Hermione berdiri dan menghapus air matanya. Ia berlari menuju kamarnya di Asrama Gryffindor. Ia memang sengaja kesini, ia tidak mau ke Asrama Ketua Murid dan melihat wajah menjijikkan Malfoy.
"Ada apa 'Mione?" tanya Ginny saat melihat Hermione berjalan melewati Ruang Rekreasi begitu saja. Hermione tidak menanggapi Ginny karena memilih untuk langsung pergi ke kamar. Ginny mengikutinya, tapi balasan Hermione hanyalah sebuah bantingan pintu tepat di depan wajahnya.
"Hermione? Ada apa?"
Ginny mengetuk pintu itu berkali-kali sampai tangannya sakit tapi Hermione tidak memberikan respon sama sekali. Ginny menajamkan telinganya dan berusaha mendengar suara apapun dari dalam. Dan yang membuat Ginny membelalakkan matanya adalah, ketika suara yang di dengarnya adalah isakan.
Sementara di dalam kamar, Hermione terus merutuki dirinya sendiri karena menangis. Ia tidak tahu alasan apa yang membuatnya sampai seperti ini. Dia hanya Malfoy, kenapa Hermione bisa sampai merasa sakit hati? Malfoy sudah biasa melontarkan kata-kata pedas yang membuat Hermione gatal untuk memantrainya dan biasanya Hermione tidak sampai seperti ini saat Malfoy melakukan itu. Tapi kali ini, entah apa bedanya, Hermione benar-benar merasa sedih. Bahkan, rasa sakit kali ini lebih sakit daripada saat ia melihat kissmark Draco dulu.
"Aku tidak mencintai Hermione Granger atau gadis mudblood lain seperti dia."
Hermione memejamkan matanya saat suara itu terngiang di kepalanya. Ia tidak mau seperti ini. Menangis dan mengunci diri dalam kamar seperti gadis lemah. Ia adalah Golden Trio. Yang tidak pernah takut atas apapun bahkan pada Kau-Tahu-Siapa. Ia seharusnya tidak menangis seperti ini.
Kelebat lain muncul dalam pikirannya. Bayangan Draco yang mengecup bibirnya waktu itu, atau ketika Draco menyuruhnya untuk tetap menemaninya saat sakit dulu. Semua itu membuat Hermione menangis lebih keras.
Sekarang ia benar-benar merasa seperti gadis dalam novel muggle murahan.
Hampir setengah jam menangis, akhirnya Hermione tertidur. Ketika terbangun, hari sudah malam dan ia teringat bahwa ia melewatkan beberapa pelajaran. Oh sial, bagaimana ia bisa seperti ini? Lagipula kenapa tidak ada yang membangunkannya?
Hermione bergegas bangkit. Ruang Rekreasi sangat sepi saat ia melewatinya. Mungkin semuanya sedang makan malam. Akhirnya Hermione memutuskan untuk pergi ke Asrama Ketua Murid. Sesampainya disana, ia langsung menuju kamar mandi. Saat melihat refleksi dirinya di cermin depan wastafel, Hermione baru tahu kalau matanya membengkak. Bagus! Sekarang ia terlihat sangat buruk.
Hermione tidak turun ke Aula Besar setelah mandi. Ia justru mengunci diri di dalam kamar lagi. Hermione mengeluarkan tongkatnya dan mengucapkan mantra. Kenari-kenari nya langsung keluar mengelilingi kamar. Seperti biasanya, saat patah hati seperti ini ia lebih memilih memandangi kenari-kenari itu dibandingkan melempar barang-ba--
Tunggu, sakit hati? Tidak. Tentu saja dia tidak sakit hati. Lagipula sakit hati karena apa?
Tok tok tok
Bunyi gedoran pintu itu membuat Hermione berjingkat.
"Hermione?"
Suara Draco yang memanggil namanya itu membuat Hermione merasa tidak nyaman. Ia tidak menjawab panggilan itu dan kembali pada kenari-kenarinya.
"Hermione? Kau di dalam? Hampir seharian aku tidak melihatmu. Kemana saja kau?" lanjut Draco saat tak ada jawaban.
"Pergi," kata Hermione dingin.
"Hei, ada apa?"
Hermione diam lagi.
"Hermione? Kau sakit? Kau sudah makan malam belum?"
"Tidak usah sok peduli. Aku hanya seorang mudblood."
Jawaban Hermione itu membuat wajah Draco pias seketika.
"Hermione kau..?"
"Diam. Pergi sekarang juga dari depan pintuku," nada suara Hermione sangat datar tapi hal itulah yang justru membuat kesan kemarahan semakin jelas.
"Hermione aku bisa jelaskan-"
"Pergilah, Malfoy."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall in DAMN Love
RandomDraco Malfoy tak pernah mau mengakui bahwa ia mencintai gadis itu. Gadis yang selalu ia usili, gadis yang selalu ia ejek, dan gadis yang selalu ia pandang rendah. Sensasi aneh yang biasanya ia rasakan jika ia berada di dekat gadis itu hanyalah gejal...