Chapter 16

245 26 8
                                    

-Zayn's POV-

Persetan dengan semua kertas ini. Enam bulan sudah aku menghabiskan waktu ku dengan kertas-kertas memuakan ini. Kalau saja waktu itu Ibu ku tidak memaksa ku untuk membantu pekerjaan Ayah ini, aku juga tidak ingin melakukan nya.


Aku mendapatkan handphone ku yang bergetar di atas meja kerja ku ini. Mood ku semakin bertambah buruk saat melihat nama yang tertara di layar handphone ku. Aku tidak menerima telfon itu melainkan mematikannya. Itu dia, Lily yang menelfon ku barusan.


Aku sudah tahu maksud dia menelfonku. Ibu menyuruhnya untuk menyusulku ke Jepang untuk menemani ku disini. Namun aku tidak merasa baik baik saja dengan kabar itu. Lagipula aku merasa itu tidak perlu, karena dua hari lagi aku akan pulang ke Bradford karena pekerjaan ku yang sudah selesai disini. Entahlah,aku tidak mengerti bagaimana kini perasaan ku terhadap Lily.


Semenjak kejadian itu, hari dimana Barbara meninggalkan ku karena perbuatan ku yang memang sangat bodoh sekaligus memalukan, aku merasa diriku bukan lah diriku yang dulu. Aku merasa sangat hampa. Bahkan waktu itu, aku sudah seperti mayat hidup. Aku tidak makan bahkan tidak keluar kamar hingga beberapa bulan. Aku seperti orang gila saat itu. Aku tidak bisa mengkontrol emosi ku. Lily yang merawatku, bahkan ia membawa ku untuk berobat hingga ke luar negri. Namun tidak jarang ia menerima perlakuan buruk dari ku karena emosi yang mengkontrol ku.


Kulihat kembali handphone ku yang sudah mendapatkan Sembilan panggilan tak terjawab, tak lama dari itu lagi-lagi Lily menelfonku.


'argh wanita ini.' Geramku yang langsung mengangkat telfonnya untuk kali ini.


'Zayn? ya tuhan kemana saja kau? Aku mencoba menelfon mu sedari tadi.'


'Ya aku tahu, aku sedang sibuk ly.' Jawabku dengan sangat malas.


'Ya tuhan ku kira telah terjadi sesuatu.'


'Tidak, kau tidak perlu berlebihan seperti itu.'


'Aku hanya mengkhawatirkan mu. Bagaimana kabar mu disana? Apa kau sudah tahu jika Ibu mu menyuruhku untuk menyusul mu kesana?'


'Ya aku sudah mendengarnya, dia mengatakannya pada ku. Namun ku rasa itu tidak perlu.'


'Tapi mengapa Zayn? Apa kau tidak merindukan ku? Aku sangat merindukan mu.' Jawabnya. 'Tentu tidak, ku rasa aku tidak pernah lagi merindukan mu.' celoteh ku dalam hati tentunya.


'Dua hari lagi pekerjaan ku selsai, itu berarti ku akan kembali ke Bradford. Dan ya aku tahu itu ly, kita bisa bertemu jika aku sudah kembali nanti.'


'Benarkah? Ya tuhan aku sudah tidak sabar untuk bertemu degan mu.'


'Tentu. Kalau begitu sudah dulu, aku akan lanjut bekerja.'


'Baiklah, selamat bekerja Zayn. Aku mencintai mu.'

Dilemma.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang