Sama seperti pelajaran Ramuan biasanya, hari ini Gryffindor dan Slytherin berada dalam satu kelas. Semua murid baik dari Gryffindor maupun Slytherin sudah duduk di kursi masing-masing. Anak-anak tahun ketujuh itu seketika langsung berhenti mengobrol dengan kawan-kawannya tatkala Professor Slughron datang. Begitu berada di dalam kelas, pria tua itu langsung memberi perintah agar anak-anak untuk membuka buku Ramuan mereka pada halaman 365 dan membacanya.
Seperti biasanya lagi, Hermione lah yang pertama kali melakukan perintah itu dibandingkan teman-temannya yang lain.
Dari kursi belakang, Draco dan geng ularnya justru terlihat malas-malasan. Begitu semua murid sudah hampir membaca dua lembar, barulah mereka mengeluarkan buku dan (berpura-pura) membaca.
Draco mengalihkan tatapannya pada Hermione yang sedang fokus. Ia tidak mengerti mengapa ia ingin mengamati gadis itu. Mata coklat Hermione yang bergerak ke kanan kiri saat membaca membuat Draco menarik senyum simpul. Entahlah, Hermione saat ini terlihat sangat menarik-- walaupun Draco akui bahwa beberapa hari ini Hermione memang sudah menarik perhatiannya.
Ingat saat Draco mengecup bibir Hermione beberapa malam lalu? Sungguh, ia tidak berniat melakukan itu sebenarnya-- yah, meskipun bibir Hermione sangat menggoda bagi Draco. Draco hanya iseng saat itu, serius. Ia hanya suka ekspresi gadis itu saat ia mengecupnya. Baginya, wajah Hermione yang polos terlihat sangat lucu.
"Dia seksi, kan?"
Suara itu membuat Draco mengerjap dan menoleh pada sumber suara-- Theo.
"Apa? Seksi? Tidak sama sekali," jawab Draco dingin. Padahal dalan hati, ia menyetujui pernyataan temannya itu. Tentu saja ia tidak mau mengakuinya. Tentunya ia akan malu kalau ketahuan memuji seorang mudblood yang dulu adalah musuhnya.
"Kau hanya belum memerhatikannya, Draco."
"Tidak. Dia tidak seksi. Lihatlah, punya-nya hanya sebesar snitch."
"Hei memangnya yang menurutmu seksi itu sebesar apa?"
"Um, bludger, mungkin?"
Tawa Theo meledak begitu saja. Tapi tawa itu seketika berhenti saat Professor Slughron berdeham keras, menyuruhnya diam.
"Hey," celetuk Balise, "Kalian membicarakan ukuran dada seorang gadis di dalam kelas?"
"Kenapa memangnya?" tanya Draco.
"Seharusnya kalian mengajakku."
Dan Theo kembali harus menahan tawanya.
Selama pelajaran ramuan hari itu, Draco hanya berfokus pada Hermione. Draco jadi teringat saat ia sakit beberapa hari lalu. Sebenarnya, ia belum tidur sepenuhnya saat Hermione menyentuh tangannya dan mencium punggung tangannya. Saat itulah Draco merasakan kembali perasaan menghangat yang selalu menjalari sekujur tubuhnya. Dan dia, sejak saat itu, atau bahkan sejak ia mulai berteman dengan Hermione, ia tidak bisa berhenti untuk memikirkan Hermione, atau melihat dirinya secara diam-diam di meja Gryffindor saat makan, atau menggoda Hermione, dan hal-hal lain yang selama ini ia lakukan.
Selesai pelajaran ramuan, Draco bersama Theo dan Blaise menyusuri koridor menuju tepi Danau Hitam. Blaise dan Theo sibuk melempari si gurita raksasa dengan batu-batu, sedangkan Draco sibuk membinarkan matanya tatkala siluet Hermione, Harry, dan Ron terlihat berjalan ke arah tepi Danau.
"Dengar, Draco," ujar Blaise, "jangan pikir bahwa aku tidak memperhatikanmu akhir-akhir ini."
"Huh?" Draco mengangkat sebelah alisnya.
"Kau sering sekali memerhatikan gadis itu."
"Siapa?"
"Hermione Granger. Partnermu."
"Tidak."
"Oh, Draco, aku tahu matamu itu tidak bisa berbohong."
"Terdengar sangat dramatis."
"Hahaha. Tapi aku tahu kau mencintai gadis itu."
Draco diam seketika.
Perkataan Blaise membuatnya berpikir lebih jauh. Benarkah yang dikatakannya itu? Benarkan dia mencintai Hermione? Gadis mudblood itu? Memang ia merasa nyaman bersama Hermione. Tapi...
"Tidak, aku tidak mencintainya," putus Draco, tegas.
"Terdengar sangat manis saat kau berbohong seperti itu," nada bicara Blaise terdengar menghina.
Draco berdiri, dan dengan suara lantang dan tegas, ia berkata, "Aku tidak mencintai Hermione Granger atau gadis mudblood lain seperti dia."
Draco pergi dengan langkah dingin. Tanpa ia tahu, beberapa meter dimana Hermione berada bersama teman-temannya, gadis itu mendengar ucapan Draco. Ia menangis dalam diam. Bahkan ia masih tetap diam saat Harry dan Ron bertanya ada apa dengannya. Hermione sekarang merasa...apa, ya? Sakit hati? Entahlah, yang jelas, sekarang ia tidak baik-baik saja.
A/n
Yuhuuu ya ampun gue kangen kalian yg udah sabar nungguin cerita ini :')
Btw, siapa yg terkejut sama yg jadi cast-nya Hermione di Harry Potter and the Cursed Child (ini judulnya bener apa gk? /lol/) ? Kalo terkejut, berarti kalian sama kayak gue. Bukannya gue rasis atau gimana ya, but in the book, Hermione has a brown curly hair!Ummm, tapiiiii...cast-nya scorpius cocok deh sama ekspektasi aakkkk *fangirling mode on*
Ah, btw (lagi), ini author note terpanjang ya :') oke deh gitu aja dulu, terimakasih yg udah mau nunggu dan jangan timpuk gue kalo sekali update cuma pendek kayak gini *sigh*
See you in next chapter! Love ya'll *tebar kacang segala rasa*
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall in DAMN Love
RandomDraco Malfoy tak pernah mau mengakui bahwa ia mencintai gadis itu. Gadis yang selalu ia usili, gadis yang selalu ia ejek, dan gadis yang selalu ia pandang rendah. Sensasi aneh yang biasanya ia rasakan jika ia berada di dekat gadis itu hanyalah gejal...