14

3K 265 8
                                    

"Sial! Rumah sudah terkepung." umpat Vino. "Hubungi Devil's Attack." perintah Vino.

Hamids mengangguk lalu segera menghubungi salah satu anggota dari Devil's Attack. "Halo?"

"Kalian dimana?" tanya Hamids.

"Kami di dalam. Gue udah liat ada yang mencurigakan di luar. Tuan dan Nyonya udah kita amanin di basement. Terus, kalian dimana? Kita harus apa?" tanya Sisil mewakili teman-temannya.

Hamids menghela napasnya lalu memberikan ponselnya kepada Vino. "Gue, Hamids, Dhika sama Sandy lagi ada di luar rumah sekarang. Vanka, Sinka sama Okta ada di perusahaan. Sedangkan Beby lagi ngamanin Nona muda. Jadi denger, jangan ngelakuin apa-apa kalau mereka ga nyerang kita. Lo ngerti kan? Terus lo berjaga-jaga dari dalem. Gue dan yang lain jaga dari luar." jelas Vino sambil mengamati gerak-gerik mobil yang berhenti tepat di depan rumah Devan. Sisil mengerti lalu memutuskan panggilan.

Krakk

Duar!

Sisil mengangkat kepalanya mengamati lantai 2. Ia memincingkan matanya saat melihat kepala senjata di balik tangga. "Guys! Mereka masuk dari balkon. Sial!" teriak Sisil. Ia mengambil ponselnya lalu langsung menelefon Vino. "Vin, mereka di dalam! Sial, jumlahnya cukup banyak." Sisil memutuskan panggilannya lalu berjalan mengendap-endap ke arah basement di ikuti Della dan Saktia.

"Mereka mulai menyerang. Telefon Beby untuk mengamankan Nyonya Ve dan Tuan Devan." perintah Vino lalu ia keluar dari mobil, "Dhika, Sandy! Ikut. Hamids, tetap di mobil. Hubungi Gracia untuk menjemput Beby, secepatnya!" perintah Vino, Hamids mengangguk paham.

"Tetap bersama. Oke? Jumlah mereka banyak. Seperti yang di laporkan Sisil." ucap Vino bersiap dengan senapan anginnya.

*****

"Itu masih kotor!" teriak Shania.

Beby mendengus lalu mengarahkan jaring penangkap sampah ke arah yang di tunjuk Shania tadi. Ya, Shania sedang membalas dendam sesuai yang ia rencanakan. Ia sudah berada di rumah Nabilah, lebih tepatnya di belakang halaman rumahnya. Beby di perintahkan Shania untuk membersihkan kolam berenang Nabilah.

Ponsel Beby bergetar. Ia mengambil ponselnya dari dalam saku celananya lalu mengerutkan keningnya. "Gracia?"

"Heh! Siapa yang nyuruh lo berhenti?" teriak Shania. Beby mengangkat tangannya lalu mengarahkan telefonnya ke telinganya. "Halo?"

"Rumah sedang di serang. Kamu dimana?"

Beby melempar asal jaring penangkap sampah itu lalu berisap-siap untuk keluar dari rumah. "Ada di rumah teman Shania. Terus, Anda dimana? Saya harus kesana atau gimana?"

"Aku nggak tau rumah teman Shania dimana, lebih baik kamu ke rumah Tuan Devan sekarang. Mereka terancam."

Beby menghela nafasnya. "Baiklah, saya kesana sekarang. Kamu, kamu bertukar posisi dengan saya. Saya akan berikan alamat rumah teman Shania." Beby memutuskan panggilannya lalu menurunkan celana jeans yang terlipat tadi lalu segera memakai sepatu ketsnya.

"Heh, mau kemana lo?" tanya Shania sambil berkacak pinggang.

"Keadaan sedang darurat Nona. Saya harus ke rumah sekarang. Gracia kan menggantikan posisi saya." jawab Beby sambil mengikat tali sepatunya. Ia berdiri hendak keluar, namun tangannya di cekal oleh Shania. "Kenapa?"

Shania menghela napasnya. "Tangan lo, lo masih sakit."

Beby tersenyum untuk meyakinkan pada Shania bahwa ia baik-baik saja. "Saya tidak apa-apa. Luka ringan. Saya akan kembali, secepatnya."

Shania menatap Beby khawatir lalu memeluk Beby erat. "Selamatin keluarga gue. Gue gak mau mereka kenapa-napa." lirih Shania.

Beby memberanikan dirinya untuk mengusap punggung Shania. "Saya berjanji akan melindungi keluarga Nona." Beby melepaskan pelukannya lalu memegang bahu Shania. "Bagaimanapun, kalian sudah saya anggap keluarga saya sendiri. Nona tenang saja."

Your Protector [Completed]Where stories live. Discover now