9. Dear Boy

291 32 0
                                    

Malam itu, hujan seakan menemani langit kelam yang dingin.

Azusa melihat pemadangan itu dari jendela ruang tengahnya, menatap air hujan yang jatuh ke tanah. Jalanan di sekitar apartemen tempat mereka bernaung tampak sepi dari makhluk hidup. Semua orang lebih memilih untuk beristirahat sekaligus menikmati hawa sejuk di dalam ruangan mereka masing-masing.

Azusa meletakkan telapak tangannya di jendela, seolah ia mampu merasakan bulir hujan yang hinggap di sana. Senyum kecil terukir di bibir manisnya, alasan karena ia begitu menyukai hujan.

"Azusa ... kau belum tidur?"

Suara itu menyentaknya dari lamunan. Ia menoleh ke kanan, lalu melihat ibunya tersenyum lembut.

"Ah ... iya, sebentar," jawab Azusa pelan lalu pergi ke dapur. Ibunya hanya menatap gadis kecil itu heran, namun setelahnya senyum kembali terhias di wajahnya ketika melihat Azusa kembali dengan segelas coklat hangat.

"Gadis pintar," ia mengelus puncak kepala Azusa lembut, penuh kasih sayang. "Setelah itu, jangan lupa untuk sikat gigi dan tidur, oke? Pergilah ke kamarmu."

"Baik, Bu," jawab Azusa patuh lalu masuk ke kamarnya yang memiliki pintu merah muda dengan ornamen kartun favoritnya.

Tangan Ibu terasa dingin, ungkapnya dalam hati ketika baru saja menutup pintu. Setelahnya ia memutuskan untuk duduk di atas kasur dan meminum coklat hangatnya.

"Huh? Apa itu?" tanyanya pelan ketika sebuah album foto menarik pandangannya. Album bersampul hijau muda itu seakan menarik Azusa untuk melihat apa isinya.

Setelah meletakkan gelasnya yang sudah kosong, Azusa duduk di lantai dan mengambil album itu dari kolong tempat tidurnya.

Jadi, ini foto aku dan kakak, ya ..., pikirnya dalam hati seraya tersenyum. Samar-samar ia masih mendengar suara rintikan hujan, dan suara itu membuat perasaannya jauh lebih baik. Apalagi, foto-foto ini membuatnya kembali teringat akan masa kecil ia dan kakaknya.

Azusa sangat menyayangi kakaknya. Menurutnya, kakaknya adalah seorang yang teguh dan baik hati. Ia ramah dan selalu membantu Azusa dalam kesusahan. Terlebih, saat ini kakaknya itu sudah duduk di bangku kelas 1 SMA. Membuat Azusa merasa sangat penasaran tentang siapa yang kakaknya sukai di sekolah.

Azusa mengernyitkan kening. Ia tak lagi mendengar suara hujan. Namun bukan itu yang ia pertanyakan.

Suara berisik apa sih itu? Ia menoleh ke dinding samping kirinya, dinding yang menjadi pemisah antara kamarnya dan kamar kakaknya. Yang ia ketahui, kakaknya itu sudah tidur satu jam lebih awal lantaran ia terlalu lelah sehabis les.

Suara gaduh itu menarik rasa penasarannya. Azusa membuka pintu kamarnya pelan, berharap tak ada yang mendengar. Setelah melihat keadaan sekitarnya heningーtak ada orang lain, ia memutuskan untuk melihat kamar kakaknya.

Namun anehnya, kamar itu dalam keadaan terbuka. Apa Kakak baru saja keluar?

Setelahnya, ia mendengar suara pintu utama terbuka. Azusa hendak mendekat ke sana untuk melihat siapa yang melakukannya, namun ia tak melihat seorang pun.

"Kak Ryuusei? Kakak di mana?" seru Azusa meski dalam suara yang pelan. Ia tak ingin mengganggu ayah dan ibunya.

Tanpa ada kesengajaan, Azusa mendekat ke jendela ruang keluarganya. Hujan telah berhenti, menyisakan jalanan yang becek dan sepi. Tapi Azusa tidak mempermasalahkan itu.

Mata birunya terbelalak tatkala melihat tubuh kakakknya yang tidak sadarkan diri itu digendong oleh ibunya. Ia yakin tak salah lihat, itu adalah ibu tirinya dan kakaknya.

Ten Chapters in MysteryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang