"Udah baikan?" tanya Ve pada Beby lembut.
Beby yang sedang mencuci motor maticnya langsung menoleh ke arah Ve lalu membungkuk. "Sudah Nyonya, cuma beberapa saja yang masih terasa nyeri."
Ve tersenyum lalu mengusap bahu Beby. "Saya mau minta tolong sama kamu, saya dan Devan akan pergi ke luar kota selama beberapa minggu, jadi saya minta tolong kamu buat jaga Shania. Kamu tau kan kejadian beberapa hari yang lalu?" tanya Ve. Beby mengangguk. "Ya, maka dari itu, kemanapun dia pergi, kamu harus ikutin. Dan saya pergi di saat perayaan Natal, saya mau kamu menemani Shania saat malam Natal. Pasti...dia bakal merasa kesepian. Saya dan Devan akan berangkat pagi ini." jelas Ve.
Beby mengangguk paham. "Baik Nyonya, saya akan menjaga Shania dengan baik. Saya berjanji."
Ve teresenyum. "Makasih ya buat segalanya. Makasih kamu masih sabar buat hadapin Shania yang kepala batu itu." ujar Ve tersenyum geli.
Devan keluar dari dalam rumah lengkap dengan koper serta berbaju rapi. Ia tersenyum ke arah Ve. "Ve, ayo. Nanti ketinggalan pesawat." Devan menoleh ke arah Beby. "Saya serahkan Shania sama kamu. Jangan sampai dia kenapa-kenapa. Lapor setiap saat. Yang lain akan menjaga tahanan kita di bawah tanah." jelas Devan. Beby mengangguk paham. "Saya tinggal beberapa minggu, saya harap kamu bisa menjaga Shania dengan baik. Saya percaya sepenuhnya dengan Anda."
Beby membantu Devan untuk memasukkan koper ke dalam bagasi lalu mengantarnya sampai depan pintu. Beby membungkuk saat mobil lewat di depannya. Ia memandang bagian belakang mobil sampai hilang di tikungan. Beby menghela napasnya lalu masuk kembali ke dalam rumah. Ia harus menyiapkan sarapan untuk Nona mudanya mengingat tidak ada asisten rumah di sini. Semuanya di kerjakan sendiri oleh Ve.
Saat sampai di dapur, Beby hanya bisa memandang sekeliling degan heran. Ia tidak bisa memasak. Ia tidak bisa membedakan antara ketumbar dan lada. Ia hanya tau bawang merah, bawang putih, cabai serta paprika. Bahkan ia tidak bisa membedakan mana kangkung dan daun singkong. Tidak bisa membedakan apa gunya frying pan serta penggorengan.
Beby menggaruk belakang kepalanya ia bergumam tidak jelas lalu memutuskan untuk menanyakan terlebih dahulu pada Shania, baru setelah itu ia berencana akan memasaknya -walaupun ia tidak yakin akan berhasil.
Tok...tok...tok
"Nona, sudah pagi. Bangun." ucap Beby pelan.
Sedangkan yang di dalam kamar masih bergelut dalam selimut serta di alam mimpinya. Ia mengerutkan keningnya saat mendengar ketukan di pintunya.
"Nona, Nona mau sarapan apa?"
Shania membuka matanya secara perlahan lalu menggeram. Ia menyibakkan selimutnya lalu turun dari ranjang sempoyongan. Ia membuka pintu kamarnya lalu menyandar di pintu dengan mata terpejam. Beby menahan nafasnya saat melihat Shania keluar hanya memakai kaus putih oversize -yang sedikit melorot dari bahunya- serta celana pendek ketat. Rambutnya acak-acakan. Dia terlihat...lebih cantik dari biasanya. Wajah bangun tidurnya lebih cantik di banding wajah setelah ia poles dengan sedikit make-up.
Mendadak jantung Beby berdetak kecang serta kakinya gemetaran. Keringat dingin mulai mengucur dari dahi turun ke lehernya. Lidahnya kelu untuk mengeluarkan kata-kata. Matanya sama sekali tidak bisa berkedip. Napasnya masih tertahan. Pandangannya hanya tertuju pada wajah polos Shania. Shania cantik, pikir Beby. Ya, memang Shania sangat cantik. Postur tubuh yang pas serta rambut hitam arangnya di tambah tahi lalat di pipi kanan bawahnya. Shania benar-benar cantik, sempurna. Bak bidadari.
"Lo kenapa sih? Bangunin orang terus diem nggak jelas." gumam Shania dengan suara seraknya.
Seolah mendapat kesadarannya kembali Beby mengerjapkan matanya. "Mm, it-itu Nona, mm, T-Tuan dan Ny-Nyonya p-pergi." jawab Beby dengan terbata-bata.
YOU ARE READING
Your Protector [Completed]
FanfictionDari awal dia tidak menerima kehadirannya di sini. Menurutnya, kehadiran seseorang yang sering disebut ayahnya Bodyguard itu membuat dirinya risih karena tidak nyaman, kemanapun ia pergi, sang bodyguard itu pun juga akan di belakang gadis itu. 29/12...