Epilog.

4.9K 411 57
                                    

Suara seorang pria yang kucintai memecah kedamaian di pagi ini.

"PARK AHRA!!!!!!!!!!!!!"

Aku mendengus sedikit kesal, walaupun hatiku meminta untuk tersenyum lebar.

Meninggalkan eomma yang sedang memasak di dapur, aku pamit untuk membukakan pintu.

"Ya! Jeon Jungkook! Apa kau tidak tahu ini masih terlalu pagi untuk datang kesini?!" Sahutku galak.

Namun,

"Happy 1st anniversarry, dear."

Aku terbelalak kaget, bagaimana dia bisa ingat dengan membawa sebucket bunga di pagi buta sementara aku masih memakai piyama????

Ia tersenyum lebar, hingga sederet gigi rapinya nampak. Kedua tangannya menyodorkan sebucket bunga yang warnanya bercampur antara ungu dan putih.

Bibirku tertarik keatas, membentuk letter u. Aku tersenyum. Bahagia. Sangat bahagia.

Eomma, lihatlah anak perempuanmu yang sedang tersenyum bahagia!

Ia menarikku menuju bangku didepan halaman rumahku. Tak peduli dengan tubuhku yang masih mematung melihatnya. Menggenggam tanganku seperti biasa, membuat jantungku berdetak seperti dengan setahun kebelakang.

"Duduk," pintanya.

Aku menurut, duduk disampingnya.

Kami berdua sama-sama terdiam, menatap kosong ke jalan raya didepan yang masih kosong. Kendaraan belum ada yang pergi keluar di sabtu pagi.

Hingga Jungkook menyimpan lengannya di bahu kiriku, merangkulku. Ia selalu melakukan ini setiap hari, tetapi... Ini rasanya beda.

Aku kembali tersenyum kecil, menyimpan kepalaku di bahunya. Lalu dengan jahil merebut bucket bunga yang masih Jungkook genggam.

Jungkook hanya tertawa kecil diikuti dengan cubitannya di hidungku.

"Ahra," Panggilnya.

"Hmm." Jawabku dengan menggumam.

"Apa kau masih ingat hari ini di tahun lalu?"

Tentu saja, 1 Januari. Aku tak pernah melupakan itu, Tuan Jeon.

Aku mengangguk kecil, "Aku masih ingat jelas senyummu saat kau bilang di panggung acara tahun baru sekolah, "Ne, Ahra adalah yeojachingu-ku." Hahaha" 

Ia nampak sedikit malu, aku dapat merasakan gestur tubuhnya walaupun aku masih menyenderkan kepalaku di bahunya.

"Kau membuatku malu,"

Tuhkan!

Aku tertawa kecil, "Jungkook, apa kau ingat saat pertemu denganku?"

"Ya, aku baru saja mencuci tanganku saat kulihat yeoja bodoh membawa setumpuk buku tebal dan menabrak tiang sekolah,"

"Yeoja bodoh itu sekarang menjadi yeoja yang kau cintai," Timpalku.

"Aku merasa seperti ada dalam salah satu scene drama, dimana pemeran utama pria mencintai pemeran utama wanita di pandangan pertama," Ia tertawa kecil. "Dan kuakui aku mengalaminya."

Kurasakan pipiku memanas.

"Jungkook," Panggilku lagi. "Apa yang membuatmu berfikir untuk menyumbangkan ginjalmu saat kau tahu mungkin saja kau tak selamat?"

Jungkook menjawabnya dengan tawa.
Dan itu membuatku mengangkat kepalaku dari bahunya, menatap aneh padanya yang masih tertawa.

"Aku pernah membaca," Ia mulai bercerita.

Aku menatapnya dengan seksama, memperhatikan ketampanan wajahnya yang tak berubah sejak dulu.

"Apabila salah satu organ tubuh kita ada didalam tubuh orang yang kita cintai, mereka akan tertakdirkan bersama."

Aku membulatkan mataku, konyol!

"Konyol memang," Ia seakan bisa membaca pikiranku. "Tapi aku tahu, walaupun itu mungkin hanyalah mitos, aku harus berjuang untuk wanita yang kucintai. Pria harus berkorban bagi wanita."

"Memberikan salah satu organ tubuh, dibandingkan dengan cinta yang kau berikan setiap harinya, itu tak berarti apa-apa Ahra."

Dan kurasakan cairan bening menetes di kedua pipiku. Aku terharu.

Aku memeluknya erat, menyembunyikan tangisanku di dadanya yang hangat.

Tuhan, aku sangat beruntung mendapatkan pria seperti dia.

Yang mencintaiku apa adanya, berani berkorban bagi diriku.

Yang percaya pada hal konyol, namun ingin berjuang untukku.

Aku sangat beruntung merasakan cinta tulus dari Jungkook, setiap harinya.

Ia mengelus punggungku hangat, "Tak perlu kau tangisi. Kita sudah sama-sama sehat kan sekarang? Yang penting, kau jangan meninggalkanku. Kita sudah sama-sama berjuang untuk apa yang kita inginkan, yaitu kebersamaan."

Hening sesaat, dapat kuresapi kesungguhan dari setiap kalimat yang ia lontarkan di dinginnya pagi ini.

"Oh, bukan, karena jika kau meninggalkanku, aku akan menagih harga ginjalku pada kedua orangtuamu." Candanya.

Aku memukul dadanya kecil, tangisku berubah jadi tawa.

Aku mengangkat wajahku yang masih memerah, menatapnya lekat.

"Aku mencintaimu, Jungkook. Sungguh, aku mencintaimu. Aku tak akan meninggalkanmu, aku janji! Aku mencintaimu lebih dari Juliette mencintai Romeo."

Jungkook tersenyum, ia mengelus kedua pipiku.

"Kupegang janjimu,"

Ia mengecup kecil pipi kananku.

"Saranghaeyo, Park Ahra. Jeongmal, jeongmal saranghamnida."

Matanya, matanya menatap hangat kepadaku.

Sama seperti saat kita pertama kali bertemu,

Saat ia bilang ia mencintaiku,

Saat kami sama-sama tahu rahasia terbesar diantara kami,

Dan saat ia baru saja bangun dari perjuangannya untuk menyelamatkan aku.

Dan aku tahu, tatapan hangatnya tak akan berubah selamanya.

---

Sejauh ini cuma comment negatif yang masuk, aku harap epilog ini bikin kalian bahagia ya!

Positive comment only!

Saranghaeyo, readers<3

I love you, Jeon Jungkook. [Jungkook-BTS-Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang