menggulung perkamennya. Ia berpikir untuk mengirimkannya esok pagi. Namun, jika dipikir-pikir lagi, tidak ada salahnya untuk mengirimkannya sekarang. Maka Hermione bangkit dan berjalan keluar dari asrama nya untuk menuju ke kandang burung hantu. Ia tahu bahwa sekarang jam malam sudah berlaku. Tapi Hermione merasa santai. Ia Ketua Murid Putri, ingat? Setelah sampai di kandang burung hantu, Hermione segera memilih satu burung hantu dan mengikatkan suratnya di kaki burung itu. Meski merasa bersalah karena mengganggu jam tidur burung hantu, nyatanya Hermione tersenyum senang saat memandang burung hantu yang membawa suratnya sedang bersiap terbang. Begitu burung itu menghilang dari pandangannya, Hermione pun keluar dari ruangan yang bau itu.

"Hermione?"

Panggilan itu membuat Hermione terlonjak. Ia menoleh dan mendapati Harry dan Ron yang mengerutkan dahi mereka masing-masing.

"H-hai," ujar Hermione sambil tersenyum canggung.

"Apa yang kau lakukan malam-malam begini di kandang burung hantu?" tanya Harry penasaran.

"Umm.. aku baru saja mengirim surat," jawab Hermione gugup.

"Surat? Untuk orangtua mu?" kini Ron yang bertanya.

"Y-ya."

"Oh."

"Mau kembali ke Asrama bersama kami?" tawar Harry.

"Ya tentu saja."

Dalam hati Hermione bersyukur karena sahabat-sahabatnya itu tidak mencurigainya lebih jauh.

Fall in DAMN LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang